Share

4. Malam yang tidak bermoral

"Apa yang akan kau lakukan, Nona?"

Jane terkesiap. Dia syok Regan tiba-tiba bangun. Matanya merah, agak sedikit sayu. Terlihat jelas dia masih dalam keadaan yang belum sadar betul.

"Maafkan aku. Kemejamu berkeringat dan aku rasa ada sedikit muntahan. Aku berniat untuk melepasnya dan sedikit membersihkannya dengan air. Apakah kau keberatan? Kalau kau keberatan, Aku tidak akan meneruskannya."

Terdiam lama masih menatap lekat Jane, Regan akhirnya melepaskan keratan tangannya. Membiarkan Jane meneruskan kembali membuka kemejanya yang sudah terbuka separuh. Jane kembali membukanya hingga selesai lantas berdiri untuk mengambil handuk yang sudah ia basahi.

Jane menelan ludahnya sendiri saat dengan pelan dia menyusuri kulit Regan. Apalagi Regan memperhatikan dirinya dengan seksama dari awal.

"Kau mabuk. Jangan melihatku seperti itu, Tuan tampan. Kau tentu tahu aku bukanlah wanita yang akan rugi jika kehilangan harga diri," candanya.

Regan menyeringai."Aku? Mabuk? Kau bercanda? Aku ini kuat minum."

Jane memutar kedua matanya malas. Dia mengangguk saja. Lelah juga kalau harus bicara dengan orang mabuk.

"Aku ingin menceritakan sesuatu. Apa kau mau mendengarnya?" Ucap Regan kemudian.

"Hem. Bicaralah. Aku akan mendengarmu."

"Aku punya sedikit masalah. Kalau ku pikir-pikir, memang agak serius."

"Benarkah?"

Regan mengangguk.

"Apakah itu alasanmu tidak pulang dan menginap di hotel ini?"

"Iya. Aku tidak mau pulang. Aku tidak ingin bertemu dengan mereka."

"Mereka?"

"Iya. Keluargaku. Terutama ayahku."

Jane menghela napas. Dia terus melanjutkan mengusap tubuh atas Regan yang sudah tidak memakai apapun lagi."Aku rasa, menghindari masalah terus-menerus juga tidak benar. Kalau tidak di hadapi, kapan selesainya? Kau lari dari masalahmu, lalu kabur kesini. Bukankah kau bersikap seperti pengecut?"

"Apa kau bilang? Pengecut? Aku?"

"Iya. Kalau terus menghindar dari masalah lalu bersembunyi di tempat ini, bukankah itu pengecut namanya?"

Regan tertawa terbahak-bahak. Jane sampai terkejut hingga menghentikan aktifitasnya.

"Kau tidak tahu apapun tentangku. Jangan menilaiku seperti itu jika tidak mengenalku. Aku mempunyai masalah yang tidak bisa aku ceritakan. Jadi jangan pernah menudingku sebagai seorang pengecut."

"Baiklah. Aku minta maaf. Jadi, kau mau menceritakan apa padaku, Tuan? Katamu tadi ingin bercerita tentang masalahmu."

Regan diam saja. Matanya berulang kali menatap ke arah dada Jane yang saat itu menyembul sedikit dari balik dressnya yang ketat. Jane menyadari itu. Dia mengikuti arah pandangan Regan lantas tertawa.

"Yah, Aku mengerti sekarang. Memang, semua pria itu sama saja. Kau bercerita panjang lebar lalu berakhir dengan ini?"

"Apa maksudmu?"

"Kau ingin berhubungan denganku?"

Wajah Regan memerah."Apa?"

"Kau sudah menolongku dari si gendut itu. Aku akan membuatmu merasa lebih baik entah kau ingat atau tidak saat kau bangun nanti. Ku anggap ini adalah bentuk terima kasihku padamu."

Belum Regan membalas ucapan Jane, wanita itu mempaut bibir Regan yang sedikit terbuka. Kedua mata Regan membola. Dia teramat terkejut dengan apa yang Jane lakukan. Namun tidak ada penolakan darinya. Dia bahkan mencoba untuk membalasnya. Jane tersenyum sedikit di sela ciumannya. Mempermainkan pria polos seperti Regan bukanlah hal yang sulit.

Bagaimana Jane bisa tahu kalau Regan itu polos? Tentu saja Jane bisa dengan mudah mengetahuinya. Jane itu profesional. Dari ciumannya saja sudah bisa dia tebak. Regan nampak ragu mempermainkan lidahnya sendiri. Sedangkan Jane, dengan pengalamannya sebagai wanita penghibur selama bertahun-tahun, Dia akan membuat Regan mengingat kejadian ini saat dia bangun nanti.

