Share

Menuntut Pembalasan

“Bagaimana bisa aku masih hidup?!” 

Luo Tan sama sekali tidak menyangka dirinya masih bisa melihat matahari setelah meledakkan diri! 

Namun, saat dirinya terbangun, dia menyadari ada yang berbeda dari tubuhnya.

Luo Tan menatap ke bawah, pada tubuh gempal yang dibalut pakaian murid berwarna putih yang kotor dengan darah dan tanah.

Dia memeriksa cepat tubuhnya, lalu menyadari satu hal.

“Ini … bukan tubuhku ….”

Tepat di saat dia menyadari hal tersebut, Luo Tan merasakan pening yang sangat pada benaknya. Gelombang ingatan yang menerpa masuk membuatnya mengernyitkan dahi..

Dengan cepat, Luo Tan melipat kedua kakinya dan duduk dengan kaki terliipat, mengambil posisi meditasi untuk menerima ingatan pemilik tubuh yang sebenarnya.

‘Chen Yi … pemilik tubuh asli ini bernama … Chen Yi.’

**

Di pekarangan sebuah perguruan, terlihat satu murid junior bertubuh gempal dengan wajah penuh dengan jerawat tengah menghadap tiga pria dengan pakaian murid senior.

“Chen Yi, pergilah mencari rumput merah di puncak Gunung Awan,” ucap salah satu murid senior selagi duduk di sebatang pohon tumbang dengan satu tangan memegang ranting. Kalimatnya membuat Chen Yi, adik junior yang berada dalam satu naungan guru yang sama, menunduk gugup di depannya.

Perintah kakak seperguruannya membuat Chen Yi menggigil ketakutan. “K-kenapa be-begitu mendadak, Kak Wei?”

Wei Quan–kakak seperguruan yang tengah berbicara dengan Chen Yi–berang mendengar perintahnya dipertanyakan. Ranting yang tadi ada di tangannya dilempar ke arah Chen Yi. 

“Berani sekali kamu mempertanyakan perintahku!”

BRUK 

“Aku sudah lancang! Mohon Kakak Senior Wei memaafkan!” Lutut Chen Yi membentur tanah kering dengan keras dan dia pun bersujud memohon ampun kepada Wei Quan yang masih memandangnya garang. 

Cairan merah beraroma anyir merembes dari kepalanya, turun ke dagu lantas menetes membasahi pakaian. Ranting yang tadi dilempar Wei Quan mengenai pelipisnya, sehingga menggores kulit Chen Yi. 

“Ha ha ha, dasar bodoh! Sudah tahu Kak Wei tidak suka dibantah, masih banyak tanya!”

“Iya, laksanakan saja perintahnya apa susahnya sih?!”

Dua murid senior lain tertawa melihat penampilan menyedihkan Chen Yi.

Tubuh Chen Yi bergetar, matanya sedikit memerah. Ditindas oleh kakak seperguruan sudah sering dia hadapi, jadi dia tahu bahwa yang bisa dia lakukan hanyalah … bertahan.

Melihat penampilan Chen Yi yang menyedihkan, Wei Quan mendengkus sembari mendecakkan lidah. Di matanya penampilan Chen Yi sangat menjijikkan. 

Tubuh besar Chen Yi tidak diiringi dengan otak yang cerdas. Adik seperguruannya itu lebih lihai menghabiskan makanan dibanding melakukan kultivasi. Akan tetapi, bahkan dengan konstitusi tubuh yang lemah dan kepintaran jongkoknya itu, guru mereka masih begitu menyayanginya.

Wei Quan tidak terima!

Kalau Chen Yi memang begitu pantas disayang, maka coba tunjukkan kemampuannya!

“Sudahl Kamu pergi saja sekarang. Aku tidak tahan melihat wajah jelekmu lebih lama lagi!” 

Wei Quan berdiri lalu menendang keras bahu Chen Yi hingga pemuda itu jatuh terguling ke tanah. 

