Luo Tan tidak tahu bagaimana hal itu terjadi. Mungkin saja kontrak itu terjadi saat ayam kecil tersebut terjatuh ke wajahnya. Namun, kontrak itu jelas kontrak sepihak yang tidak disetujui Luo Tan, dan hal tersebut menunjukkan bahwa ayam kecil itu yang mengabdikan dirinya sendiri kepadanya.
Dengan kontrak sepihak, apa pun yang terjadi kepada si ayam kecil tidak akan berefek pada Luo Tan. Berbeda dengan monster jiwa yang terkontrak dengan persetujuan dua pihak. Kalau monster jiwa terluka, maka tuannya juga akan terluka. Begitu pula sebaliknya.
Namun, mengesampingkan kenyataan itu, Luo Tan tetap tidak menginginkannya. Lagi pula, ayam kecil itu begitu cerewet dan tidak bisa berhenti berkicau!
“Kamu senang, bukan? Tidak semua orang bisa beruntung sepertimu! Aku–”
Sayang, betapa pun Luo Tan tidak menginginkannya, dia tidak memiliki pilihan. Bahkan setelah berkali-kali mengusir ayam kecil itu, monster jiwa itu menolak untuk pergi dan terus mengekornya.
Sejak saat itu, hari-hari Luo Tan tidak lagi terasa damai karena ocehan si ayam kecil yang hobi berceloteh dan membanggakan dirinya sendiri.
Mengingat semua hal itu membuat Luo Tan memijit pelipisnya. Di kehidupan lalu, dia adalah kultivator terhormat dengan dua monster terkontrak yang jauh lebih mengesankan. Naga Es Legendaris dan Singa Api milik Luo Tan sangat berwibawa dan mampu menjaga sikap maupun tata bicara, tidak seperti si berisik yang saat ini berada di hadapannya!
“Apa kamu tidak bisa diam?!” bentak Luo Tan yang terasa frustrasi terus mendengar cuitan si ayam kecil.
“Tuanku, tega sekali dirimu memintaku berhenti berbicara. Sedangkan kamu satu-satunya orang yang bisa kuajak bicara di sini!”
Luo Tan merengut. Alisnya yang tebal mengernyit tak suka.
“Tuanku, Tuanku! Kenapa tidak kamu ceritakan saja kejahatan Wei Quan pada gurumu?! Manusia jahat seperti dia harus segera diberi pelajaran!” Tidak puas hanya berteriak, si ayam kecil mulai melompat-lompat di depan wajah Luo Tan.
Teriakan melengking dan gerakan ayam kecil benar-benar memancing emosi Luo Tan. Diulurkannya tangan saat makhluk itu kembali melompat, lalu diremas gemas.
“Haruskah aku menggoreng dirimu sesuai namamu agar kamu bisa diam?”
Mata ayam kecil itu berair, lalu dia bertanya dengan suara pelan, “Tuanku … ingin menggoreng Zha Ji?”
(Catatan: Zha Ji artinya ayam goreng)
“Kalau kamu tidak bisa diam, aku sungguh akan menggorengmu,” ancam Luo Tan dengan wajah dingin.
Ayam kecil bernama Zha Ji itu terdiam sejenak, membuat Luo Tan bisa bernapas lega karena ancamannya berhasil. Namun, kelegaan yang dirasakan Luo Tan tidak berlangsung lama.
Zha Ji memberontak di genggaman Luo Tan hingga terlepas dan mengentakkan kaki di lantai kayu sambil menjerit marah. “Tuanku! Zha Ji bukan ayam goreng, tetapi Feniks Agung yang langka. Bagaimana bisa Tuanku terpikir menggoreng Zha Ji?!”
Luo Tan menarik kaki Zha Ji dengan tangan kirinya. Membuat monster jiwa berbentuk ayam kecil itu harus bergelantungan terbalik.
Sayapnya dikepakkan lebih cepat karena panik, tetapi Luo Tan hanya menatapnya malas. Tidak sedikit pun kasihan dengan kepanikan monster jiwa terkontraknya itu.
“Aku baru tahu feniks Agung memiliki bentuk serupa anak ayam kurang gizi,” ledek Luo Tan.
“Huhuhu, Tuanku Luo Tan memang jahat. Zha Ji kurus karena mengobati tubuh Tuan selama berkultivasi. Tetapi ini balasan yang Zha Ji terima …,” isak Zha Ji kesal.
Sayapnya mulai terkulai lemas. Zha Ji tidak lagi memberontak di tangan Luo Tan, teriakannya berganti dengan suara anak kecil yang menangis sesenggukan.
