“Jalan Arif Rahman Hakim, Pak,” seru Kinan lantang ke sopir taxi online.
Pagi sekali, Kinan sudah bangun dan tanpa diketahui ayah, ibu serta penghuni rumah yang lain dia menyelinap keluar. Kinan sudah memesan taxi online yang membawanya pergi ke sebuah alamat kantor. Memang ini adalah hasil pencariannya di internet dan Kinan terpaksa bermain gambling. Ia berharap ide konyolnya ini bisa mengubah semua alur hidupnya di masa depan termasuk kematian kedua orangtuanya.
Mobil taxi online yang dia tumpangi perlahan memperlambat lajunya dan Kinan tampak celingukan sambil mencocokkan alamat yang dia cari.
“Mana kantornya, Mbak?” tanya si Sopir taxi.
Kinan masih diam dan matanya terus menelisik mencari kemudian tiba-tiba dia melihat lambang huruf SB di atas sebuah gedung tertinggi. Kinan menghela napas lega. Ia memang sedikit lupa dengan situasi gedung di jalan ini.
“Itu, Pak. Yang ada logo huruf SB-nya!” seru Kinan. Pak Sopir menganggukkan kepala kemudian memperlambat laju mobilnya.
Kinan bergegas turun usai menyelesaikan transaksinya. Kakinya lalu melangkah dengan pasti masuk ke dalam gedung pencakar langit itu. Decak kagum sudah terlontar keluar dari mulut mungilnya. Kinan perlahan mengingat kembali kalau dia pernah melintas di jalan ini di kehidupan sebelumnya. Fajar pernah sekali mengajaknya ke sini namun, saat itu dia hanya menunggu di dalam mobil. Kinan tidak tahu apa yang dikerjakan Fajar saat itu yang pasti usai pertemuan di sini, hidupnya langsung berantakan tak karuan.
“Aghrr ... .” Helaan napas penuh penyesalan keluar spontan begitu saja dari mulut Kinan. Ia mencoba menghalau bayangan kelam di masa depannya yang menakutkan.
“Aku harus merubahnya dan aku tidak mau semuanya sia-sia,” gumam Kinan dalam batinnya.
Gadis berwajah manis itu terus melangkah masuk hingga seorang petugas sekuriti mencegat langkahnya.
“Mau cari siapa, Nona?” tanya petugas tersebut. Kinan terdiam kemudian menyunggingkan sebuah senyum termanis.
“Eng ... saya mau bertemu dengan Tuan Saka Bramana. Apa beliau sudah datang?” jawab Kinan kemudian.
“Tuan Saka belum datang, Nona. Biasanya beliau datang jam delapan ke atas dan sekarang masih jam tujuh. Kalau Nona berkenan, silakan tunggu sebentar.” Kinan menganggukkan kepala, dia memang yang datang terlalu pagi. Kinan memang tidak mau membuang kesempatan apalagi usai serpihan ingatannya kembali semalam.
Kinan memilih duduk di salah satu sofa di lobby tersebut. Hari yang masih pagi membuat kantor ini masih sangat sunyi. Hanya beberapa pegawai saja yang lalu lalang dan kebanyakan mereka para petugas kebersihan.
Kinan mencoba menghilangkan kebosanannya menunggu seraya membaca beberapa koran dan majalah yang ada di sana. Kinan mengambil salah satu majalah, ia tahu itu adalah salah satu majalah yang terkenal di zamannya. Berisi tentang gaya hidup kaum metroseksual dan juga kaum hedon. Kinan mengulum senyum saat membolak balik lembar demi lembar halamannya.
Lalu tangannya terhenti pada sebuah artikel tentang seorang pengusaha sukses tahun ini. Mata Kinan melotot saat melihat sosok yang dia kenal sudah mejeng di laman majalah tersebut.
“Saka Bramana, salah satu eksekutif muda yang menjadi incaran para wanita tahun ini. Tidak hanya tampan, Saka Bramana juga merupakan pewaris tunggal kekayaan Arya Syahputra salah satu konglomerat ternama di negeri ini,” gumam Kinan sambil membaca artikel itu.
“Hmm ... ternyata aku tidak salah. Memang dia orangnya, Tuan Muda Cassanova dan juga bajingan wanita. Kalau saja bukan karena aku butuh pertolongannya, tidak akan sudi aku datang ke sini. Apalagi harus berinteraksi lagi dengannya.” Kinan buru-buru menutup majalah itu dengan geram kemudian memilih sibuk memainkan ponselnya saja. Rasanya ponsel lebih baik daripada batinnya terus berkecamuk tiap melihat wajah pria tampan itu.
