“Chen Yi?” Lin Hua memanggil muridnya lagi, menyadarkan Luo Tan dari lamunannya. “Kamu keberatan?”
Wajah Lin Hua tampak serius, membuat Luo Tan tidak bisa menghindar kalau tidak mau membangkitkan kecurigaan darinya.
“Tidak,Guru,” balas Luo Tan seraya mengulurkan tangan dan membiarkan Lin Hua memeriksa nadi meridiannya.
Mata Lin Hua terpejam, dia pun meletakkan dua jarinya di garis nadi pergelangan tangan Luo Tan, memeriksa nadi meridian pria itu.
Detik berikutnya, Lin Hua terperanjat ketika merasakan aliran energi Qi yang lancar di seluruh tubuh Luo Tan.
Mata Lin Hua terbuka cepat. “Kamu berhasil memperlancar sumbatan dalam nadimu?!” tanyanya setengah berseru. “Bukan hanya itu, kamu sudah mencapai level kultivator dasar tingkat pertama!?”
Ini adalah keajaiban!
Sejak Chen Yi masih bayi, Lin Hua tahu nadi meridian pemuda itu tersumbat. Namun, Lin Hua masih bersikeras membawanya ke perguruan dengan harapan eliksir berkualitas tinggi bisa mengobati Chen Yi. Namun, sampai akhir … segala cara pun gagal.
Harapan palsu yang Lin Hua berikan ketika mengangkat Chen Yi sebagai murid membuat wanita itu selalu merasa bersalah kepada pemuda tersebut. Itu salah satu alasan Lin Hua sangat perhatian pada Chen Yi.
Namun, sekarang Chen Yi berhasil memperlancar aliran Qi di nadinya!
Lin Hua memandang Luo Tan takjub. “Sebenarnya apa yang terjadi selama kamu di Gunung Awan?”
Reaksi Lin Hua membuat Luo Tan membatin, ‘Hanya seperti itu saja sudah terkejut, apalagi kalau dia tahu tingkat kultivatorku yang sebenarnya.’
Guna menghindari kecurigaan Lin Hua terkait identitasnya, Luo Tan pun menyembunyikan level aslinya sebagai kultivator dasar tingkat enam.
Luo Tan tersenyum tipis, berusaha bertingkah seperti Chen Yi yang ramah. “Murid beruntung karena berhasil mendapatkan pusaka setelah jatuh ke sungai,” jawabnya.
Wajah cantik Lin Hua tampak penasaran, dia pun mendesak Luo Tan agar bercerita lebih lanjut.
“Seperti yang diceritakan Kakak Senior Wei, aku pergi ke Gunung Awan untuk mencari rumput merah. Sayangnya, aku kehilangan kantong pengusir monster jiwa pemberian kakak senior.
Monster jiwa mengejarku sampai terpojok ke jurang.” Luo Tan menutup matanya, menampakkan ekspresi kesulitan. “Aku kira aku akan mati saat itu, tetapi pusaka yang ada di dalam sungai menyelamatkan hidupku.”
‘Pusaka?’
Kedua alis Lin Hua hampir menyatu karena bingung. Sejak mereka bertemu di gunung, tidak sekalipun Lin Hua melihat Luo Tan membawa benda apa pun selain tubuh dan pakaian compang-campingnya.
“Pusaka apa?” tanya Lin Hua akhirnya.
Luo Tan mengeluarkan seuntai kalung dari dalam bajunya, sebuah liontin pedang bergelantung di tengahnya. Dia pun menyodorkannya ke arah Lin Hua.
“Ketika terjatuh ke sungai, aku melihat pusaka ini di dalam air. Cahayanya yang terang membuat monster jiwa berlari menjauh.”
Lin Hua meraih kalung yang diserahkan Luo Tan kepadanya. Sementara Luo Tan hanya mengamati tanpa memberi keterangan lebih lanjut.
Bohong, itu semua cerita rekayasa Luo Tan saja.
Saat terbangun di dalam tubuh Chen Yi, Luo Tan langsung merasakan keberadaan pedang tersebut di dasar sungai. Dia mengenali pedang itu lantaran benda tersebut adalah senjata miliknya yang dia gunakan ketika bertempur dengan Luo Liang waktu itu.
Seharusnya, pedang itu sudah menghilang. Namun, entah bagaimana pedang tersebut berakhir menancap di dasar sungai Gunung Awan.
