Jane terengah-engah. Sesekali dia menatap belakangnya berharap Tuan Austin tidak mengejarnya. Dia menuruni tangga darurat dan berpikir mungkin ini cara yang tepat untuk menghindarinya. Tuan Austin itu gemuk, Dia akan berpikir dua kali kalau harus menuruni tangga segini banyak.
Setelah sampai di lantai tiga, pria itu berhenti menggenggam tangannya dan duduk di anak tangga sambil menyeka keringatnya."Kau baik-baik saja?" Tanya Jane."Hem," jawabnya singkat."Ini." Jane mengeluarkan saputangannya dan memberikannya pada pria di sebelahnya."Terima kasih."Untuk beberapa menit, mereka saling terdiam. Namun Jane tak sekalipun mengalihkan tatapannya dari pria ini, yah tentu saja sambil tersenyum."Aku lihat kau sudah lebih tenang. Apa dia kekasihmu?"Jane tertawa geli."Kekasih? Yang benar saja. Kau kira aku mau dengan pria tua yang memiliki perut buncit seperti dia?""Lalu? Apa kau di culik?""Tidak. Dia pelangganku."Dahi pria itu berkerut."Pelanggan?""Hem. Kau tahulah, terkadang ada tamu VIP yang kurang ajar. Mentang-mentang sudah membayar, mereka berlaku seenaknya."Mata pria itu melebar sesaat. Dia tahu arti dari ucapan wanita bergaun merah dengan dandanan menor ini. Sadar akan ekspresi pria yang di depannya kini menunjukkan perubahan, Jane tertawa."Kenapa? Kau alergi dengan wanita sepertiku? Ya ya, Aku tahu kemana arah pikiranmu. Benar, Aku seorang pelacur. Namaku Jane. Kau?""Regan.""Baiklah, Tuan tampan. Aku mengucapkan terima kasih karena kau sudah menyelamatkanku. Apa kau mau ku traktir minum? Aku dengar hotel ini menyediakan bar juga.""Tidak perlu. Tidak apa-apa.""Hei ayolah. Aku akan merasa bersalah jika kau menolaknya. Ini sebagai bentuk ucapan terima kasih karena kau sudah menendang perut pria itu.""Tidak usah. Aku_""Kalau kau terus menolakku, Aku akan terus menganggumu, mengejarmu, bahkan mencari tahu siapa dirimu," timpal Jane membuat Regan terdiam. Pun tidak ada pilihan lain, Regan menyetujuinya.Jane tersenyum lebar. Namun Regan masih berekspresi sama. Telinganya sedikit merah. Dan Jane tak tahan lagi dengan situasi yang kaku itu. Pun dia menarik tangan Regan, membuatnya berdiri lantas kembali menariknya untuk keluar dari tangga darurat menuju lift.Di dalam lift, mereka hanya diam. Setelah Jane memperhatikannya dengan seksama, pria yang di sebelahnya ini memanglah tampan. Berperawakan tinggi dengan alis tebal dan rambut sedikit coklat. Pakaiannya rapi dengan kemeja hitam dan celana bahan kain. Dan waow lihatlah jam tangan yang melingkar di pergelangan kekarnya. Itu Rolex. Bukan sembarang orang bisa membeli merk jam mahal itu."Kenapa kau berada di hotel ini, Tuan tampan?""Sebenarnya itu bukan urusanmu.""Shhh...kau galak sekali. Kau tahu? Daripada kita hanya diam menunggu lift sampai atas, alangkah baiknya kita mengobrol kecil."Regan diam, namun Jane kembali bertanya,"Kau masih single?""Itu privasi.""Hem...baiklah. Kau sudah mempunyai anak?""Hei_""Ya ya baiklah. Maaf. Em...Sudah pernah berhubungan intim?""Kau ini benar-benar..."Jane tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Regan yang kesal. Belum juga Regan melanjutkan ucapannya, pintu lift terbuka."Maaf, Aku hanya suka bercanda."Jane keluar terlebih dulu meninggalkan Regan yang masih berwajah