Pukul delapan tepat dan Kinan melihat sudah banyak orang yang berlalu lalang masuk ke gedung tersebut. Matanya sampai capek melihat hilir mudik tiada henti para pria dan wanita berpakaian rapi di gedung ini. Kinan menghela napas panjang sambil melirik ke arah petugas sekuriti yang menyambutnya tadi. Ia bangkit dan bergegas berjalan menghampirinya.
“Pak, Tuan Saka sudah datang, belum?” tanya Kinan kemudian.
“Anda tanyakan langsung ke bagian front office, Non. Nanti biar langsung dihubungkan ke Tuan Saka,” saran petugas sekuriti tersebut.
Kinan mengangguk kemudian melangkah ke bagian tengah gedung. Ada sebuah meja setengah lingkaran dengan dua orang gadis cantik yang berjaga di belakangnya.
“Selamat pagi, Nona. Bisa kami bantu?” sapa ramah gadis cantik itu.
“Iya. Saya mau bertemu dengan Tuan Saka Bramana. Apa dia sudah datang?”
“Apa Nona sudah membuat janji sebelumnya?” Kinan sontak menggelengkan kepala. Gadis cantik itu tersenyum kemudian sudah mengajukan pertanyaan lagi.
“Apa boleh tahu apa keperluan Anda, Nona? Dan dari perusahaan apa? Biar nanti saya sampaikan.”
Kinan terdiam, dia ragu dan tampak maju mundur untuk mengatakan maksud tujuannya kali ini. Kinan menghela napas panjang kemudian perlahan membuka mulutnya.
“Eng ... katakan saja kalau Kinan mencarinya. Tuan Saka sudah mengenal saya,” jawab Kinan penuh percaya diri. Namun, ekspresi berbeda terlihat jelas dari raut gadis cantik di depannya itu. Gadis itu langsung mengernyitkan alisnya, menatap Kinan dari atas sampai bawah bagai memindai tubuhnya.
Kinan hanya diam, tertegun dengan ulah gadis front office ini. Padahal dia merasa sudah mengenakan baju yang sopan bahkan yang paling terbaik ia punya. Apa ada yang salah dengannya?
“Baik, tunggu sebentar. Silakan Anda menunggu di sana!” ucap gadis cantik itu.
Kinan menganggukkan kepala kemudian kembali ke tempat duduknya. Tak lama si gadis cantik memanggil dan mengatakan kalau Saka sedang ada meeting pagi dan minta Kinan menunggunya. Kinan mengangguk dan kembali duduk manis di tempatnya. Ia memaklumi bagaimana jadwal Saka yang super padat. Dia seorang CEO dan juga pengusaha terkenal di kota ini. Rasanya itu hal yang wajar jika dia sibuk.
Satu jam, dua jam hingga tiga jam Kinan menunggu. Ia tidak sabar dan bergegas bangkit berjalan menuju gadis front office itu lagi.
“Mbak, Tuan Saka belum selesai meetingnya?” tanya Kinan dengan kesal. Ia sangat lelah menunggu sepanjang hari apalagi perutnya yang lapar karena belum terisi makanan sejak tadi pagi sudah meronta minta diisi.
“Maaf, Nona. Tadi sudah saya sampaikan ke sekretarisnya, katanya Tuan Saka masih meeting dan kalau sudah selesai akan segera menemui Anda. Silakan tunggu sebentar lagi,” ucap gadis cantik itu menenangkan Kinan.
Kinan menganggukkan kepalanya kemudian dengan langkah gontai kembali duduk di tempatnya semula. Kinan duduk sambil menyandarkan kepalanya ke punggung sofa karena kelelahan menunggu, akhirnya tanpa sadar Kinan memejamkan matanya.
Dia terjingkat kaget saat bunyi alarm pertanda jam istirahat makan siang berbunyi di gedung tersebut. Kinan mengucek mata sambil mengedarkan pandangannya, semua karyawan tampak berhambur keluar untuk menikmati istirahat makan siangnya.
Kinan kesal, ia merasa dipermainkan. Gadis manis itu kemudian bangkit dari duduknya menghampiri gadis front office lagi. “Mbak, apa Tuan Saka belum selesai juga meetingnya?” tanya Kinan penuh amarah.
“Iya, Nona. Sepertinya belum selesai, mohon tunggu sebentar.”
