Share

7. Tiga bersaudara Foster

Mendengar Mike mengucapkan ide gila itu, Regan terhenyak untuk sesaat. Mau protes, tapi seperti apa yang Mike katakan, tidak ada jalan lain lagi untuk lari dari masalah ini. Bukannya mendapatkan jalan keluar, Regan khawatir kalau ayahnya akan menjodohkan dirinya dengan wanita pilihannya.

"Dimana kita akan mencari wanita yang mau di bayar untuk menjadi kekasihku? Dan lagi, dia tidak mempunyai siapa-siapa katamu?"

Mike tersenyum, lantas meraih kembali wiski sisa yang tadinya Regan minum."Percayalah padaku. Kita akan segera menemukannya."

Di dasari rasa percaya terhadap teman baiknya, Regan akhirnya pulang dan urung kembali ke perusahaan. Masa bodoh kalau ayahnya mencarinya. Dia enggan untuk bertemu dengan siapapun kali ini. Dan yah, Regan akhirnya memilih pulang saja.

Menuju tempat singgahnya yang dia sebut sebagai tempat persaingan daripada rumah. Mau bagaimana lagi? Dia tinggal di satu atap bersama kakak serta adiknya. Tiga bersaudara, Laki-laki semua, kalau bukan tempat persaingan lalu apa? Ketiganya bahkan tidak saling menganggap satu sama lain sebagai saudara, kecuali Juan. Dia berada di situasi perang dingin antara kakak pertamanya dengan kakak keduanya.

Sebenarnya, kalau sekedar rumah, dengan mudah Regan sanggup membelinya. Namun rumah itu adalah pemberian ayahnya. Mereka di suruh untuk tetap satu atap walau inginnya mereka tinggal sendiri.

"Kau sudah pulang? Bukankah masih terlalu awal untuk pulang kerja? Bagaimana? Kau baik-baik saja?" sapa Juan terkekeh saat mendapati Regan melewatinya.

"Diam."

Juan hanya terkikik geli. "Brother, Kau tentu tahu bagaimana ekspresi wajah Kak Yohan selama ini? Dia adalah pria yang tidak mudah tersenyum. Tapi setelah membaca artikel tentangmu hari ini, Si muka datar itu, baru pertama kali ini aku melihatnya tersenyum lebar. Bukannya aku senang saat melihatnya, tapi aku sangat takut saat dia melakukannya. Aku bahkan merinding satu badan. Lihatlah, sampai sekarang buluku masih berdiri," ucap Juan memperlihatkan kulit tangannya pada Regan.

"Hentikan," respon Regan menyingkirkan tangan Juan dari hadapannya."Dia senang saat melihatku menderita."

"Kata siapa?" sahut suara serak nan dalam dari arah lantai dua. Nampak Yohan sudah berdiri di sana dengan wajah non ekspresi seperti yang Juan ceritakan.

Dia nampak menuruni tangga, kedua tangannya dia masukkan ke kedua kantong celana. Pandangan antara Regan juga Yohan tak sekalipun teralihkan. Sama-sama dingin, mempunyai watak batu yang tidak mau kalah satu sama lain.

"Ucapanmu menyakiti hatiku, Regan. Walau kita tidak pernah saling perduli, tetap saja kau itu saudaraku. Aku akan sedikit khawatir jika adikku mendapatkan masalah."

"Kapan kau menganggapku sebagai saudaramu? Jangan bersandiwara. Aku tidak menyukai drama picisan semacam ini."

Bukannya membalas ucapan Regan, Yohan malah tertawa terbahak-bahak. Melihat kakak pertamanya tertawa, Juan melipir takut. Dia memilih berada di ujung ruangan dengan tubuh yang seluruhnya merinding hebat. Melihat kedua kakaknya bertengkar, Juan seperti menatap Harimau yang tengah berhadapan dengan Jaguar.

"Hah, tidak ada kedamaian di rumah ini." batin Juan lelah.

"Kau tahu betul sifatku. Tapi yah, Kau benar. Aku memang tidak perduli dengan segala urusanmu, Regan. Namun percayalah, pagi ini aku mendapatkan sedikit hiburan. Semua berkat dirimu," ucap Yohan.

"Kau_"

Yohan kembali berucap,"...tenang saja. Rumor tentangmu tidak akan mempengaruhiku. Kalau kau butuh bantuanku, Aku akan mengenalkanmu dengan beberapa wanita kenalanku. Tapi, itupun kalau kau mau."

Pun Yohan pergi dengan sedikit meninggalkan seringaian.

"Brengsek!" umpat Regan lantas naik ke kamarnya di lantai dua. Dia menahan sekali untuk tidak memukul wajah Yohan yang selalu membuatnya kesal.

Walaupun kasarnya ucapan pria itu, Regan masih bisa mengontrol amarahnya dengan sesekali memejamkan matanya dan menenangkan dirinya sendiri. Sepeninggal Regan dan Yohan, Juan yang tadinya diam, hanya menatap bergantian Regan yang tengah berjalan naik ke tangga, serta Yohan yang kini berjalan keluar rumah menuju mobilnya.

"Sampai kapan semua ini berakhir?" gumam Juan mulai lelah dengan persaingan yang terlihat oleh kedua matanya setiap hari.

.

.

