Tiga hari telah berlalu, masa hukuman Wei Quan baru saja selesai.
Pagi ini dia keluar dari kamar dengan wajah masam. Diketuknya pintu kamar Luo Tan seraya menyebut nama pemuda itu berulang kali. “Chen Yi, cepatlah keluar. Upacara penyambutan murid sebentar lagi akan dimulai.”
Layar pintu bergeser, sosok Luo Tan pun keluar dari kamar yang gelap. Semula, sosoknya tidak terlihat jelas karena tertutup bayang-bayang, tetapi beberapa saat kemudian Wei Quan ternganga melihatnya.
Di bawah siraman sinar matahari sosok Luo Tan terlihat bercahaya. Matanya bersinar tajam dengan alis seperti busur panah. Memberi kesan arogan sehingga Wei Quan mundur satu langkah hanya karena satu tatapan darinya.
Hidung mancung membuat garis wajahnya semakin tegas. Sepintas Luo Tan tampak keras tetapi bibirnya yang tipis berwarna kemerahan membuat wajahnya terlihat lebih lembut.
“Apa sekarang sudah waktunya berangkat?” tanya Luo Tan tenang.
Wei Quan masih tercengang.
“Kakak Senior Wei?”
Tepukan tangan Luo Tan di pundak Wei Quan berhasil membuatnya tersadar. Senior itu mengerjakan mata lalu menarik napas dalam. Selama beberapa saat dia bahkan lupa menarik napas karena tercengang melihat penampilan Luo Tan.
‘Para murid perempuan pasti terpesona karena kemunculan Chen Yi,’ batin Wei Quan. Diam-diam dia mengutuki nasib dirinya sendiri karena harus mendampingi Chen Yi di acara penyambutan murid.
“Ada yang sedang Kakak Senior Wei pikirkan?” Seulas senyum tipis muncul di bibir Luo Tan.
Wei Quan merasa terejek akibat senyuman dari juniornya itu, tetapi dia hanya bisa menghempaskan lengan baju. Saat ini dia tidak memiliki kuasa untuk menindas Luo Tan.
“Jangan banyak tanya! Ikut saja!”
Mereka berdua berjalan beriringan menuju aula yang berada di tengah perguruan Merpati Putih. Tempat tersebut bukan hanya menjadi aula pertemuan, tetapi juga menjadi aula pemeriksaan elemen Qi.
Semua murid wajib menghadiri pertemuan karena hari ini juga menjadi peresmian musim pelajaran baru. Murid-murid baru pun akan dikumpulkan untuk memeriksa elemen Qi mereka.
“Astaga, lihat murid yang baru masuk itu!”
“Matanya indah sekali. Aku seperti tenggelam ke dalamnya,” desah murid perempuan lain.
Tepat seperti dugaan Wei Quan tadi. Mereka berdua baru memasuki aula tetapi bisikan penuh gairah langsung berdengung dari berbagai arah.
Namun, desah kekaguman itu tidak bertahan lama. Suara tawa yang ditahan segera terdengar saat Luo Tan memasuki barisan murid baru.
Tubuhnya yang tinggi tampak mencolok di antara murid baru lain. Teman-teman seangkatannya baru melepas masa anak-anak dan berada di kisaran usia 13-14 tahun. Hanya dia seorang yang berusia 17 tahun dan membuatnya terlihat seperti orang bodoh.
“Kak, kamu tidak salah masuk barisan?” seru murid di depannya. Lalu dia tertawa cekikikan bersama murid lain yang sama-sama geli melihat Luo Tan berada di barisan mereka.
Luo Tan berdiri dengan tegak sedang matanya sama sekali tidak melirik pada murid yang sibuk menertawakan kehadirannya. Bagi Luo Tan suara mereka tidak lebih istimewa dari dengungan lalat.
Dibandingkan para murid, Luo Tan lebih tertarik pada tiga orang yang berdiri di depan tiga kelompok murid dari bukit berbeda.
Yang pertama adalah seorang pria dengan pakaian serba putih dengan sabuk hijau. Perawakannya tinggi dengan wajah tegas. Dari ingatan Chen Yi, Luo Tan mengenali pria itu sebagai Ma Yong, satu dari tiga tetua terhormat perguruan. Dia adalah pemimpin Bukit Kebajikan.
‘Dari auranya … dia adalah seorang Kultivator Tinggi,’ batin Luo Tan.
Luo Tan mengalihkan pandangan kepada satu pria yang berada tidak jauh dari Ma Yong.
