Share

Part 6

“Dewi, Dewi!” teriakku sambil mengetuk kasar pintu kamarnya.

“Ada apa, kak?” Seraut wajah menjijikkan muncul dari balik pintu.

“Buruan ke rumah sakit. Temani Masmu di rumah sakit. Jangan mau enaknya saja kamu. Giliran sakit, kakak yang harus ngurusin dia!” ucapku dengan suara meninggi.

Dewi memutar badan hendak masuk ke dalam kamar.

Ya Allah, bertambah sesak dada ini melihat beberapa tanda merah di tengkuk wanita berusia tujuh belas tahun itu. Seperti ada yang teremas-remas dalam dada ini.

Andai saja melenyapkan manusia tidak berdosa, sudah barang tentu akan aku habisi dia saat ini juga.

“Dasar adik tidak tahu di untung, kamu benar-benar menjijikkan, Dewi. Saya tidak menyangka kamu bisa berbuat curang kepada kakak kandungmu sendiri!” Entah apa yang merasukiku, tiba-tiba aku kalap dan menarik rambut Dewi, menariknya keluar dari rumah hingga sela-sela jariku dipenuhi rambut yang terbawa.

“Ampun, Kak. Sakit!” pekiknya sambil menangis.

“Sakitan mana sama hati kakak, Dewi. Kamu kakak urus dari kecil, kakak rela kerja banting tulang membantu Emak buat nyekolahin kamu biar kamu nggak putus sekolah kaya kakak. Tapi, kamu malah menusuk kakak dari belakang. Kamu malah tidur dengan laki-laki, yang jelas-jelas dia adalah suami kakak kamu. Dasar tidak bermoral, nggak punya hati kamu, Dewi. Tega kamu!!” Aku menoyor kepala adikku yang sedang bersimpuh di lantai.

“Dewi nggak tahu apa-apa, kak. Demi Allah!” Dia terus berkilah, membuat diri ini bertambah muntab.

“Ini apa, hah!” Mencubit leher Dewi yang dipenuhi tanda merah. “Saya yakin kamu tidak bodoh, Dewi. Kamu tahu tanda merah ini apa, ‘kan. Benar-benar menjijikkan kamu ini, Dewi!”

Aku mengusap air mata yang mengalir deras membasahi pipi. Ketika menoleh ke pagar rumahku, aku melihat seperti ada seseorang sedang mengintip dari luar pagar sana. Kutinggalkan Dewi yang sedang terisak di teras, membanting pintu hingga kaca jendela rumahku bergetar saking kerasnya.

Ini benar-benar sebuah mimpi buruk. Aku tidak menyangka kalau adik semata wayangku yang teramat aku sayangi ternyata bisa berbuat curang seperti ini. Apa kurangnya diriku kepadanya. Semua yang dia minta selalu aku turuti. Bahkan, aku langsung mengiyakan ketika gadis polosku meminta untuk ikut pindah ke Jakarta dan melanjutkan pendidikan di kota ini.

Ternyata, dia berniat mengambil suamiku. Andai saja aku tahu semuanya akan seperti ini, aku tidak akan sudi mengajak dia tinggal satu atap denganku juga Mas Akmal.

Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim, kuatkanlah hati ini untuk menerima cobaan yang Kau beri.

Kubentangkan sajadah, bertafakur diri, berzikir serta berdoa semoga aku bisa menerima semua ujian ini.

Ting!

Sebuah notifikasi pesan, masuk ke gawaiku. Dari Teh Icha.

[Mbak Fit, coba buka F******k, deh. Kok ada Video Mbak Fita lagi marah-marahin si Dewi di teras. Itu bener, apa hanya gosip? Maaf loh, ya. Cuma mau nanya, tidak bermaksud kepoh.] isi pesan dari Teh Icha.

Karena penasaran, bergegas diri ini berselancar ke sosial media berlogo F itu. Dan benar saja, ada yang sengaja menyebar Video itu dan sudah di lihat oleh lebih dari seribu orang. Siap-siap saja besok, aku pasti diwawancarai oleh ibu-ibu kompleks.