“Aku capek disuruh nunggu terus. Sekarang katakan di lantai berapa ruangan Tuan Saka, biar aku ke sana sendiri,” sungut Kinan. Sontak gadis cantik penjaga front office itu hanya diam. Dia seakan tidak mau memberitahu keberadaan ruangan tuannya.
“Baik, kalau gak mau ngasih tahu. Aku cari sendiri.” Kinan sudah pergi berlalu kemudian berjalan menuju lift. Di sebelah lift, ada sebuah papan petunjuk denah lantai di gedung ini. Kinan berhenti sejenak untuk melihat di lantai berapa ruangan Saka berada.
“Hmm ... lantai 12 untuk direksi. Pasti dia di sana,” gumam Kinan. Kinan masuk lift dan menekan nomor 12. Dia berharap pria yang ingin ditemuinya masih ada di tempat dan belum istirahat makan siang.
TING!!!
Pintu lift terbuka di lantai 12, Kinan bergegas keluar lalu hendak masuk menerobos ruangan berpintu kaca di sana. Namun, seorang sekuriti menahannya kembali.
“Anda cari siapa, Nona?” tanya petugas sekuriti itu.
“Saya mau bertemu Saka, Pak,” jawab Kinan.
“Apa sudah membuat janji?” Kinan terdiam mendecak kesal sambil menatap tak senang ke petugas sekuriti itu.
“Pak, memangnya sepenting apa sih dia. Masak menemui tunangan sendiri saja sesulit ini,” gumam Kinan kesal. Sontak petugas sekuriti itu tertawa mendengar ucapan Kinan.
“Nona, jangan berkata konyol. Tidak mungkin Tuan Saka bertunangan dengan Anda. Pacarnya saja tidak ada yang seperti Anda. Ini menggelikan sekali.” Kinan makin kesal dengan sikap melecehkan petugas sekuriti itu.
“Kalau Anda tidak percaya, tanyakan saja ke Saka sendiri!” tantang Kinan. Petugas sekuriti itu makin tertawa seolah melihat Kinan seperti pelawak saja. Kinan kesal, ini kesempatan terakhirnya untuk menolong orangtuanya. Mengapa juga pria menyebalkan ini menghalangi jalannya.
Kinan terdiam, mengolah udara lalu tiba-tiba menyelinap masuk saat petugas sekuriti itu lengah. Suasana sepi menyambut Kinan begitu masuk ke ruangan berpintu kaca itu, mungkin karena semua pegawainya sedang beristirahat.
Kinan kebingungan mencari ruangan Saka, akhirnya dia berteriak memanggil nama Saka sembari membuka pintu ruangan satu persatu.
“SAKA!! Kamu di mana? SAKA!!” seru Kinan. Kinan terus membuka satu persatu pintu ruangan tersebut dan semuanya kosong tak berpenghuni. Sementara di belakangnya tampak sang Sekuriti berlarian mencoba mencegah ulah Kinan tersebut.
“Nona, jangan memancing emosi saya, Nona!” pekik si Sekuriti dan Kinan tak ambil pusing.
Langkahnya sudah terhenti di ruangan terakhir dan Kinan langsung membuka pintunya. Ia langsung terdiam saat melihat ada beberapa orang pria yang tampak duduk berhadapan seakan sedang membicarakan hal penting. Kinan mengedarkan pandangannya dan menatap pria yang duduk sendiri di kursi kerjanya.
“Kinan?” seru pria yang duduk di kursi kerja tersebut. Kinan tersenyum, ia sedikit lega kalau Saka mengenalinya.
“Iya, aku Kinan. Ada satu hal yang ingin aku katakan padamu, Saka,” ucap Kinan kemudian. Saka terdiam dan menatap Kinan dengan seksama, begitu juga dua orang di depan Saka. Semua menoleh ke arah Kinan yang berdiri terpaku di depan pintu ruangan.
“Ayo ... ayo kita nikah, Saka!”