kesal. Namun kemudian dia akhirnya berjalan pergi mengikuti Jane dari belakang.Ada sebuah bar di lantai 7. Seperti biasa, hotel besar memang sering kali memberikan fasilitas lebih baik dari pada hotel biasa pada umumnya. Melihat Jane yang sudah tahu lantai berapa dan dimana posisi bar itu, Regan sempat mengerutkan dahi."Kau sering kemari? Aku lihat kau sudah hapal tempat ini," Tanya Regan.Jane memutar isi minuman yang ada di gelasnya. Membuatnya sedikit bergelombang dan akhirnya menenggaknya."Hem. Ada beberapa pria kaya dari segala kalangan yang mengajakku bertemu di hotel ini. Kami menyebutnya tamu VIP. Ada juga yang mengajak di motel biasa, ada juga yang langsung di tempatku.""Tempatmu?""Iya. Kau tentu tahu Moonlite BunnyRanch, kan? Aku rasa semua pria di kota ini akan langsung mengenal tempat bordil ternama itu.""Aku pernah dengar."Jane tersenyum. Memperhatikan Regan dengan dagu yang ia tumpu."Kau mulai tertarik padaku, Kan? Aku tidak terkejut. Banyak pria sepertimu. Wajahku memang lumayan cantik. Aku mungkin sudah membuatmu terpesona."Regan menunduk, Dia sedikit tertawa kecil. Tentu saja Jane terkejut mendengar pria kaku ini tertawa atas leluconnya."Teruskan tertawa seperti itu, Tuan Tampan. Aku senang melihatmu tertawa."Reflek Regan diam, berdehem beberapa kali seperti salah tingkah. Jane tersenyum lebar lantas kembali menuangkan Tequila ke gelas Regan...Semakin malam, udara semakin dingin. Saat itu sudah hampir tengah malam, tepatnya pukul 23.50. Jane sudah merasakan pusing di kepalanya, Regan nampaknya sudah meletakkan kepalanya di meja bartender.Toleransi alkohol Jane memang kuat. Dia kuat minum walau sekelas Tequila yang mempunyai kadar alkohol tinggi. Tapi Regan? Sepertinya dia sudah tidak sadar sejak setengah jam yang lalu."Tuan tampan?" Jane menggoyang tubuh Regan."Hei? Kau pingsan? Dimana rumahmu? Ah sial. Aku tidak bisa meninggalkanmu di sini."Di saat kebingungannya, ponsel Jane bergetar. Saat dia melihatnya, ternyata dari Madam."Iya, Madam?""Kau gila, Jane? Apa yang sudah kau lakukan pada Tuan Austin? Dia menghubungiku, Dia bilang kau menolak berhubungan dengannya, dan menendangnya? Apa kau kehilangan akalmu?!"Jane membuang nafasnya lelah,"Aku akan menjelaskan semuanya saat aku pulang. Uang yang sudah dia bayar, Aku akan menggantinya dua kali lipat dan sedikit tambahan untuk biaya dokter.""Bukan masalah uang atau apa, tapi kau sudah memperlakukan pelanggan terbaik kita seperti itu.""Madam, Aku sedang dalam keadaan yang tidak baik. Aku janji akan menjelaskannya padamu besok. Untuk malam ini, sepertinya aku tidak bisa pulang.""Memangnya kau mau kemana?""Aku akan menenangkan diri dulu. Tolong percayalah padaku. Aku janji akan pulang besok pagi."Madam terdengar membuang nafas kasar di seberang sana."Hubungi aku kapanpun kalau kau butuh sesuatu.""Iya." Jane mematikan ponselnya lantas memasukkan kembali ke dalam tasnya.Jane kembali fokus ke Regan yang saat itu masih tertidur."Selanjutnya, Apa yang aku lakukan padamu, Tuan? " Jane diam untuk sejenak, lantas merogoh semua kantong yang ada tubuh Regan. Dari kantong kemeja sampai kantong celana. Dia menemukan kunci kamar hotel ini menunjukkan lantai yang sama yaitu lantai 5 saat dia bersama Tuan Austin."Mari