“Ingat, kamu harus berhasil membawa rumput merah ke hadapanku. Jangan sampai melakukan kesalahan yang sama seperti minggu lalu.” Wei Quan memperingati Chen Yi.

“A-aku mengerti, Kakak Senior Wei!” Chen Yi buru – buru bangkit, berniat untuk pergi. Namun, dia tersadar akan satu hal dan memberanikan diri untuk bertanya, “Apa Kakak akan menemaniku pergi ke Gunung Awan?”

Pertanyaan Chen Yi disambut dengan gelak tawa saudara seperguruannya yang lain. Bahkan salah seorang di antaranya sampai membungkuk karena tak sanggup menahan geli. 

“Jangan katakan kamu takut pergi ke Gunung Awan sendirian.” Wei Quan menyipitkan mata dengan perasaan gusar. 

Chen Yi menggigit bibir dengan kuat. Dia nyaris melupakan rasa sakit di pelipisnya karena terlalu takut membayangkan dirinya harus naik ke puncak gunung seorang diri. 

Chen Yi hanyalah seorang kultivator tingkat rendah, dia bahkan belum sepenuhnya menguasai kultivator dasar tingkat satu! Pergi ke Gunung Awan yang merupakan rumah bagi banyaknya monster jiwa sama saja seperti mengantarkan dirinya secara langsung untuk kematian! 

PLAK! 

Wajah Chen Yi kembali menjadi sasaran kemarahan Wei Quan. Kali ini ditampar hingga meninggalkan cap merah di kulitnya. 

“Memalukan! Kamu sudah lama belajar di perguruan ini tetapi masih takut naik gunung sendirian?! Nama guru kita akan semakin diremehkan petinggi perguruan kalau mereka tahu dia memiliki murid menyedihkan sepertimu!”

Chen Yi memegang pipinya yang berdenyut nyeri. Namun, dia hanya bisa terdiam sembari menggigit bibir. 

Chen Yi tahu dirinya memalukan, tapi sungguh, Chen Yi sudah berusaha keras untuk berkultivasi. Sayangnya, tubuhnya memang tidak mampu berkembang. Bahkan anak-anak yang lebih muda darinya saja sudah memiliki tingkat kultivasi lebih tinggi.

Tahu Wei Quan akan semakin marah kalau dia menolak, Chen Yi langsung berkata, “A-aku akan pergi sekarang, Kakak Senior Wei.” Dia mencoba terlihat tegar meski suaranya bergetar. 

Wei Quan tersenyum lebar mendengarnya, tapi senyuman itu seakan mengandung kekejaman tersembunyi. Dia mengedipkan sebelah mata pada temannya yang berdiri di belakang Chen Yi . 

Kedipan mata Wei Quan segera dimengerti. Salah seorang temannya melempar kantong kecil ke arah Chen Yi. 

Kantong itu gagal ditangkap Chen Yi, sehingga Wei Quan kembali marah dibuatnya. 

Wei Quan menendang tubuh Chen Yi sampai terbungkuk kesakitan. “Cepat pungut kantong itu!”

“Jangan sampai kantong pengusir monster jiwa itu hilang!” hardik teman Wei Quan. “Kalau bukan karena Wei Quan begitu baik hati dan memerhatikan keamananmu, aku tidak akan ambil pusing menyiapkan benda itu untukmu!”

Salah satu teman Wei Quan yang lain berkata, “Wah, atau jangan-jangan kamu tidak menginginkannya? Kalau tidak mau, kita ambil kemba–”

“A-aku ambil!” seru Chen Yi seraya merangkak dan meraih kantong tersebut. Dengan kantong tersebut, dia bisa menghindari para monster jiwa dan mencari rumput dengan aman!

Chen Yi mengangkat kepala untuk berterima kasih kepada Wei Quan, tapi dia yakin pria itu hanya akan menghina dan memakinya kalau dia tidak segera pergi. Yang penting, Chen Yi tahu bahwa meski kakak seperguruannya tersebut sering berbuat keterlaluan, tetapi dia masih tidak tega mencelakai nyawanya. 

