Share

Kembali Pulang

“Aaaahhhh ... .”

“Kinan, Kinan bangun! Kamu tidak apa-apa ‘kan?” seru seorang wanita paruh baya berusaha membangunkan Kinan.

Kinan sontak terbangun, dia terjingkat dan langsung duduk di atas kasur dengan napas tersengal. “Ak—aku di mana?”

Wanita paruh baya itu langsung tersenyum saat melihat Kinan yang bagai orang linglung. “Jelas kamu di kamarmu. Ini sudah hampir maghrib dan ibu sudah berulang membangunkanmu dari tadi.” Kinan terdiam kemudian menoleh menatap wanita paruh baya di sampingnya dengan tertegun.

“Ibu ... ibu?” Kinan mengerjapkan matanya, “benar ini ibu?” kembali Kinan bertanya dengan aneh. Wanita paruh baya itu hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat reaksi Kinan.

“Memang sejak kapan ibu berubah, Kinan? Ini memang ibu. Kamu ini aneh-aneh saja, deh,” ucap wanita paruh baya itu yang tak lain ibu Kinan, Hana Pahlevi. Kinan langsung berhambur memeluk Hana dengan erat membuat Hana kebingungan dibuatnya.

“Sudah, buruan mandi. Sudah sore, Kinan.” Hana mengurai pelukan Kinan.

Kinan menurut kemudian tiba-tiba terjingkat kaget dan buru-buru berdiri lalu berjalan menuju kalender yang terpasang di tembok kamarnya. Matanya langsung melotot saat melihat tahun yang tertera di sana. Berulang Kinan mengerjapkan mata sambil menatap kalender tersebut.

“Tidak mungkin,” desis Kinan lirih.

“Apa yang tidak mungkin, Kinan?” tanya Hana. Kinan diam kemudian menatap kelender lagi lalu berlari ke depan meja riasnya. Dia sudah berdiri di depan cermin sambil sibuk meraba wajahnya.

“Aku pasti bermimpi. Ini diriku lima tahun yang lalu, kalender itu juga menjelaskannya. Lalu ibu ... harusnya ibu sudah meninggal,” gumam Kinan seakan berbicara kepada dirinya sendiri.

Hana yang melihat Kinan dengan bingung, kini berdiri di sampingnya dan terus menatap Kinan dengan pandangan menyelidik.

“Bu, ayah mana?” tiba-tiba Kinan bertanya.

“Ada di luar. Beliau sedang menunggumu, kita makan malam bareng setelah ini. Sudah, mandi dulu sana!” Hana beranjak pergi keluar usai mengatakan hal tersebut.

Kinan masih duduk membisu di tepi kasur. Kepalanya masih pusing dan sulit untuk menerima kenyataan yang baru dialaminya. Padahal baru saja dia mengalami hari yang buruk. Menikah dengan pria bajingan bernama Fajar Pranoto kemudian menghabiskan malam pertama dengan Tuan Saka Bramana. Seingat Kinan, dia kabur dari rumah Saka kemudian terpojok di jalan yang ada jurangnya. Lalu karena tidak hati-hati, dia terperosok jatuh ke dalam sana.

“Seharusnya aku sudah mati, tapi mengapa aku di sini? Mengapa aku kembali ke tubuhku di lima tahun sebelum kejadian itu? Apa yang terjadi? Apa Tuhan mengabulkan doaku untuk mengulang kehidupanku lagi?”

TOK!! TOK!! TOK!!

Ketukan di pintu menginterupsi lamunan Kinan, gadis manis itu terjingkat dan buru-buru menoleh ke arah pintu.

“Kinan!! Buruan ditunggu ayah, Nak.” Hana berseru mengingatkan Kinan.

Kinan mengangguk kemudian sudah berjalan ke kamar mandi. Untuk beberapa saat dia terdiam tertegun menatap dirinya di cermin.

“Kalau Tuhan memberiku kesempatan maka ini saatnya aku mengubah takdirku. Aku akan melakukan itu dan menghilangkan penderitaanku di masa depan. Aku pastikan semua harus berubah!” tandas Kinan berapi-api.   