“Nikah? Emang dia gadis yang mana lagi, Saka?” tanya salah satu pria yang duduk di depan Saka. Saka masih diam dan tertegun menatap Kinan yang terpaku di tempatnya.“Bukannya pacar kamu Airin, Saka. Lalu ini siapa lagi?” kata pria yang lain.Saka menghela napas panjang kemudian bangkit dari kursinya. Ia berjalan menghampiri Kinan dan menarik tubuhnya mendekat.“Dia Kinan, tunanganku dan aku akan menikah dengannya,” ucap Saka kemudian.“HAH!!” Sontak dua orang pria yang sedang duduk di depan Kinan terkejut mendengar ucapan Saka.“Aku rasa meeting pagi kita sudah selesai. Kalian bisa kembali ke ruangan kalian dan biarkan aku dengan Kinan membahas pernikahan kami. Benar begitu, Sayang?” lanjut Saka dengan tersenyum manis.Kinan hanya diam, menatap Saka tanpa ekspresi. Dua orang teman Saka itu langsung berdiri. Mereka terdiam sejenak mengamati Kinan dari atas hingga bawah kemudian menyu
“GILA!! Aku tidak mau,” tolak Kinan serta merta.Ia sudah memundurkan tubuhnya dan memalingkan wajah dari Saka sembari melipat tangannya. Saka menghela napas panjang sambil mengulum senyum kemenangan.“Ya sudah kalau gak mau. Tapi apa kamu mau bertanggungjawab dengan apa yang akan menimpa orangtuamu nantinya,” ucap Saka.Kinan terdiam, ia mengalihkan wajahnya lagi, menatap Saka dan kini Saka yang pura-pura tidak melihatnya. Pria berdagu belah itu tampak sibuk memainkan ponselnya. Mengapa juga Saka seakan tahu apa yang akan terjadi pada orangtua Kinan hari ini.“Kamu licik juga ternyata.” Saka mengangkat kepala dan menatap ke arah Kinan saat ia berkata seperti itu.“Licik?” Alis Saka sudah terangkat keduanya sementara matanya yang kelam menatap tajam Kinan seakan sedang menelanjanginya.“Kalau aku tidak membutuhkan pertolonganmu aku tidak akan mau menikah denganmu,” geram Kinan. Saka
“Suami?? Sejak kapan aku menikah denganmu?” sergah Saka tidak kalah terkejutnya. Dia sudah bangkit dan berdiri di samping Kinan.“Diam kamu, Saka! Kamu pikir hubungan kita dan apa yang kita lakukan selama ini tidak seperti layaknya sebuah pernikahan. Kita sudah melakukan banyak hal, Saka. Apa kamu tidak ingat?” seru gadis cantik itu.Kinan hanya diam, ia melirik Saka yang tampak kebingungan kemudian melihat gadis cantik ini dengan seksama. Sementara tangannya masih mengelus pipinya yang kesakitan karena tamparan tadi.“Apa yang terjadi? Apa Saka sudah menikah dan aku sudah merebutnya? Ya Tuhan, kenapa aku tidak menyelidikinya lebih dulu. Bagaimana ini?” sesal Kinan dalam hati.“Airin, DENGAR!! Hubungan kita hanya sekedar pacaran dan bukan suami istri. Kinan, aku harap kamu gak salah paham dengan ucapannya.” Saka mencoba menjelaskan hal itu kepada dua wanita di depannya ini.“Jadi nama pelakor in
“Tunggu dulu! Kenapa kamu tahu alamat rumahku tanpa bertanya?” sergah Kinan. Saat ini Saka memang sudah mengendarai mobilnya mengantar Kinan pulang dan sepertinya sudah mendekati rumah Kinan.“Kamu lupa kalau kemarin malam aku sudah pernah datang ke rumahmu. Jadi jelas saja aku hapal, Kinan,” jawab Saka.Kinan terdiam dan hanya menganggukkan kepala. Ada apa dengan dirinya hari ini? Mengapa semua tampak membingungkan dan membuat dia pusing. Kinan menghela napas panjang, kemudian melirik sekilas ke arah Saka.“Terima kasih, Saka,”cicit Kinan lirih.“Untuk apa?” Saka bertanya tanpa menoleh sedikit pun ke Kinan. Ganti Kinan yang malah menoleh ke arahnya.“Ya, untuk bantuanmu ini. Aku harap kita tidak terlambat.”Saka hanya menghela napas panjang dan menganggukkan kepala. Tak lama mobil Saka sudah masuk ke pelataran rumah Kinan. Tepat dugaan Kinan kalau dua orang deb kolektor itu sudah d
“Bukan. Maksudku ... kalau dia menikah denganku dia pasti akan selingkuh,” ralat Saka seketika. Tapi tetap saja jawaban Saka itu tidak membuat Kinan puas. Ia masih menatap tajam ke arah Saka dengan tatapan bertanya.“Oke, baiklah. Airin memang pernah selingkuh dengan temanku dan aku tidak mau itu terjadi lagi. Orang yang sudah penah selingkuh pasti akan melakukan perselingkuhannya lagi. Dia sudah merasa enjoy dengan hal itu,” jelas Saka kemudian.Kinan hanya menghela napas panjang sambil sibuk menganggukkan kepala. Kenapa juga tiba-tiba ingatannya kembali di kehidupannya yang berbeda. Saat dia berpacaran dengan Fajar dulu. Fajar tidak pernah berbuat salah apalagi selingkuh, dia selalu bersikap manis di depan Kinan. Namun, pada akhirnya dia juga yang menghancurkan hidup Kinan dengan berakhir menjadi budak napsu Saka.Kinan mengernyitkan matanya seraya terpejam tanpa sadar ia menggelengkan kepalanya berulang membuat Saka bingung melihatnya.