“A-aku pergi dulu,” pamit Chen Yi. 

Dia berjalan pergi tanpa menoleh ke belakang. Tanpa disadarinya Wei Quan menyeringai puas. 

“Lihat apakah dia masih bisa kembali hari ini!” ujar Wei Quan puas. “Sudah lama aku muak melihat wajahnya!”

Di sisi lain, salah satu temannya memasang wajah khawatir. “Kalau Guru tahu ….”

Wei Quan melotot. “Kalau tidak ada yang bicara, maka Guru tidak akan tahu.” Dia menatap kepergian Chen Yi dengan senyuman keji. “Saat Guru keluar dari permeditasiannya, mungkin bocah menjijikkan itu sudah jadi santapan monster jiwa!”

**

Tubuh besar Chen Yi membuatnya tidak bisa bergerak dengan cepat. Napasnya terengah-engah saat berusaha mendaki gunung yang terjal. Keringatnya bercucuran, menuruni dahi dan leher, membasahi pakaiannya.

“Harusnya aku lebih rajin berkultivasi,” keluh Chen Yi ketika akhirnya dia tiba di puncak Gunung Awan. 

Meski gunung ini bernama Awan, tingginya sebenarnya tidak seberapa. Akan tetapi, tenaga Chen Yi terkuras dengan cepat karena tidak memiliki kekuatan mumpuni dan ilmu peringan tubuh seperti murid perguruan lainnya. 

Puncak Gunung Awan banyak ditumbuhi oleh rumput obat. Namun, yang dicari oleh Chen Yi kali ini adalah rumput merah yang hanya tumbuh di bagian tertentu. 

Setelah tiga jam mencari, akhirnya Chen Yi melihat targetnya.

“Itu dia!” seru Chen Yi kegirangan. Langkahnya sedikit tersaruk-saruk karena kelelahan, tetapi dia tidak peduli. 

Hamparan rumput merah tumbuh subur di pinggir jurang. Chen Yi segera berlutut dan berusaha mencabut rumput obat itu sebanyak mungkin. 

Senyum terkembang di wajah Chen Yi yang dipenuhi jerawat. Mendapatkan tanaman obat ini berarti dia berhasil membuktikan bahwa dirinya bukan murid yang membuat gurunya malu. 

“Aku akan ambil lebih banyak! Saat Guru keluar dari meditasinya, aku akan buatkan ramuan yang–”

KRAK! 

Senyum di wajah Chen Yi membeku. Suara ranting yang diinjak hingga patah terdengar jelas di telinganya. 

Chen Yi menoleh ke belakang, tapi tidak ada siapa pun.

“Ka-kakak Senior Wei?” tanyanya gugup, berharap bahwa siapa pun yang baru saja menginjak ranting adalah saudara seperguruannya yang selalu menjahilinya. “Jang-jangan bercanda....”

Tidak ada sahutan dari belakang. Namun, dia bisa mendengar dengusan berat, suara yang sepertinya tidak dihasilkan oleh manusia. 

Kalau bukan manusia, maka–

Detik itu juga, tubuh Chen Yi membeku. Seekor monster jiwa serupa singa berbuntut ular muncul dari semak-semak dan menatapnya buas, seperti predator menatap mangsa.

Tanpa berpikir panjang, kaki Chen Yi bergerak lebih dulu dan mulai berlari kencang untuk kabur dari monster tersebut. Dia menjerit meminta pertolongan setelah melempar rumput merah ke arah monster jiwa. 

“Tolong! Siapa pun tolong!” teriak Chen Yi dengan suara sekencang mungkin.

Chen Yi berusaha kabur, tetapi tidak cukup cepat sehingga cakar monster jiwa sempat melukai lengannya.

“Ah!”

Chen Yi menjerit, tapi kakinya masih terus berlari. 

Darah mengalir deras dari luka di lengan kanannya. Membuat kepala Chen Yi terasa ringan karena banyaknya darah yang keluar.