Di kamar, Regan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Memejamkan matanya untuk sesaat memikirkan apa yang terjadi. Kalau di pikir-pikir lagi, sebelum ini juga ada banyak masalah yang terjadi. Walau masalah yang dia hadapi dominan ke arah bisnis, namun bisa dia sudahi semua dengan baik dan cepat.

Tapi kali ini masalah yang ia hadapi berbeda. Kenapa dia harus berurusan dengan pasangan? Apakah semua manusia di wajibkan memiliki kekasih? Sendiripun sebenarnya tidaklah terlalu buruk.

Yah walaupun dia tidak menolak untuk menikah suatu hari nanti, namun dia masih muda untuk merasakan tekanan ikatan itu. Dia masih ingin merasakan kebebasan. Apa dia harus menerima tawaran Mike?

"Aku tidak bisa melakukan ini," gumamnya. Jemarinya mengusap sendiri bibirnya kala ingatan tentang Jane tiba-tiba lewat begitu saja."Mungkin saja aku bisa. Saat itu bisa. Tidak menutup kemungkinan dengan gadis lain juga bisa, Kan?"

Belum juga menenangkan pikirannya, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dia raih benda pipih yang tadinya dia lemparkan di sisi ranjang, dan melihat siapa gerangan yang menelfonnya.

"Ayah?" gumamnya lantas mengangkat panggilan telfonnya."Iya, Ayah?"

"Aku tidak melihatmu di kantor. Kau pulang?" tanya ayahnya di seberang.

"Iya, Ayah. Maaf, kepalaku sedikit pusing. Aku akan istirahat sebentar di rumah, lalu kembali ke kantor."

"Tidak usah. Tidak apa-apa. Aku akan menyuruh sekretarismu untuk mengatur ulang jadwalmu hari ini. Oh ya, ayah ingin mengatakan kalau Alice akan kembali dari Belanda. Apa dia belum menelfonmu?"

Mendengar nama Alice di sebut, Regan reflek bangun dari rebahnya. Dia nampak syok, lantas menjawab dengan terburu-buru,"A-apa? Alice?"

"Kenapa kau terdengar begitu terkejut? Bukannya dia teman baikmu?"

"Iya. Tapi_"

"Regan, Ayah mempunyai saran untukmu. Untuk menutup isu yang beredar, bagaimana kalau kau menikah saja dengan Alice?"

Wajah Regan memucat,"Apa? Aku tidak mau, Ayah. Aku tidak mempunyai perasaan semacam itu ke dia."

"Apakah ini waktu yang tepat untuk membahas soal perasaan? Dulu kau menolak semua perjodohan. Aku berusaha mengerti itu. Tapi tidak dengan sekarang. Kau harus menurutiku, atau jangan lagi memakai Foster di belakang namamu!"

"Ayah_!" ucapan Regan terjeda saat ayahnya menutup panggilannya secara sepihak.

Alice Grizelle, adalah gadis dari masa lalu Regan yang dari kecil hingga remaja selalu mengikuti kemanapun Regan pergi. Dia dekat dengan keluarga Foster karena ayahnya dan Tuan Abraham adalah kawan dekat.

Gadis menyusahkan kalau Regan bilang. Dia selalu merengek, dan memaksa ayahnya untuk tidak memisahkan Regan dengan dirinya. Namun semua berubah saat dia pergi kuliah ke Belanda. Tak pernah sekalipun Regan mengira hidupnya akan setenang ini saat Alice memutuskan untuk pergi.

Dan yah, kebisingan itu akan kembali lagi. Suara ribut serta rengekannya pasti akan menganggu hidup Regan yang awalnya tenang. Pun akhirnya Regan menelfon Mike saat itu juga. Masa bodoh mau gadis yang seperti apa. Yang pasti dia tidak akan sudi kalau Alicelah yang akan menjadi pasangannya.

"Mike?" sapa Regan saat Mike mengangkat telfonnya.

"Ya? Ada apa lagi? Belum juga sehari, kau sudah menelfonku 2 kali. Ah jangan lupakan pertemuan kita tadi di bar. Aku ralat, 3 kali."

Regan mendengus lelah,"Besok atur pertemuan ku dengan gadis mana saja yang bisa aku pekerjakan. Berapapun akan aku bayar."

"Wah wah, apa ini? Kenapa terburu-buru sekali? Aku saja belum menyeleksi satu-satu gadis yang sesuai dengan tipemu. Bukankah besok terlalu cepat?"

"Aku tidak punya banyak waktu. Alice akan kembali dari Belanda. Ayah berencana akan menikahkanku dengan dia untuk menghapus semua rumor tentangku."

"Apa? Alice Grizelle maksudmu?"

Tentu saja Mike mengenal siapa Alice. Gadis berambut pirang itu dulunya selalu mengekori Regan sampai discotik. Mike pun tahu bagaimana Regan amat terganggu dengan menempelnya gadis permen karet itu pada sahabatnya.

"Hem," jawab Regan singkat.

Bukannya menjawab iya, Mike tertawa keras di seberang sana."Entah dosa apa yang kau perbuat di kehidupanmu sebelumnya, hingga kesialanmu jadi berlipat ganda begini. Baiklah, besok temui aku di restoran dekat bar, pukul delapan malam. Aku akan mengatur pertemuanmu dengan beberapa gadis kenalanku. Kau mengerti?"

"Baiklah."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status