‘Kalau yang itu …,’ bisik Luo Tan dalam hati saat melihat seorang pria bersabuk ungu yang terlihat murah senyum. Sembari terduduk di kursinya, pria itu terlihat menggoyang secangkir arak sebelum meneguknya sekaligus.
Luo Tan langsung mengenalinya sebagai pemimpin Bukit Kesetiaan, Yun Zihan. Sama seperti Ma Yong, dia juga seorang tetua di level Kultivator Tinggi.
‘Dan tetua terakhir ….’
Pandangan Luo Tan langsung bertemu dengan sepasang manik indah dan jernih. Dia pun langsung tersenyum dan membungkuk sedikit untuk menunjukkan hormatnya pada wanita yang tengah memerhatikan dirinya dengan pandangan lembut itu.
Ya, tetua ketiga adalah pemimpin Bukit Kesucian yang terkenal dengan kecantikannya dan statusnya sebagai satu-satunya tetua wanita di Perguruan Merpati Putih. Lin Hua, guru Chen Yi.
Itulah tiga tetua terhormat Perguruan Merpati Putih.
Melihat Luo Tan memberi hormat padanya, Lin Hua tersenyum sebelum mengalihkan pandangan pada Hu Lei yang berdiri di belakangnya. Mereka berbicara dengan serius sambil sesekali melirik ke arah Luo Tan.
“Lihat, lihat!” Tangan Luo Tan ditarik-tarik oleh murid di depannya. “Pemuda di belakang guru Lin itu bernama Hu Lei. Dia populer karena sangat baik dan bertanggung jawab dengan adik-adik seperguruan. Dia tidak seperti senior lain yang gemar menindas murid baru.”
Mendengar hal itu, Luo Tan memerhatikan Hu Lei. Sosok Hu Lei tentu sudah dikenalnya karena pemuda itu kerap menolong pemilik tubuh aslinya saat Lin Hua sedang berada di luar perguruan.
Tak lama, pandangan Luo Tan mendarat pada dua kursi di atas panggung yang kosong.
“Siapa pemilik dua kursi itu?” tanya Luo Tan, membuat sejumlah murid memerhatikan dirinya dengan bingung.
“Ckckck, kamu ini benar-benar parah. Apa benar kamu murid Perguruan Merpati Putih?” Murid di depannya menggeleng prihatin. “Sudah jelas kursi itu milik ketua dan wakil ketua Perguruan kita.”
“Mereka tidak hadir?”
“Ketua tidak akan ikut hadir karena sedang melakukan meditasi untuk sepuluh tahun. Mengenai wakil ketua ….”
“Wakil Ketua datang!” Penjaga aula berteriak nyaring. Suaranya menggema dalam aula, membuat dengung percakapan berhenti seketika.
Para tetua, wakil, dan murid pendamping setiap tetua segera berdiri. Lalu membungkuk hormat pada sosok yang baru memasuki aula.
Para murid pun serempak memberi hormat pada sosok tersebut. “Murid memberi hormat! Semoga Wakil Ketua panjang umur!”
“Berdirilah,” sahut Wakil Ketua. Suaranya lembut tetapi berwibawa.
Detik Luo Tan mendengar suara itu, tulang belakangnya terasa bergelenyar.
‘Suara ini ….’
Luo Tan mengangkat kepalanya dan pandangannya pun mendarat pada sosok yang begitu familier. Bukan familier dari ingatan Chen Yi, melainkan dari kehidupan lalunya!
‘Wakil Perguruan Merpatih Putih adalah …,’ tangan Luo Tan mengepal erat dan matanya memerah seakan berdarah, ‘Yun Xiang!’