“Kinan, kamu seperti anak kecil saja. Ayah dan ibu hanya pergi sebentar, kok. Kamu tunggu di rumah, ya?” bujuk Hana. Kinan menggelengkan kepala, kini tangannya sudah menahan tangan ayah dan ibunya untuk tidak melanjutkan langkahnya. Hana dan Bayu makin bingung, mereka saling bertatapan kemudian melihat ke arah Kinan secara bersamaan. “Ada apa sebenarnya, Kinan? Apa Saka mengatakan sesuatu tadi?” tebak Bayu. Kinan menggelengkan kepala memberi jawaban atas pertanyaan ayahnya. “Tidak. Ini tidak ada hubungannya dengan Saka sama sekali. Ini hanya berhubungan dengan ayah dan ibu saja.” Hana dan Bayu tertegun dengan penuturan Kinan. Kinan terdiam kemudian tiba-tiba duduk bersimpuh di depan Hana dan Bayu seraya memohon. “Aku minta jangan pergi kemana-mana sore ini. Kalau ayah dan ibu ingin memberitahu kerabat soal lamaran Kinan, bukankah bisa melakukannya lewat telepon. Aku hanya minta Ayah dan Ibu di rumah saja sepanjang sore hingga malam. Aku mohon.” Hana dan Bayu tampak kebingungan us
“KAMU!!” Kinan menoleh dengan cepat ke arah Saka dan menatapnya penuh amarah. Namun, apa yang terjadi malah di luar dugaan Kinan.Begitu Kinan menoleh ke arah Saka secepat itu juga Saka menyambar bibir Kinan dan mengecupnya. Posisi mereka yang berdekatan memudahkan Saka untuk melakukannya bahkan pria tampan berdagu belah itu tak peduli dengan tatapan para tamu dan kerabat yang terkejut melihat ulah nakalnya.“Astaga, Saka! Kamu gak sabaran banget,” seloroh Nyonya Septa yang duduk tak jauh dari Saka. Saka tersenyum cengengesan sedangkan Kinan menundukkan kepala menutupi rona merah yang sudah memenuhi wajahnya.“Nanti malam bakal lebih dahsyat dari itu,” bisik Saka di telinga Kinan.Kinan hanya diam membisu, ia menghela napas panjang sambil memejamkan mata. Kenapa juga bayangan menyeramkan di malam jahanam itu kembali terputar di benaknya. Saka yang memperlakukannya dengan kasar, memukul, menjambak, bahkan merobek seluruh
CUP!“Selamat pagi, Sayang.” Kinan terkejut saat sebuah kecupan singgah di wajahnya disertai ucapan selamat pagi menyapa.Kinan mengerjapkan mata mencoba menghalau sinar mentari yang masuk menerobos tirai kamar mereka. Sosok pria tampan yang baru saja mengecupnya sudah berdiri tegak di sampingnya dan tersenyum dengan manis.“Kamu masih ngantuk, Sayang?” sekali lagi suara bariton itu mengingatkan Kinan. Kinan menggeleng kemudian sudah perlahan menyibak selimut.Ia sudah mengingat kalau sudah resmi menjadi istri Saka, oleh sebab itu dia terbangun di kamar asing nan indah ini.“Kamu mau sarapan di kamar atau di ruang makan?” Kembali Saka bertanya. Kinan terdiam dan melhat pria tampan itu tampak sibuk bercermin seraya merapikan pakaiannya.“Eng ... di luar saja, Saka,” jawab Kinan.Ia sudah menyibak selimut dan bersiap turun dari kasur. Namun, baru saja Kinan menjejakkan kakinya ke lantai be