Luo Tan menarik napas panjang, lalu menghembuskannya dengan kesal. Ucapan Zha Ji membuatnya sadar akan satu hal.
Dirinya bisa terbangun tanpa luka di tubuh Chen Yi … memang akibat Zha Ji.
Hal ini dipastikan oleh Luo Tan ketika dia lanjut berkultivasi dan merasakan adanya aura Qi Zha Ji di dalam tubuhnya.
Luo Tan tidak bisa mengingat apakah di masa lalu dirinya pernah bersinggungan dengan Zha Ji dan membuat makhluk itu berutang budi padanya, tapi pada kenyataannya Luo Tan memang berhasil terbangun tanpa luka apapun di tubuh Chen Yi. Sesuatu yang nyaris mustahil mengingat saat itu Chen Yi terjatuh dari tebing tinggi.
Demikian, bahkan sebelum Luo Tan menyelamatkan Zha Ji dari monster jiwa serigala, sepertinya … ayam kecil itu sudah lebih dahulu mengenalinya … atau mengenali Chen Yi.
“Sudah, jangan menangis,” ucap Luo Tan seraya menarik Zha Ji ke dalam dekapan. “Aku minta maaf.” Luo Tan mengelus kepala Zha Ji yang berbulu kuning.
Bulu ayam itu terasa halus sehingga Luo Tan tersenyum tak berdaya saat membelainya, merasa seperti memiliki peliharaan menggemaskan.
Dari lemahnya Zha Ji, Luo Tan yakin ayam kecil itu masih sangat muda. Tidak heran dia tidak bisa berhenti bicara dan penasaran akan banyak hal. Zha Ji sama saja seperti anak bocah yang ingin tahu mengenai segala hal di dunia.
Tepat saat Luo Tan memikirkan hal itu, Zha Ji langsung mengangkat wajahnya dan memandang Luo Tan dengan senyuman lebar. “Jadi, kenapa tuanku Luo Tan tidak membongkar kedok Wei Quan?”
Pelipis Luo Tan berkedut. Ayam kecil menyebalkan ini … menipunya?!
Dari ekspresi Zha Ji yang tidak lagi sedih, kentara ayam kecil itu baru saja bersandiwara untuk memancing rasa bersalah Luo Tan!
“Tuanku?” Mata Zha Ji berbinar-binar tanpa rasa bersalah.
Tidak ingin memperpanjang masalah, Luo Tan pun berkata, “Tidak ada gunanya bagiku kalau langsung membongkar kedok Wei Quan. Guru Lin hanya bisa mengusirnya dari Bukit Kesucian, tetapi dia tidak bisa mengusir murid tidak berbakti itu dari Perguruan Merpati Putih.” Luo Tan memutuskan untuk menjawab pertanyaan Zha Ji agar makhluk itu berhenti merongrongnya. “Lagi pula mengusir Wei Quan hanya akan membuatnya menumpuk dendam. Bisa jadi akan jatuh lebih banyak korban dari pihak murid Bukit Kesucian dan hal itu akan merepotkan Guru Lin lagi.”
Zha Ji menatapnya dengan sabar, menanti penjelasan lebih lanjut dari Luo Tan.
“Lebih baik aku meminta Wei Quan sebagai pengawas agar pergerakannya kian sempit. Dia akan selalu diawasi Lin Hua dan menjatuhkannya pun jadi lebih mudah.”
Zha Ji memandang Luo Tan kagum. “Tuanku, Anda selicik rubah.”
Mata Luo Tan terpicing seperti busur panah mendengar ucapan Zha Ji. Entah apakah ayam itu tengah menghina atau memujinya.
Namun, kemarahan Luo Tan luntur ketika dirinya teringat kehidupannya di masa lalu.
“Ya, aku memang selicik rubah,” ucap Luo Tan seraya menatap kosong ke udara dan menembus ruang dan waktu, membayangkan tawa semua orang yang merendahkan dan mengkhianatinya di masa lalu. “Lebih baik menjadi penjahat yang bisa bertahan hidup dibandingkan menjadi orang baik yang secara konyol kehilangan nyawa.”
