Share

MEMBUKA [LUKA] LAMA
MEMBUKA [LUKA] LAMA
Author: Ekye RM

ZANE NATHALIA

**

3 bulan lamanya aku memikirkan tentang lamaran dari Mas putra membuatku akhirnya memutuskan untuk menerimanya.

“Bismillahirrahmanirrahim saya Zane Nathalia menerima lamaran dari Mas Putra Sanjaya” Jawabanku untuk lamaran dari Mas Putra.

Meskipun dari hati yang paling dalam aku belum siap untuk menikah. Kita memang sudah menjalin hubungan dari saat kita masih menjadi seorang mahasiswa semester 6 sampai sekarang kita sudah menginjak usia 28tahun. Tetapi dengan hubungan yang sudah selama itu aku masih belum merasa mengenal Mas putra, ada banyak hal yang aku tidak ketahui tentang kehidupan Mas putra.

“Alhamdulilah” ucap beberapa keluarga yang hadir dalam acara lamaran kami.

“Sekarang kamu pasangkan cincinnya ke tangan Zane” Ucap ibu dari Mas Putra yang terlihat sangat bahagia karena anak pertamanya akan segera menikah.

“Sayang, Terima kasih karna sudah menerimaku” Mas putra memakaikan cincin di jari manisku sambil tersenyum menatap mataku.

“Iya mas” Ucapku singkat setelah menatap kembali matanya.

***

“Apakah kau sudah cukup menikmati masa sendirimu zane?”

Itu adalah pertanyaan yang tiba-tiba memecahkan keheningan di meja makan dari seseorang yang sudah lama menjadi sahabatku. Dia adalah Andini, seorang teman yang dipertemukan di kost bunga tulip saat kita masih menyandang status menjadi seorang mahasiswi. Pertemuan kita memang tidak sengaja waktu itu dan ternyata kita berasal dari kota yang sama. mulai dari saat itu kita menjadi teman dekat sampai sekarang. dia sudah menikah dengan laki-laki keturunan minang dan memiliki seorang anak laki-laki. Andini menerima lamaran dari kaka tingkatnya setahun setelah wisuda. Dan kini ia menetap di ibu kota bersama suami dan anaknya.

“Aku tidak tahu, tapi aku juga tidak bisa terus menolak lamaran dari mas putra” Jawabku dengan nada ragu.

“Kalau belum merasa siap dengan pernikahan mending ditunda saja dulu, tidak baik menjalani pernikahan dengan hati yang ragu” Andini kembali menjawab dengan sorot mata menguatkanku.

“Aku merasa malu karna terus menolak ajakan dari mas putra, Apalagi setelah kuhitung, ini adalah tahun ke 7 aku dan mas putra berpacaran” jawabku dengan nada yang semakin senduh

“7 atau 10 tahun lamanya kamu berpacaran dengan putra itu bukanlah suatu tolak ukur untuk kamu bisa menikah, siapkan dan teguhkan hatimu untuk menjadi seorang istri. karena pernikahan bukanlah suatu perkara yang mudah” Andini kembali menjawab sambil mengusap pundakku, Aku yakin dia sangat mengerti tentang keraguanku soal pernikahan ini.

“Iya, terima kasih. semoga aku tidak salah dengan pilihanku”

***

2 bulan setelah acara lamaran kami melangsungkan acara pernikahan di salah satu hotel di Yogyakarta. Acara yang kami langsungkan sangat tertutup dan hanya mengundang beberapa keluarga terdekat saja. Teman yang datangpun tidak banyak.

“Selamat ya Zane” Ucap Andini sambil memelukku.

“Iya, Terima kasih ya din sudah menyempatkan datang jauh-jauh dari Jakarta. aku bahagia sekali karena kamu bisa hadir di acara pernikahanku” Jawabku sambil sedikit menangis.

“Iya, semoga ini akan menjadi pernikahan pertama dan terakhirmu. Dan semoga impianmu menjadi istri dan ibu yang baik di berikan jalan yang mulus. di dalam pernikahan ini banyak sekali hal yang tidak terduga, semoga kamu selalu di kuatkan ya!” Andini juga tak kuasa menahan tangis.

Sepanjang acara pernikahan ini terlihat banyak sekali senyum kebahagiaan dari keluarga dan teman kami. sepertinya kebahagiaan ini juga sangat di nikmati oleh Mas putra yang sedang bersenda gurau dengan teman-temannya. Terlihat beberapa kali mereka tertawa dan berfoto bersama, meskipun aku tidak terlalu kenal dengan teman-teman Mas putra.

“Hei Zane, kamu cantik sekali. selamat ya!” Ucap salah satu teman Mas putra yang bernama Mbak bulan. Mbak bulan ini adalah istri dari Arie teman Mas putra sejak Smp.

“Iya mbak, Terima kasih ya sudah datang hehehe” Jawabku sambil tersenyum.