Perempuan itu tampak anggun, senyumnya lembut penuh kasih. Wajahnya tenang ketika menyapa para tetua dan seluruh murid Perguruan Merpati Putih. Semua menyahut dengan sopan. Posisi yang ditempati Yun Xiang membuatnya semakin dihormati sekaligus disegani. Namun, berbeda dengan Luo Tan. Buku jarinya terkepal kaku, kukunya menusuk kulit telapak tangan hingga beberapa tetes darah bermunculan dari lukanya. Yun Xiang tidak berubah sedikitpun. Dia tetap terlibat cantik dan baik hati, sama seperti ratusan tahun silam ketika statusnya adalah tunangan Luo Tan. Mata lembut yang penuh pemujaan itu telah membuat Luo Tan terlena. Dengan mudahnya Luo Tan tertipu oleh sandiwara yang diperankan oleh Yun Xiang dan Luo Liang. Dia mendengkus marah tetapi tidak bisa melakukan apa-apa. Luo Tan sadar menyerang Yun Xiang bukan tindakan bijaksana, terutama karena tingkat kultuvasinya saat ini masih jauh dari Yun Xiang. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan hanyalah memandang Yun Xiang. Menatap wajah can
Apa yang terjadi?!” raung murid yang tadi menertawakan Luo Tan. Dia membungkuk dengan kedua tangan menutupi mata tetapi cahaya yang tersebar dari batu Jing Zi masih bisa menembus kelopak matanya.Raungan dan erangan bersahutan dari murid yang belum mencapai tingkat kultivasi tinggi. Mereka kesulitan menghadang cahaya menyilaukan dari batu Jing Zi.Namun, keadaan mulai berangsur kembali tenang ketika cahaya merah itu berangsur meredup. Mereka membuka mata dan menatap ke atas panggung.Walau mata mereka masih terasa kabur tetapi semua dapat melihat Luo Tan masih berdiri tegak di depan batu Jing Zi. Kedua telapak tangannya belum dilepaskan dari permukaan batu yang selicin cermin itu.“Tetua Lin, apa yang kamu berikan pada muridmu itu?” Yun Zihan bertanya ketus pada Lin Hua. “Apa kamu bertindak curang dengan memberinya eliksir energi?”“Apa yang Tetua Yun Zihan maksudkan? Muridku memang lemah tetapi aku tidak akan pernah merendahkan diriku dengan perbuatan curang seperti itu.” Lin Hua sen
Suara gumaman terdengar berdengung di seluruh aula. Hampir semua murid mempertanyakan keputusan yang diambil Luo Tan secara sembrono. Tidak mudah menarik perhatian Wakil Ketua Perguruan Merpati Putih. Meski dia terlihat baik hati tetapi Yun Xiang bukan orang yang bisa didekati dengan mudah. Tawaran Yun Xiang bukan hal yang bisa didapatkan dengan gampang tiap harinya. Hanya segelintir orang yang memperoleh kesempatan seperti itu. “Hei Wei Quan! Aku rasa Chen Yi memang benar-benar bodoh!” Teman Wei Quan menceletuk di tengah dengung keheranan murid lain. Wei Quan mengangkat kakinya lalu menendang teman seangkatannya yang baru saja menghina Luo Tan. Dia memberengut marah karena tidak terima ada orang lain yang menjelekkan murid di bawah bimbingannya. Sementara itu di panggung utama, Yun Xiang terdiam selama beberapa saat. Rona wajahnya sempat berubah ketika mendengar penolakan Luo Tan. Bukan hanya penolakan tersebut yang membuatnya tersinggung. Namun, sindiran Luo Tan yang secara ha
“Kudengar kamu terjebak di Gunung Awan untuk waktu lama?” “Ya.” “Sendirian?” “Ya.” “Bagaimana kamu bisa bertahan hidup kalau begitu? Bukankah saat itu kamu bahkan belum mencapai tingkat satu kultivator dasar?” “Langit melindungiku.” Pertukaran kalimat antara Shen Xixi dan Luo Tan sangatlah singkat. Hal itu membuat obrolan mereka terasa canggung karena Luo Tan tidak banyak menanggapi pertanyaan Shen Xixi. Selain satu dua kata, Luo Tan hanya mengangguk atau menggeleng untuk menjawab! Kesal, Shen Xixi pun berhenti bertanya dan bersiap pergi karena kesal. Pipinya yang tadi sempat merona kini tampak sedikit muram. “Bisa kulihat Adik Junior Chen adalah orang yang pelit kata,” sindir Shen Xixi, merasa tersinggung dan tidak dihormati. Ekspresi kekecewaan dan kemarahan Shen Xixi membuat Wei Quan sedikit panik. Dia sampai melotot ke arah Luo Tan yang terkesan dingin dan tidak memberi tanggapan sesuai dengan posisinya sekarang. Kalau tatapan bisa berbicara, Wei Quan pasti sedang berte