Tiga hari telah berlalu, masa hukuman Wei Quan baru saja selesai. Pagi ini dia keluar dari kamar dengan wajah masam. Diketuknya pintu kamar Luo Tan seraya menyebut nama pemuda itu berulang kali. “Chen Yi, cepatlah keluar. Upacara penyambutan murid sebentar lagi akan dimulai.”Layar pintu bergeser, sosok Luo Tan pun keluar dari kamar yang gelap. Semula, sosoknya tidak terlihat jelas karena tertutup bayang-bayang, tetapi beberapa saat kemudian Wei Quan ternganga melihatnya. Di bawah siraman sinar matahari sosok Luo Tan terlihat bercahaya. Matanya bersinar tajam dengan alis seperti busur panah. Memberi kesan arogan sehingga Wei Quan mundur satu langkah hanya karena satu tatapan darinya. Hidung mancung membuat garis wajahnya semakin tegas. Sepintas Luo Tan tampak keras tetapi bibirnya yang tipis berwarna kemerahan membuat wajahnya terlihat lebih lembut. “Apa sekarang sudah waktunya berangkat?” tanya Luo Tan tenang. Wei Quan masih tercengang. “Kakak Senior Wei?”Tepukan tangan Luo Ta
Perempuan itu tampak anggun, senyumnya lembut penuh kasih. Wajahnya tenang ketika menyapa para tetua dan seluruh murid Perguruan Merpati Putih. Semua menyahut dengan sopan. Posisi yang ditempati Yun Xiang membuatnya semakin dihormati sekaligus disegani. Namun, berbeda dengan Luo Tan. Buku jarinya terkepal kaku, kukunya menusuk kulit telapak tangan hingga beberapa tetes darah bermunculan dari lukanya. Yun Xiang tidak berubah sedikitpun. Dia tetap terlibat cantik dan baik hati, sama seperti ratusan tahun silam ketika statusnya adalah tunangan Luo Tan. Mata lembut yang penuh pemujaan itu telah membuat Luo Tan terlena. Dengan mudahnya Luo Tan tertipu oleh sandiwara yang diperankan oleh Yun Xiang dan Luo Liang. Dia mendengkus marah tetapi tidak bisa melakukan apa-apa. Luo Tan sadar menyerang Yun Xiang bukan tindakan bijaksana, terutama karena tingkat kultuvasinya saat ini masih jauh dari Yun Xiang. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan hanyalah memandang Yun Xiang. Menatap wajah can
Apa yang terjadi?!” raung murid yang tadi menertawakan Luo Tan. Dia membungkuk dengan kedua tangan menutupi mata tetapi cahaya yang tersebar dari batu Jing Zi masih bisa menembus kelopak matanya.Raungan dan erangan bersahutan dari murid yang belum mencapai tingkat kultivasi tinggi. Mereka kesulitan menghadang cahaya menyilaukan dari batu Jing Zi.Namun, keadaan mulai berangsur kembali tenang ketika cahaya merah itu berangsur meredup. Mereka membuka mata dan menatap ke atas panggung.Walau mata mereka masih terasa kabur tetapi semua dapat melihat Luo Tan masih berdiri tegak di depan batu Jing Zi. Kedua telapak tangannya belum dilepaskan dari permukaan batu yang selicin cermin itu.“Tetua Lin, apa yang kamu berikan pada muridmu itu?” Yun Zihan bertanya ketus pada Lin Hua. “Apa kamu bertindak curang dengan memberinya eliksir energi?”“Apa yang Tetua Yun Zihan maksudkan? Muridku memang lemah tetapi aku tidak akan pernah merendahkan diriku dengan perbuatan curang seperti itu.” Lin Hua sen
Suara gumaman terdengar berdengung di seluruh aula. Hampir semua murid mempertanyakan keputusan yang diambil Luo Tan secara sembrono. Tidak mudah menarik perhatian Wakil Ketua Perguruan Merpati Putih. Meski dia terlihat baik hati tetapi Yun Xiang bukan orang yang bisa didekati dengan mudah. Tawaran Yun Xiang bukan hal yang bisa didapatkan dengan gampang tiap harinya. Hanya segelintir orang yang memperoleh kesempatan seperti itu. “Hei Wei Quan! Aku rasa Chen Yi memang benar-benar bodoh!” Teman Wei Quan menceletuk di tengah dengung keheranan murid lain. Wei Quan mengangkat kakinya lalu menendang teman seangkatannya yang baru saja menghina Luo Tan. Dia memberengut marah karena tidak terima ada orang lain yang menjelekkan murid di bawah bimbingannya. Sementara itu di panggung utama, Yun Xiang terdiam selama beberapa saat. Rona wajahnya sempat berubah ketika mendengar penolakan Luo Tan. Bukan hanya penolakan tersebut yang membuatnya tersinggung. Namun, sindiran Luo Tan yang secara ha