Selang beberapa saat Kinan sudah tampak rapi dan keluar kamar menuju ruang makan. Ia melihat pria paruh baya dengan kumis lebat dan rambut ikal tersenyum menatapnya. Dialah Bayu Samudra, ayah dari Kinan. Ayah yang di kehidupan sebelumnya tewas dalam kecelakaan bersama sang Ibu tercinta.

“Selamat malam, Ayah. Maaf, telah menunggu lama,” sapa Kinan dengan sopan. Bayu hanya menganggukkan kepala sambil mengurut jenggot jarangnya.

“Iya, gak papa. Duduklah, kamu pasti lelah usai mengurus skripsi di kampus,” ucap Bayu. Kinan hanya manggut-manggut. Kinan berusaha mengingat kalau tahun ini memang saat dia sedang sibuk mengerjakan skripsinya.

Kinan langsung duduk di tempatnya dan kembali terkejut saat melihat banyaknya aneka hidangan yang tertata rapi di meja makan kali ini. Ibunya beserta asisten rumah tangga mereka juga tampak sibuk mondar mandir sedari tadi mengeluarkan aneka menu masakan. Kinan masih mengamati dan mencoba mengingat ada peristiwa penting apa yang akan dia lalui di malam ini. Namun, sekuat Kinan mengingat tak ada satupun ingatan yang terlintas di benaknya. Perjalanan waktu membuat dia melupakannya.

“Eng ... apa akan ada tamu yang datang, Bu?” Akhirnya Kinan memberanikan diri bertanya. Dia tidak mau terus menerka.

Hana tersenyum kemudian duduk di sebelah Kinan sambil mengelus lembut tangannya. “Kamu lupa kalau hari ini kita kedatangan tamu istimewa.”

Kinan diam, mata bulatnya nan indah terus memandang Hana dengan tatapan bertanya. “Kinan lupa, Bu. Mungkin karena terlalu sibuk mengurus skripsi jadi melupakan segalanya.”

Bayu dan Hana langsung tertawa mendengar ucapan Kinan. “Iya, gak papa. Ayah dan ibu tahu kesibukanmu. Namun, Ibu cukup senang saat kamu tidak menolak permintaan kami kali ini seperti sebelumnya,” tutur Hana.

Kinan masih diam, alisnya mengernyit. Ada apa sebenarnya? Permintaan apa yang pernah ditolak Kinan yang muda ini. Kinan benar-benar tidak ingat. Pelan Kinan memijat keningnya sambil meringis merasakan pusing yang tiba-tiba datang.

“Kenapa Kinan? Kamu sakit?” tanya Bayu khawatir. Kinan buru-buru mengangkat kepalanya kemudian tersenyum menyeringai memperlihatkan raut manisnya.

“Tidak, Ayah. Mungkin hanya lelah. Kinan ambil obat sebentar untuk diminum sesudah makan nanti,” pamit Kinan. Gadis manis itu sudah bangkit beranjak ke kamarnya. Sementara Bayu dan Hana hanya menganggukkan kepala mengizinkan kepergiannya.

“Sial!! Aku tidak ingat apa pun yang terjadi di hari ini dan tahun ini. Sebenarnya ada apa, sih?” umpat Kinan kesal. Dia sudah berada di kamar dan berjalan mondar mandir kebingungan. Gara-gara kejadian pahit di masa depan yang menimpanya, Kinan tidak mau kecolongan lagi dan dia bersikeras merubah semua kejadian di masa ini.

“Aku harus cepat mengingatnya supaya aku bisa mengubah dan tidak mengulang lagi kejadian di masa depan yang suram itu. Lebih-lebih aku harus menghindari bertemu dengan Fajar. Aku tidak mau mengenalnya. Dia lelaki paling brengsek yang aku kenal,” maki Kinan.

TOK!! TOK!! TOK!!

Lagi ketukan pintu menginterupsi lamunan Kinan. Kinan buru-buru membuka pintu kamar dan melihat asisten rumah tangganya tampak tersenyum ramah menatap Kinan.