memindahkanmu dulu."Dan dengan bantuan pelayan bar yang ada di sana, Regan di papah dua orang berbadan kekar. Jane mengaku kalau Regan adalah kekasihnya. Dia tidak ingin di curigai sebagai wanita jahat yang membawa pria tidak di kenal untuk masuk ke dalam kamar hotel. Yah walau faktanya dia memang wanita yang tidak Regan kenal.Saat sudah beranda di lantai 5, ternyata hanya berjarak beberapa kamar saja dengan kamar Tuan Austin. Pantas saja Regan menolongnya saat itu. Mungkin Regan ingin kembali ke kamarnya dan secara tidak sengaja melihatnya."Terima kasih sudah membantuku. Kekasihku ini memang begini kalau mabuk. Dia sering tidak sadarkan diri," ucap Jane pada dua pelayan bar yang membantunya. Matanya menatap ke arah ranjang tempat dimana Regan sudah berada di sana."Sama-sama, Nona. Selamat malam."Setelah dua pelayan tadi pergi. Jane menutup pintunya lantas menguncinya. Beruntung tadi lantai ini sepi. Dia tidak melihat Tuan Austin. Mungkin saja dia sudah pulang."Baiklah, Tuan tampan. Aku akan melepaskan sepatumu yang bermerk ini dan baju yang penuh keringat itu. Ingat ya Tuan, kau harus mentraktirku kalau bertemu lagi denganku."Jane melepas kedua sepatu Regan dan beralih duduk di tepi ranjang. Lama Jane memperhatikan wajah tidur Regan yang nampak tenang seperti tidak ada beban. Secara tak terduga tangannya terangkat, rasa ingin mengusap pipi Regan teramat besar."Kau tampan, Regan."Belum juga tangannya sampai ke pipi Regan, Dia berhenti dan menampar pipi sendiri."Jane, apa yang kau lakukan? Kau memang seorang pelacur. Tapi tetap saja kau harus punya harga diri. Hentikan ini. Hentikan!" Teriaknya pada diri sendiri."Maafkan aku ya, Tuan? Aku memang lancang. Tapi kemeja ini memang harus di lepas. Kalau tidak, kau akan bangun dalam keadaan kotor."Tangan Jane terulur melepas setiap kancing Regan. Satu persatu mulai terbuka hingga kancing sampai di perut, mata Regan mendadak terbuka lebar lantas mencengkeram pergelangan tangan Jane."Apa yang akan kau lakukan, Nona?""Apa yang akan kau lakukan, Nona?" Jane terkesiap. Dia syok Regan tiba-tiba bangun. Matanya merah, agak sedikit sayu. Terlihat jelas dia masih dalam keadaan yang belum sadar betul. "Maafkan aku. Kemejamu berkeringat dan aku rasa ada sedikit muntahan. Aku berniat untuk melepasnya dan sedikit membersihkannya dengan air. Apakah kau keberatan? Kalau kau keberatan, Aku tidak akan meneruskannya."Terdiam lama masih menatap lekat Jane, Regan akhirnya melepaskan keratan tangannya. Membiarkan Jane meneruskan kembali membuka kemejanya yang sudah terbuka separuh. Jane kembali membukanya hingga selesai lantas berdiri untuk mengambil handuk yang sudah ia basahi.Jane menelan ludahnya sendiri saat dengan pelan dia menyusuri kulit Regan. Apalagi Regan memperhatikan dirinya dengan seksama dari awal."Kau mabuk. Jangan melihatku seperti itu, Tuan tampan. Kau tentu tahu aku bukanlah wanita yang akan rugi jika kehilangan harga diri," candanya.Regan menyeringai."Aku? Mabuk? Kau bercanda? Aku ini kuat