‘Entah bagaimana caranya, pecahan rohku berakhir masuk ke dalam pedang tersebut,’ batin Luo Tan. ‘Itulah alasan ketika darah Chen Yi mengalir ke pedang itu, rohku secara otomatis masuk ke dalam tubuhnya.’
Walau kurang-lebih paham mengenai alasan dirinya bisa berakhir di tubuh Chen Yi, tapi Luo Tan masih tidak mengerti bagaimana pedangnya bisa ditemukan di dekat perguruan Merpati Putih.
Mungkinkah … sebenarnya Perguruan Merpati Putih sungguh berawal dari Perguruan Luo ribuan tahun silam?
Mengesampingkan kebingungannya, Luo Tan berusaha menghindari perhatian yang tidak diperlukan dengan memperkecil ukuran pedang itu dan menjadikannya liontin dengan ilmunya.
Liontin berbentuk pedang tidak menarik perhatian murid lain. Para guru dan tetua juga tidak akan berminat untuk mencari tahu.
“Kamu beruntung karena mendapatkan pusaka langka dan bernilai tinggi seperti ini. Kalau energi Qi pada tubuhmu sudah cukup tinggi, pedang miniatur ini bisa berubah menjadi pedang sesungguhnya.”
Ucapan Lin Hua membuat Luo Tan tertegun, rupanya perempuan itu cukup cermat juga.
“Simpan dengan baik. Jangan sampai ada orang lain yang mengetahuinya lalu berniat jahat merebut pusaka ini dari tanganmu,” tegas Lin Hua seraya mengembalikan kalung tersebut ke tangan muridnya.
Kalung itu diterima Luo Tan. Dia masih tercengang karena perhatian tulus yang diterimanya dari Lin Hua.
“Chen Yi, apa benar kamu terluka karena kelalaianmu sendiri?” Lin Hua bertanya lembut, tapi tatapan matanya meminta kebenaran.
Lin Hua bukannya tidak tahu kalau selama ini Chen Yi ditindas oleh murid lain karena perhatian berlebih yang dia curahkan pada pemuda itu. Namun, menemukan Chen Yi adalah alasan utama Lin Hua bisa bertahan hidup di masa sulitnya dulu.
Dituntut untuk berkata jujur, Luo Tan pun memasang wajah serius dan mulai angkat bicara, “Sebenarnya....”
***
“Kakak Senior Wei, aku takut Chen Yi akan melaporkan perbuatan kita pada guru.”
“Kamu pikir aku tidak takut?!” sembur Wei Quan.
Mereka bertiga menunggu dengan gelisah di taman. Bahkan sejak tadi Wei Quan berjalan mondar-mandir karena tidak sanggup duduk dengan tenang.
“Wei Quan, Guru Lin memanggil kalian.” Hu Lei menepuk pundak Wei Quan dari belakang. Membuat murid itu melompat kaget karena mengira diserang secara tiba-tiba.
Hampir saja Wei Quan menyumpahi Hu Lei, tetapi dia berhasil menutup mulutnya tepat waktu. Hu Lei adalah murid tertua Lin Hua, memancing perkara dengannya bukanlah tindakan bijaksana.
Wajah Hu Lei tampak suram, dia tidak tersenyum seperti biasa saat mereka bertemu.
Wei Quan bertukar pandang dengan teman-temannya. Mereka meneguk ludah dengan susah payah.
Habis sudah riwayat mereka. Chen Yi pasti telah melaporkan ulah mereka!