“Non, dipanggil Bapak dan Ibu. Tamunya sudah datang,” ucap asisten rumah tangga Kinan. Kinan hanya mengangguk bersiap keluar namun, tiba-tiba dia ingat sesuatu dan langsung menyambar tangan sang Asisten. Tentu saja wanita paruh baya yang menjadi asisten rumah tangga Kinan itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Kinan dengan bingung.

“Mbok, tunggu sebentar! Boleh aku tahu sebenarnya ada tamu siapa dan dalam rangka apa ayah serta ibu mengundangnya?” cercah Kinan.

Wanita bernama Sumi itu hanya terdiam menatap Kinan dengan bingung sambil menelan saliva berulang.

“Maaf, Non. Bukannya malam ini Non akan ditun---“

“KINAN!! Kok di sini? Ayo keluar!” Belum sempat Sumi menjawab pertanyaan Kinan. Tiba-tiba Hana sudah muncul dari belakang Sumi dan menatap Kinan penuh rasa cinta.

“Iya, Bu. Kinan ambil obat tadi,” bohong Kinan. Padahal dia sengaja ke kamar untuk sekedar mengingat kembali kejadian apa yang pernah terjadi di malam ini.

“Ya sudah, Yuk!” Hana sudah membimbing Kinan melangkah kembali ke ruang makan. Kinan terus berjalan sambil menundukkan kepala. Ia gugup selain itu juga masih mencoba mengingat apa yang terjadi di kehidupan dia sebelumnya. Tepatnya di malam ini.

“Ini Kinan Pratiwi, putri semata wayang kami,” ucap Hana memperkenalkan Kinan. Hana sudah berdiri di tengah ruang makan dan tiga orang yang sedang duduk di sana tampak tersenyum memperhatikan kehadiran Kinan.

Bayu Samudra, ayah Kinan hanya tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala saat melihat putrinya sudah keluar lagi dari kamarnya.

“Ayo, Kinan. Kasih salam kepada Tuan Arya dan Nyonya Septa,” pinta Hana. Kinan mengangkat kepalanya perlahan kemudian berjalan mendekat sambil mengulurkan tangan dan tersenyum dengan sopan.

“Selamat malam, Om, Tante. Senang bertemu dengan Anda,” sapa Kinan dengan santunnya.

Tuan Arya, seorang pria berusia hampir sama dengan Bayu hanya saja garis wajahnya masih menunjukkan bekas ketampanan saat masih muda. Mungkin karena berasal dari keluarga kaya, sehingga beliau sangat pandai merawat diri. Hal yang sama juga terlihat pada Nyonya Septa, beliau masih terlihat cantik dan muda meskipun Kinan yakin usianya hampir sama dengan ibunya.

Kinan bisa memastikan kalau dua orang di depannya ini dari kalangan keluarga kaya. Dilihat dari cara mereka berpakaian, lalu tas dan sepatu yang mereka kenakan. Kinan yakin harganya tidak berkisar ratusan ribu melainkan puluhan juta.

“Kamu manis sekali, Kinan. Tante juga senang bertemu denganmu,” balas Septa dengan ramah. Kinan tersenyum kemudian duduk di sebelah ibunya.

Bayu dan Arya duduk saling berhadapan di penghujung meja, sementara Hana dan Septa sudah duduk saling berhadapan. Hanya bangku depan Kinan saja yang masih kosong. Kinan yakin peserta makan malam kali ini masih ada yang belum datang. Kinan berulang menghela napas panjang mencoba mengingat apa yang akan terjadi selanjutnya di malam ini. Namun, lagi-lagi ingatannya payah.

“Selamat malam. Maaf, saya terlambat.” Tiba-tiba terdengar suara dari depan dan Kinan merasa mengenal betul suaranya.

Kinan menoleh dan mendongakkan kepala melihat ke depan. Dia langsung terbelalak kaget saat melihat siapa yang datang dan sedang berdiri di seberangnya kali ini. Bibir Kinan sontak bergetar, matanya melotot lalu tiba-tiba tanpa sadar terlontar makian dalam benaknya.

“Ba—bajingan itu ... ada di sini.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status