Moonlite, 08.00"Bagus sekali. Darimana tuan putri kita ini? Kenapa baru kembali pagi-pagi begini?" Raut wajah Madam sudah tidak enak untuk di lihat. Apalagi dengan suaranya yang selalu terdengar tinggi. Jane hanya menghela lelah. Dia langsung menuju ke ruangan Madam setelah dia kembali dari hotel. Tubuhnya lelah, sakit semua dan tidak bertenaga. Menghadapi pria polos seperti Regan ternyata menghabiskan banyak tenaganya. "Ada masalah." "Iya. Masalahnya itu kau, Jane. Kau gila! Aku sungguh masih tidak percaya kau menolak berhubungan dengan Tuan Austin."Sudah Jane duga. Saat menginjakkan kakinya pulang, Madam pasti akan langsung mencecarnya. Tidak akan menunggu besok atau lusa."Dia mendadak seperti orang gila. Dia menggunakan mainan seks untuk mempermainkan ku, Madam. Kau tahu sendiri kalau aku sangat membenci semua hal itu." "Kenapa kau bersikap seolah mempunyai harga diri?" tanya Madam sinis. Jane amat terkejut dengan pertanyaan itu."Apa?""Seharusnya kau menuruti semua yang di
Begitu banyak kesialan akhir-akhir ini. Memang semua bisnis berjalan lancar, namun tidak dengan yang lain. Tekanan dari sang ayah yang mengharuskan Regan menjadi sosok sempurna. Wajah dari perusahaan terkenal di bidang teknologi. Tidak memperbolehkan dia cacat dalam penampilan juga sikap di depan media maupun masyarakat. Di usianya yang menginjak 27 tahun, Regan tidak sekalipun merasakan apa itu kebebasan. Kalau ke discotik, yah sesekali ia ke sana untuk mencairkan suasana hatinya yang memburuk. Besoknya, Dia pasti kembali menjadi sosok kaku yang dingin dan terlihat cuek di mata semua pegawainya. Mau bagaimana lagi? Regan satu-satunya putra dari Abraham Foster yang sangat di andalkan. Mengingat putra pertama yaitu Yohan Foster yang kini berusia 28 tahun namun memilih bidang lain yang bertentangan dengan keinginan ayahnya. Iya. Yohan tidak tertarik sedikitpun dengan dunia bisnis. Aroma kantor membuatnya mual. Dia memilih menjalani hidup sebagai seorang musisi. Menciptakan nada yang
Mendengar Mike mengucapkan ide gila itu, Regan terhenyak untuk sesaat. Mau protes, tapi seperti apa yang Mike katakan, tidak ada jalan lain lagi untuk lari dari masalah ini. Bukannya mendapatkan jalan keluar, Regan khawatir kalau ayahnya akan menjodohkan dirinya dengan wanita pilihannya."Dimana kita akan mencari wanita yang mau di bayar untuk menjadi kekasihku? Dan lagi, dia tidak mempunyai siapa-siapa katamu?"Mike tersenyum, lantas meraih kembali wiski sisa yang tadinya Regan minum."Percayalah padaku. Kita akan segera menemukannya." Di dasari rasa percaya terhadap teman baiknya, Regan akhirnya pulang dan urung kembali ke perusahaan. Masa bodoh kalau ayahnya mencarinya. Dia enggan untuk bertemu dengan siapapun kali ini. Dan yah, Regan akhirnya memilih pulang saja. Menuju tempat singgahnya yang dia sebut sebagai tempat persaingan daripada rumah. Mau bagaimana lagi? Dia tinggal di satu atap bersama kakak serta adiknya. Tiga bersaudara, Laki-laki semua, kalau bukan tempat persaingan l