Wei Quan berjalan ragu, begitu pula dua temannya yang mengiringi di belakang. Langkah mereka yang biasanya panjang, kini sengaja dilambatkan untuk mengulur waktu.“Apa yang kalian lakukan? Guru Lin sudah menunggu sejak tadi,” tegur Hu Lei tidak sabar. Dia sudah berjalan lebih dulu memimpin rombongan, tetapi terpaksa berbalik lagi karena Wei Quan dan teman-temannya tak kunjung muncul. “Aku tidak yakin ini ide baik, Guru Lin masih kelelahan. Mungkin pertemuan ini bisa ditunda agar beliau bisa beristirahat lebih dulu,” jawab Wei Quan.“Apa yang dikatakan Kakak Senior Wei itu benar. Lebih baik Guru Lin beristirahat dulu,” timpal salah seorang pengikutnya. Hu Lei menyipitkan mata, diamatinya Wei Quan yang berdiri gelisah. Terlebih lagi ketika Wei Quan menggunakan lengan bajunya untuk mengusap keringat di dahi. “Sebenarnya apa yang kamu takutkan Wei Quan? Sejak tadi kulihat tingkahmu sangat gelisah, seakan-akan kamu baru saja melakukan kesalahan besar.” Hu Lei berjalan lebih dekat untuk
Tidak jauh berbeda dengan Hu Lei yang sangat kebingungan, kening Lin Hua yang mulus juga berkerut karena jawaban yang terdengar aneh baginya. Seingatnya, dulu bocah itu tidak terlalu menyukai Wei Quan, bahkan sering menghindari kontak dengannya.Dagunya terangkat agak tinggi untuk mengamati Luo Tan. Gerakannya agak canggung karena selama ini Lin Hua lebih sering menunduk saat berbicara dengan muridnya itu sebelum berkultivasi.“Chen Yi,” panggilnya lembut. “Kalau kamu ingin meminta didampingi murid lain, katakan saja padaku. Aku akan segera menggantinya dengan murid yang lebih kamu sukai.”Mata hitam Luo Tan membalas tatapan Lin Hua dengan ketegasan yang tidak pernah wanita itu lihat selama ini. Membuat hati Lin Hua bergetar karena tajamnya pandangan Luo Tan.“Tidak perlu Guru Lin. Aku sudah cukup puas dengan Kakak Senior Wei.” Luo Tan menjura hormat pada Lin Hua untuk menyatakan rasa terima kasihnya yang mendalam.Lin Hua mendesah dalam hati. Meski Luo Tan sudah berulang kali menyata
“Kenapa tidak membongkar kebusukan Wei Quan?” Terdengar suara asing berseru di balik punggung Luo Tan. Bahu Luo Tan menegang. Matanya berubah nyalang ketika berbalik ke belakang. WHOOSH!Tiga bilah jarum perak meluncur cepat dari jari Luo Tan. Tepat menuju asal suara misterius yang telah mengejutkannya. TAK! TAK! TAK!“Ah!” Mengikuti suara jarum yang menancap sempurna di tembok kayu ruangan, jeritan anak kecil bisa terdengar.Luo Tan menatap jarum perak yang tepat mengenai dinding. Bilahnya masih bergetar karena kuatnya gerakan pria tersebut.Tepat di bawah tiga jarum itu terdapat seekor makhluk berwarna kuning yang seakan berjongkok sembari memerhatikan senjata yang hampir merenggut nyawanya. Makhluk serupa anak ayam itu menggigil ketakutan, bahkan paruhnya pun ikut gemetar. Dengan mata yang berair, menunjukkan dirinya berada di ambang tangis, makhluk itu menatap Luo Tan dengan ekspresi memelas. “K-kejam! Manusia kejam!” Dia maju beberapa langkah, menghindari jarum yang berada d
Luo Tan tidak tahu bagaimana hal itu terjadi. Mungkin saja kontrak itu terjadi saat ayam kecil tersebut terjatuh ke wajahnya. Namun, kontrak itu jelas kontrak sepihak yang tidak disetujui Luo Tan, dan hal tersebut menunjukkan bahwa ayam kecil itu yang mengabdikan dirinya sendiri kepadanya.Dengan kontrak sepihak, apa pun yang terjadi kepada si ayam kecil tidak akan berefek pada Luo Tan. Berbeda dengan monster jiwa yang terkontrak dengan persetujuan dua pihak. Kalau monster jiwa terluka, maka tuannya juga akan terluka. Begitu pula sebaliknya.Namun, mengesampingkan kenyataan itu, Luo Tan tetap tidak menginginkannya. Lagi pula, ayam kecil itu begitu cerewet dan tidak bisa berhenti berkicau!“Kamu senang, bukan? Tidak semua orang bisa beruntung sepertimu! Aku–”Sayang, betapa pun Luo Tan tidak menginginkannya, dia tidak memiliki pilihan. Bahkan setelah berkali-kali mengusir ayam kecil itu, monster jiwa itu menolak untuk pergi dan terus mengekornya.Sejak saat itu, hari-hari Luo Tan tidak