Ada sedikit desahan dan juga erangan dari mulut Regan. Jane melanjutkan apa yang dia perbuat sampai kemudian dia melepas semua yang menempel di tubuh Regan. Jane pun sama.

Regan nampak terkejut saat mendapati dirinya dalam keadaan 'terbangun'. Dia syok, Jane pun syok. Kenapa harus sekaget itu saat mendapati tubuhnya bereaksi secara normal? Apakah semua ini tidak wajar? Batin Jane.

"Ada apa?" Tanya Jane melihat Regan menelan ludah sambil melihat ke arah bawahnya sendiri.

"Tidak apa-apa."

Jane tersenyum tipis dan melanjutkan apa yang sudah dia mulai di awal tadi. Berniat ingin membersihkan keringat Regan, kini mereka sama-sama berkeringat demi mengejar kenikmatan sesaat.

Suara erangan saling bersahutan. Decap ciuman serta kecupan terdengar di sela desahan. Ketika mereka sudah bersatu, saling mengisi satu sama lain, tidak butuh waktu lama hingga tubuh Regan mengejang. Bau amis menyeruak di hidung. Regan terkulai lemas di atas tubuh Jane yang saat itu juga merasakan hal yang sama. Sama-sama di terjang kepuasan surgawi.

.

.

Besoknya, pukul 06.00.

Regan terbangun dari tidurnya saat merasakan getaran keras dari arah bawah bantalnya. Dengan masih menutup matanya, jemarinya merogoh ponselnya membuka sedikit matanya melihat siapa yang menganggu tidurnya pagi-pagi begini.

"Kenapa kau harus menggangguku? Ini masih terlalu pagi untuk menghancurkan mood seseorang." Suara Regan terdengar serak. Kesadarannya belum pulih sepenuhnya.

"Kau dimana?" Tanya seorang pria di seberang telfon.

"Di tempat yang tidak mungkin bisa kau temukan."

"Semalam aku sudah menunggumu. Aku kira kau akan datang ke tempatku. Jangan lupa kalau kita ini teman. Kau bisa ceritakan apapun padaku. Tidak seharusnya kau menghindari masalah. Aku kira kau bukanlah seorang pengecut, Regan."

...Kau bersikap seperti pengecut...

Mata Regan langsung terbuka lebar. Kepalanya tiba-tiba menampilkan ingatan singkat. Suara wanita yang mengatakan hal yang sama. Regan bangun dari rebahnya, Dia meringis memegang sisi kepalanya. Pusing dan sakit serta berat.

"Aku akan menghubungimu nanti."

Regan menutup telfonnya lantas membuang ponselnya di sisi ranjangnya."Akh...apa yang terjadi padaku?" Gumamnya masih memegang sisi belakang kepalanya.

Tubuh yang awalnya tertutup selimut, saat dia berdiri dia terkejut bukan main saat mendapati dirinya dalam keadaan polos.

"Apa ini? Kenapa aku tidak memakai apa-apa?"

Dia berusaha kembali mengingat kejadian semalam. Dia minum dengan wanita itu. Dia mabuk, lalu? Lalu apa yang terjadi selanjutnya?

"Itu tidak mungkin terjadi."

Regan terpaku. Dia bengong seperti orang yang baru saja kehilangan kesadaran. Kedua matanya menatap ke segala arah. Mencari sesuatu yang sebenarnya tidaklah dia harapkan.

Matanya berhenti di satu tempat. Dia melihat banyaknya tisu yang berserakan di sisi bawah ranjangnya. Dengan ragu dia mengambilnya. Ada bau yang tidak asing di hidungnya. Saat di buka, ternyata benar. Itu adalah cairannya sendiri yang sudah dia bersihkan dari miliknya.

Saat itu juga, seperti sebuah proyektor film, segala ingatan semalam teringat jelas di kepalanya. Dia melakukan itu dengan Jane, wanita yang baru di kenalnya. Dia ingat bagaimana rupa wanita itu saat di atasnya, Dia ingat bagaimana ekspresi Jane saat berada di bawahnya. Erangan, desahan bersahutan, bentuk tubuh Jane bahkan Regan ingat dengan detail. Dia memang mabuk, tapi tidak sampai lupa akan kejadian semalam.

Iya. Regan mengingat segalanya."Itu tidak mungkin," gumamnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status