Dia sudah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk berlari pergi. Sayang, monster jiwa bukan lawan yang sebanding bagi Chen Yi.

Dalam tempo singkat dia sudah tersudut di tepi jurang.

“Jangan, jangan...,” ratap Chen Yi kepada monster jiwa. Tubuhnya bergetar hebat melihat api berwarna merah terus menetes dari taring monster mengerikan itu. 

Chen Yi mundur selangkah, tetapi musuhnya juga maju selangkah. 

Chen Yi melirik ke samping, berharap ada peluang yang bisa membuatnya lolos. 

Namun, dia melakukan kesalahan besar. 

Saat Chen Yi melirik, monster jiwa itu justru menerjang ke depan, membuat Chen Yi refleks berusaha menghindar dan berakhir tergelincir jatuh ke jurang yang dalam.

“Ahhh!” 

Angin bersiul di telinga Chen Yi, dan dia melihat puncak jurang semakin jauh sebelum akhirnya–

BUGH!

Badan Chen Yi terhempas ke jurang dengan keras. Tulang punggungnya hancur seketika, sedangkan tengkoraknya nyaris tak lagi berbentuk. 

Chen Yi merasakan sakit yang teramat sangat, sehingga air matanya menggenang di pelupuk mata. 

Andai dia memiliki kultivasi yang setara dengan murid lain, Chen Yi tak akan bernasib naas seperti ini. 

Bola matanya bergerak-gerak seiring rasa sakit hati dan dendam yang perlahan menggumpal di dada. 

Dia tidak ingin mati sekarang! 

‘Kenapa? Kenapa harus aku yang bernasib seperti ini!?’

Darah Chen Yi  membasahi batu tempatnya terhempas, mengalir turun ke sungai dan bercampur dengan air yang dingin. 

Seakan dibawa oleh takdir, setetes darah Chen Yi yang bercampur dengan air sungai mengenai bilah pedang berkarat yang tertancap di dasar sungai. 

Satu napas terakhir Chen Yi ditariknya dengan susah payah sebelum badannya mengejang. Mata Chen Yi membelalak menatap langit, seakan menuntut keadilan pada dewa atas hidupnya yang malang.

‘Aku … ingin pembalasan ….’

***

Luo Tan mengerjapkan mata, tetesan air mata terasa panas di pipinya. Tangannya bergerak pelan, menyusuri jejak panas yang masih terasa.

Jejak ingatan Chen Yi membuat roh Luo Tan terguncang sehingga meneteskan air mata.

Pemilik tubuh yang kini dihuninya telah menjalani hidup yang begitu sulit, begitu tidak adil.

‘Dunia … memang tidak adil …,’ batin Luo Tan.

Saat mengusap mata, pergelangan tangan yang gemuk menarik perhatian Luo Tan. Hal itu membuatnya mengernyit sejenak saat menyadari tubuh ini hanya memiliki kekuatan fana, tetapi level kultivasinya bahkan belum mencapai tingkat pertama. 

Kalau bukan karena roh Luo Tan yang kuat, mungkin tubuh ini tidak akan sembuh dan berbentuk lagi!

Luo Tan tersenyum singkat, menertawakan takdir yang telah membuatnya hidup kembali di tubuh seorang bocah tanpa kemampuan. 

Namun, ini bukan rintangan baginya yang telah mencapai kultivasi setengah dewa tingkat sembilan. 

Matanya menggelap ketika teringat dendam Chen Yi. Disusul oleh sakit hatinya sendiri karena telah dikhianati oleh orang-orang terdekat. 

Luo Tan mengepalkan tangannya. “Chen Yi, aku akan membalaskan semua dendammu.” Matanya membara dengan amarah atas ketidakadilan dunia. “Semua orang yang telah mengejekmu akan menjilat ludah mereka kembali! Tubuh ini akan dihormati dan menimbulkan rasa takut pada tiap mata yang menatapnya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status