Tiga hari telah berlalu, masa hukuman Wei Quan baru saja selesai. Pagi ini dia keluar dari kamar dengan wajah masam. Diketuknya pintu kamar Luo Tan seraya menyebut nama pemuda itu berulang kali. “Chen Yi, cepatlah keluar. Upacara penyambutan murid sebentar lagi akan dimulai.”Layar pintu bergeser, sosok Luo Tan pun keluar dari kamar yang gelap. Semula, sosoknya tidak terlihat jelas karena tertutup bayang-bayang, tetapi beberapa saat kemudian Wei Quan ternganga melihatnya. Di bawah siraman sinar matahari sosok Luo Tan terlihat bercahaya. Matanya bersinar tajam dengan alis seperti busur panah. Memberi kesan arogan sehingga Wei Quan mundur satu langkah hanya karena satu tatapan darinya. Hidung mancung membuat garis wajahnya semakin tegas. Sepintas Luo Tan tampak keras tetapi bibirnya yang tipis berwarna kemerahan membuat wajahnya terlihat lebih lembut. “Apa sekarang sudah waktunya berangkat?” tanya Luo Tan tenang. Wei Quan masih tercengang. “Kakak Senior Wei?”Tepukan tangan Luo Ta
Perempuan itu tampak anggun, senyumnya lembut penuh kasih. Wajahnya tenang ketika menyapa para tetua dan seluruh murid Perguruan Merpati Putih. Semua menyahut dengan sopan. Posisi yang ditempati Yun Xiang membuatnya semakin dihormati sekaligus disegani. Namun, berbeda dengan Luo Tan. Buku jarinya terkepal kaku, kukunya menusuk kulit telapak tangan hingga beberapa tetes darah bermunculan dari lukanya. Yun Xiang tidak berubah sedikitpun. Dia tetap terlibat cantik dan baik hati, sama seperti ratusan tahun silam ketika statusnya adalah tunangan Luo Tan. Mata lembut yang penuh pemujaan itu telah membuat Luo Tan terlena. Dengan mudahnya Luo Tan tertipu oleh sandiwara yang diperankan oleh Yun Xiang dan Luo Liang. Dia mendengkus marah tetapi tidak bisa melakukan apa-apa. Luo Tan sadar menyerang Yun Xiang bukan tindakan bijaksana, terutama karena tingkat kultuvasinya saat ini masih jauh dari Yun Xiang. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan hanyalah memandang Yun Xiang. Menatap wajah can
Apa yang terjadi?!” raung murid yang tadi menertawakan Luo Tan. Dia membungkuk dengan kedua tangan menutupi mata tetapi cahaya yang tersebar dari batu Jing Zi masih bisa menembus kelopak matanya.Raungan dan erangan bersahutan dari murid yang belum mencapai tingkat kultivasi tinggi. Mereka kesulitan menghadang cahaya menyilaukan dari batu Jing Zi.Namun, keadaan mulai berangsur kembali tenang ketika cahaya merah itu berangsur meredup. Mereka membuka mata dan menatap ke atas panggung.Walau mata mereka masih terasa kabur tetapi semua dapat melihat Luo Tan masih berdiri tegak di depan batu Jing Zi. Kedua telapak tangannya belum dilepaskan dari permukaan batu yang selicin cermin itu.“Tetua Lin, apa yang kamu berikan pada muridmu itu?” Yun Zihan bertanya ketus pada Lin Hua. “Apa kamu bertindak curang dengan memberinya eliksir energi?”“Apa yang Tetua Yun Zihan maksudkan? Muridku memang lemah tetapi aku tidak akan pernah merendahkan diriku dengan perbuatan curang seperti itu.” Lin Hua sen
Suara gumaman terdengar berdengung di seluruh aula. Hampir semua murid mempertanyakan keputusan yang diambil Luo Tan secara sembrono. Tidak mudah menarik perhatian Wakil Ketua Perguruan Merpati Putih. Meski dia terlihat baik hati tetapi Yun Xiang bukan orang yang bisa didekati dengan mudah. Tawaran Yun Xiang bukan hal yang bisa didapatkan dengan gampang tiap harinya. Hanya segelintir orang yang memperoleh kesempatan seperti itu. “Hei Wei Quan! Aku rasa Chen Yi memang benar-benar bodoh!” Teman Wei Quan menceletuk di tengah dengung keheranan murid lain. Wei Quan mengangkat kakinya lalu menendang teman seangkatannya yang baru saja menghina Luo Tan. Dia memberengut marah karena tidak terima ada orang lain yang menjelekkan murid di bawah bimbingannya. Sementara itu di panggung utama, Yun Xiang terdiam selama beberapa saat. Rona wajahnya sempat berubah ketika mendengar penolakan Luo Tan. Bukan hanya penolakan tersebut yang membuatnya tersinggung. Namun, sindiran Luo Tan yang secara ha