Setelah hari pemeriksaan elemen, hari pertama menghadiri kelas pun tiba. Luo Tan tengah mempersiapkan diri saat sebuah suara bercicit di kepalanya, “Aku ingin ikut!”Luo Tan mengernyitkan alisnya. Diliriknya ayam kecil berwarna kuning di sudut kamar, entah bagaimana caranya tetapi Luo Tan dapat memahami si ayam kecil tengah merajuk.“Apa yang ingin kamu lakukan di sana?” balasnya dingin seraya mengenakan sabuk sebagai pelengkap akhir seragam dari perguruan Merpati Putih.“Aku bosan meringkuk seharian di kamar sedangkan kamu bisa bersenang-senang di luar sana.”Luo Tan memutar bola matanya tanpa memberi tanggapan berarti.“Luo Tan, aku akan tetap mengikutimu walau kamu tidak mau membawaku!” Sayap Zha Ji yang berwarna kuning mengepak-ngepak penuh semangat. Bayangan akan menghirup udara segar membuatnya tidak sabar lagi segera keluar kamar“Terserah.”Sayap Zha Ji berhenti berkepak. Kepalanya yang mungil miring ke kiri lalu dia bertanya, “Kamu mengizinkanku keluar?”“Tentu.” Luo Tan mema
“Semuanya tenang!” Ma Yong mengangkat tangannya tinggi-tinggi untuk memenangkan para murid muda. Seruannya segera dituruti, mereka semua diam dan menunggu kalimat selanjutnya dari sang guru.Ma Yong tersenyum puas, sebelah tangannya mengusap dagu dengan rasa bangga. Dia senang karena semua murid baru tahun ini tampak begitu bersemangat.“Agar kalian lebih bersemangat, aku memutuskan untuk memberikan misi pertama pada kalian. Seharusnya misi pertama ini diberikan minggu depan tetapi melihat kalian yang penuh antusias rasanya lebih baik jika kuberikan hari ini saja.” Dia menyeringai senang lalu menunggu sorakan selanjutnya.Namun, tempat itu sunyi senyap. Hanya ada lirikan satu sama lain di antara kepala yang merunduk ke bawah.“Kenapa diam? Jangan katakan kalian takut menerima misi ini?!” Mata Ma Yong berkilat jenaka. Dia sudah ratusan kali menghadapi situasi serupa ketika murid-murid yang awalnya dipenuhi semangat mendadak menciut saat diberi misi pertama.“Mana yang tadi berteriak pa
Suasana di Gunung Awan tampak suram meski matahari sudah bersinar terang. Kabut mulai menebal ketika Luo Tan mendaki semakin tinggi.Dia berjalan santai tanpa menoleh ke arah manapun. Keadaan sepi seperti sekarang membuatnya merasa lebih tenang. Setidaknya dia aman dari Wei Quan yang terus merecokinya, telinga Luo Tan juga lebih nyaman karena tidak mendengar ocehan Zha Ji.Gunung Awan merupakan tempat yang unik. Ada hutan lebat dengan pepohonan menjulang tinggi sehingga menciptakan kesan mistis. Sedang di bagian lain hanya ada hamparan rumput dan bunga liar yang memanjakan mata.‘Monster jiwa seperti apa lagi yang akan kutemukan di sini?’ batin Luo Tan ketika mulai memasuki hutan lebat.“Apa pun monster jiwa yang Tuanku temui, tidak akan ada yang bisa mengalahkan kemampuanku!”Langkah Luo Tan langsung terhenti ketika mendengar suara melengking khas anak-anak itu. “Aku sudah meninggalkanmu di kamar!” desisnya.Meski ayam kecil itu tidak terlihat di depan mata Luo Tan tetapi dia bisa me
“Tuanku, kamu tidak apa-apa?” Zha Ji yang cerewet semakin cemas karena merasakan majikannya sudah terluka. “Diam.” Luo Tan bangkit dengan sedikit susah payah. “Kalau kamu berbicara sekali lagi, aku akan benar-benar membuatmu menjadi ayam goreng.”Lyo Tan tidak sempat mendengar sahutan Zha Ji karena dia harus berkelit dari serangan serigala perak yang mengamuk hebat. Tampaknya monster jiwa itu murka karena salah satu cakarnya telah terpotong. Mata Luo Tan yang tadinya sudah waspada kini terlihat berbeda. Pupil matanya mengecil sementara dia berusaha mengatur napas. Diamnya Luo Tan membuat serigala perak merasa mendapat kesempatan bagus. Dia melolong panjang sekali lagi lalu melompat dengan memamerkan taring panjangnya. Taring tajam itu dapat mengoyak daging manusia dengan mudah. Namun, Luo Tan tidak bergeming dari tempatnya berdiri. Tangan kanan Luo Tan menggenggam Pedang Roh Pusaka kian erat. Ketika taring serigala perak hanya berjarak beberapa jengkal dari kepala Luo Tan, baru l