“Zane, Selamat ya sudah menjadi ibu Sanjaya. kalo putra bandel di jewer aja” Arie pun ikut mengucapkan selamat padaku sambil di susul gelak tawaku dan mbak bulan.

Memang benar bahwa teman Mas putra jauh lebih banyak dibanding temanku yang hanya Andini saja, Mas putra sangat suka sekali bersosialisasi oleh karena itu dia memiliki banyak teman berbeda sekali denganku. Namun sejujurnya setiap kali aku melihat cara Mas putra dengan teman-temannya bercanda aku merasa ada sesuatu yang mereka ketahui namun menutupinya dariku, tapi aku selalu berusaha mengikuti cara mereka bercanda meskipun dari hatiku yang paling dalam merasa sangat tidak nyaman.

Ditengah kebahagiaan yang sedang kami rasakan namun tiba-tiba muncul perasaan tidak tenang di hatiku, entah perasaan ini atas dasar apa. tapi aku rasa di pernikahanku dengan Mas Putra ini memiliki sesuatu yang belum tersampaikan. Tapi aku acuhkan perasaanku, mungkin ini karena aku masih belum ikhlas melepas kebebasanku sebagai wanita lajang.

Malamnya setelah acara selesai akhirnya kita pulang ke rumah. yaa, memang setelah acara lamaran kami mulai mencari rumah di tengah kota. yang tujuannya agar setelah menikah kita bisa langsung tinggal dirumah sendiri. semuanya sudah kami persiapkan sebelum pernikahan, rumah dan segala isinya sudah siap kami huni. setelah menikah pun aku masih di izinkan bekerja, Mas putra sebenernya keberatan aku tetap bekerja tapi karna aku terus memaksa akhirnya dia mengizinkan mengingat tempat kerjaku juga tidak begitu jauh dari rumah. Alasanku memaksa ingin tetap bekerja adalah tidak siap berdiam diri dirumah karna aku sudah terbiasa bekerja.

“Mas, aku mau bersih-bersih dulu ya. aku sudah tidak betah sekali menggunakan kebaya ini” keluhku karena menggunakan kebaya dan riasan di kepala yang berat ini membuat badanku terasa cape.

“Iya sayang, aku habiskan satu batang rokok dulu ya setelah itu aku masuk” Jawab Mas putra yang sedang duduk di teras rumah.

Aku melihat Mas putra mengeluarkan handphonenya dengan muka yang sedikit cemberut ketika mulai membaca dari pesan seseorang. Aku penasaran dari siapa pesan itu sampai membuat Mas putra cemberut di hari pernikahannya. tapi rasa penasaranku kalah dengan badanku yang sudah tidak betah mengenakan kebaya ini. jadi aku segera bergegas menuju kamar mandi.

**

Ini adalah hari kedua kami menjadi pasangan suami istri, belum banyak perubahan yang saya ketahui dari Mas putra.

“Yang, hari ini kita jadi ke supermarket?” Tanya Mas putra yang sedang duduk di sofa ruang tamu.

“Jadi mas, abis aku beresin ini ya” Jawabku yang sedang sibuk membereskan kado-kado pernikahan.

Aku dan Mas putra akhirnya berangkat menuju supermarket yang cukup dekat dengan kompleks perumahan kami.

“Mas aku boleh pinjem handphonemu ga, buat checklist barang yang udah kita beli. soalnya handphoneku abis baterainya” Tanyaku ke Mas putra yang sedang asik memilih barang belanjaan.

“Boleh” Jawab Mas putra sambil memberikan handphonenya kepadaku.

Aku mulai menulis kembali barang apa saja yang sudah masuk ke keranjang belanja, tapi tidak lama dari itu ada seseorang yang menelpon Mas putra.

“Nomor yang tidak di kenal, siapa ini?” Tanyaku dalam hati

Kulihat Mas putra sedang sibuk memilih barang, tapi buru-buru ku beri tahu Mas putra bahwa ada seseorang yang menelponnya. Tapi raut wajahnya berubah setelah melihat nomor yang menelponnya.

“O-oh ini salah sambung kayaknya” Jelas Mas putra dengan nada yang gemetar sambil menolak panggilan tersebut.

Aku kembali sibuk dengan barang belanjaanku, tapi tidak lama dari itu ada pesan lagi dari nomor yang sama “Jawab”.

Jawaban apa yang ingin dia dengar, aku tidak tahu ini sebenarnya ada apa diantara mereka. Apakah benar salah sambung atau ada hal yang Mas putra tutupin. Bahkan aku tidak tahu dia ini laki-laki atau perempuan, teman atau bukan. tapi harusnya kalau hanya teman tidak perlu sepanik itu kan? Pikiranku sudah terlalu jauh sampai aku berpikir “apa mas Mas putra sudah berselingkuh?”.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status