“Kudengar kamu terjebak di Gunung Awan untuk waktu lama?” “Ya.” “Sendirian?” “Ya.” “Bagaimana kamu bisa bertahan hidup kalau begitu? Bukankah saat itu kamu bahkan belum mencapai tingkat satu kultivator dasar?” “Langit melindungiku.” Pertukaran kalimat antara Shen Xixi dan Luo Tan sangatlah singkat. Hal itu membuat obrolan mereka terasa canggung karena Luo Tan tidak banyak menanggapi pertanyaan Shen Xixi. Selain satu dua kata, Luo Tan hanya mengangguk atau menggeleng untuk menjawab! Kesal, Shen Xixi pun berhenti bertanya dan bersiap pergi karena kesal. Pipinya yang tadi sempat merona kini tampak sedikit muram. “Bisa kulihat Adik Junior Chen adalah orang yang pelit kata,” sindir Shen Xixi, merasa tersinggung dan tidak dihormati. Ekspresi kekecewaan dan kemarahan Shen Xixi membuat Wei Quan sedikit panik. Dia sampai melotot ke arah Luo Tan yang terkesan dingin dan tidak memberi tanggapan sesuai dengan posisinya sekarang. Kalau tatapan bisa berbicara, Wei Quan pasti sedang berte
Setelah hari pemeriksaan elemen, hari pertama menghadiri kelas pun tiba. Luo Tan tengah mempersiapkan diri saat sebuah suara bercicit di kepalanya, “Aku ingin ikut!”Luo Tan mengernyitkan alisnya. Diliriknya ayam kecil berwarna kuning di sudut kamar, entah bagaimana caranya tetapi Luo Tan dapat memahami si ayam kecil tengah merajuk.“Apa yang ingin kamu lakukan di sana?” balasnya dingin seraya mengenakan sabuk sebagai pelengkap akhir seragam dari perguruan Merpati Putih.“Aku bosan meringkuk seharian di kamar sedangkan kamu bisa bersenang-senang di luar sana.”Luo Tan memutar bola matanya tanpa memberi tanggapan berarti.“Luo Tan, aku akan tetap mengikutimu walau kamu tidak mau membawaku!” Sayap Zha Ji yang berwarna kuning mengepak-ngepak penuh semangat. Bayangan akan menghirup udara segar membuatnya tidak sabar lagi segera keluar kamar“Terserah.”Sayap Zha Ji berhenti berkepak. Kepalanya yang mungil miring ke kiri lalu dia bertanya, “Kamu mengizinkanku keluar?”“Tentu.” Luo Tan mema
“Semuanya tenang!” Ma Yong mengangkat tangannya tinggi-tinggi untuk memenangkan para murid muda. Seruannya segera dituruti, mereka semua diam dan menunggu kalimat selanjutnya dari sang guru.Ma Yong tersenyum puas, sebelah tangannya mengusap dagu dengan rasa bangga. Dia senang karena semua murid baru tahun ini tampak begitu bersemangat.“Agar kalian lebih bersemangat, aku memutuskan untuk memberikan misi pertama pada kalian. Seharusnya misi pertama ini diberikan minggu depan tetapi melihat kalian yang penuh antusias rasanya lebih baik jika kuberikan hari ini saja.” Dia menyeringai senang lalu menunggu sorakan selanjutnya.Namun, tempat itu sunyi senyap. Hanya ada lirikan satu sama lain di antara kepala yang merunduk ke bawah.“Kenapa diam? Jangan katakan kalian takut menerima misi ini?!” Mata Ma Yong berkilat jenaka. Dia sudah ratusan kali menghadapi situasi serupa ketika murid-murid yang awalnya dipenuhi semangat mendadak menciut saat diberi misi pertama.“Mana yang tadi berteriak pa
Suasana di Gunung Awan tampak suram meski matahari sudah bersinar terang. Kabut mulai menebal ketika Luo Tan mendaki semakin tinggi.Dia berjalan santai tanpa menoleh ke arah manapun. Keadaan sepi seperti sekarang membuatnya merasa lebih tenang. Setidaknya dia aman dari Wei Quan yang terus merecokinya, telinga Luo Tan juga lebih nyaman karena tidak mendengar ocehan Zha Ji.Gunung Awan merupakan tempat yang unik. Ada hutan lebat dengan pepohonan menjulang tinggi sehingga menciptakan kesan mistis. Sedang di bagian lain hanya ada hamparan rumput dan bunga liar yang memanjakan mata.‘Monster jiwa seperti apa lagi yang akan kutemukan di sini?’ batin Luo Tan ketika mulai memasuki hutan lebat.“Apa pun monster jiwa yang Tuanku temui, tidak akan ada yang bisa mengalahkan kemampuanku!”Langkah Luo Tan langsung terhenti ketika mendengar suara melengking khas anak-anak itu. “Aku sudah meninggalkanmu di kamar!” desisnya.Meski ayam kecil itu tidak terlihat di depan mata Luo Tan tetapi dia bisa me