Aku menjadi penasaran, sebenarnya, siapa yang mengambil video itu dan menyebarkannya. Karena setelah aku telusuri, ternyata akun yang mengunggah video tersebut adalah akun fake.

Aku duduk sofa sambil memijat kepala yang terasa seperti mau pecah saja. Mas Akmal berkali-kali menghubungiku, tetapi aku abaikan. Malas rasanya berurusan lagi sama laki-laki mata keranjang itu.

Brak!

Tiba-tiba pintu terbuka lebar. Dewi berdiri sambil mengepalkan tangan. Dadanya naik turun tidak beraturan, sepertinya dia sangat marah.

Ada apa dengan bocah ganjen itu?

“Yang sopan kalau masuk ke rumah orang, Dewi. Perasaan, saya sama Emak selalu mengajarkan kamu sopan santun deh!” ucapku meninggikan nada bicara.

“Aku benci sama Kakak. Gara-gara kakak, aku di bully di sekolah. Semua teman-temanku mengejek serta menghina aku. Bahkan, banyak teman laki-laki yang tiba-tiba mengirimkan pesan w******p sama aku, dan mengajakku berkencan di hotel. Semua gara-gara kakak. Kakak sengaja kan menyeret aku ke teras, lalu menyuruh orang untuk merekam kejadian itu dan menyebarkannya ke sosial media!” hardik wanita berseragam putih abu-abu itu, muntab.

Aku memiringkan bibir puas. Rasain kamu, Dewi!

“Kakak tau nggak, perasaanku seperti apa mendapat perlakuan seperti itu dari teman-temanku? Sakit kak, sakit banget!” rutuknya lagi.

“Sakitan mana sama perasaan saya, Dewi. Sakitan mana?!” bentakku. Kutatap netra adik perempuanku dengan tatapan bengis.

“Kamu sudah berani bermain api dengan saya, pasti sebentar lagi kamu akan terbakar. Dan satu lagi, tolong kamu lepas kalung yang ada di leher kamu, itu saya yang beli. Handphone, laptop, semua yang kakak berikan, tolong letakkan di laci dan kamu tinggalkan rumah ini!” Aku memutar badan kemudian masuk ke dalam kamar.

“Aku tidak akan pergi dari sini. Biar nanti Mas Akmal yang memutuskan, aku atau Kakak yang akan angkat kaki dari rumah ini!” teriak Dewi, membuat jantung ini berdenyut nyeri.

Benar-benar makin ngelunjak bocah ini.

Aku mengenyakkan bobot ini di atas tempat tidur. Kutatap nanar langit-langit kamar, membayangkan saat-saat yang indah bersama Mas Akmal.

Tidak lama kemudian terdengar suara deru mesin kendaraan masuk ke pelataran rumahku. Bergegas diri ini keluar dan mengintip siapa yang datang, karena aku merasa sangat asing dengan suara mesin kendaraan tersebut.

Mas Akmal turun dibantu oleh seorang sopir taksi. Dia berjalan pincang sebab kedua kakinya dijahit karena luka akibat menginjak pecahan beling itu. Sedih rasanya melihat keadaan suamiku sekarang. Tetapi, aku juga sangat kecewa dengan apa yang sudah dilakukannya.

“Assalamualaikum!” Tok! Tok! Tok!

“Waalaikumussalam!” Menjawab dalam hati.

Segera kuputar gagang pintu dan menyuruh Mas Akmal masuk ke dalam rumah. Dia menatapku dengan tatapan sendu, juga dengan mata berkaca-kaca.

“Kenapa kamu tidak datang ke rumah sakit, Efita?” Pelan dia berucap, sambil mengenyakkan bokongnya di sofa.

“Kenapa harus aku yang merawat kamu, Mas. Kan ada Dewi juga!” sahutku ketus.

“Kan kamu istriku, Fit. Dewi itu kan cuman ....”

“Simpanan kamu, Mas!” potongku.

“Tega kamu ya, Mas. Selingkuh sama adik ipar sendiri. Emang apa sih kurangnya aku, Mas. Aku selalu setia mendampingi kamu, bahkan setelah tahu kalau sebenarnya kamu itu mandul, Mas!” pekikku lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status