Besoknya... Beberapa kali Regan membenahi penampilannya dengan berkutat di depan cermin sejak setengah jam yang lalu. Kemeja hitam yang ia padukan dengan celana bahan sutra mungkin saja terlalu resmi kalau Mike bilang. Namun kebiasaannya berpenampilan rapi, membuatnya tidak nyaman jika harus berpakaian biasa kalau kemana-mana. Wajah tampan sekaligus mempesona, rahangnya yang tegas serta tinggi 180 cm membuat visual yang di milikinya tidak main-main. Kalau saja dia tidak menjadi Direktur di perusahaan ayahnya, kemungkinan besar dia akan melamar sebagai model atau bisa juga menjadi aktor. Yah tapi mau bagaimana lagi. Kewajiban tetaplah menjadi yang utama. Dia tetaplah seorang putra yang tidak ingin mengecewakan sang ayah. Mercedes-benz berwarna hitam ia kendarai memecah jalanan malam itu. Rintikan hujan yang semakin lama kian menderas tidak menjadi penghalang untuk Regan memenuhi niatnya di satu tujuan. Dia harus mendapatkan seorang wanita malam ini. Dia akan membayar sebesar apa yan
"Tuan? Apa yang tuan lakukan di sini?" Jane berbalik tanya. Merasa kebingungan juga melihat Regan ada di restoran yang sama dengannya."Aku ada janji bertemu dengan seseorang. Tunggu. Apakah Mike yang mengirimkanmu ke sini?" tebaknya dan menganggap Jane adalah salah satu wanita kenalan Mike yang dia kirimkan padanya. "Mike? Siapa Mike? Saya juga ada janji dengan seseorang. Saya kira ruangannya di sini. Ternyata salah. Karena kita sudah terlanjur bertemu, bolehkah saya duduk di sini sebentar?" pinta Jane dengan mata berbinar. Apalagi saat melihat hidangan mewah yang kini ada di depannya."Ya. Boleh saja." Jane tersenyum."Saya sedikit lapar. Melihat piring anda masih bersih, sepertinya anda belum makan sama sekali. Karena saya baik, Saya akan membantu anda untuk menghabiskan semua makanan ini." Regan melongo saja saat Jane mengambil sumpit dan mulai mencicipi makanan yang masih utuh di depannya."Jangan pelit. Kapan hari saya sudah mentraktir anda dengan minuman mahal. Memberi sediki
"Kana?" Nama itulah yang keluar dari bibir Regan. Merasa tidak asing dengan wajah polos tanpa make up yang kini dia pandang dengan teliti. Kenapa Regan tahu dengan gadis bernama Kana? Siapa yang menduga kalau pria yang memakaikan Jane mantel dan sepatu beberapa tahun yang lalu adalah Regan? Saat itu memang gelap. Salju turun dengan lebat. Namun Regan tidak pernah lupa dengan gadis tak bersepatu waktu itu. Wajahnya pucat, dan tubuhnya terlihat kurus. Karena make up tebal yang Jane pakai sekarang, juga perawakan Jane yang berubah drastis, Regan tidak mengenalinya lagi setelah beberapa tahun berlalu. Tapi setelah dia lihat-lihat, ternyata benar mereka mirip. "Setelah beberapa kali bertemu, tidak kusangka kau adalah gadis musim dingin itu. Kau bahkan mengganti namamu menjadi Jane," gumam Regan meletakkan kembali foto yang sempat dia ambil. Takdir macam apa yang mempertemukan mereka kembali setelah lamanya tak bertemu sekian tahun? Bahkan Jane menjadi seorang wanita penghibur di ru
Mendengar persetujuan Jane, tentulah Regan merasa senang. Semua rencananya akan berjalan lancar, Jane juga pasti akan membantunya untuk menjadi normal. Walau di katakan dia memang normal seperti halnya pria lain, tapi Regan selalu merasa dirinya tidak normal.Tapi Jane berkata jangan senang dulu, karena cobaan pertama Regan kini ada pada Madam. Dia harus mendapatkan persetujuan wanita itu juga kalau Regan tidak ingin mendapatkan masalah. Dengan rasa percaya diri Regan berkata,"Aku bisa memastikan kalau Madam tidak akan menolak permintaanku."Well, keduanya kini berjalan menuju ke ruang madam yang berada di lantai dua. Di depan pintu, di jaga dua pria berwajah sangar dan berbadan kekar. "Madam di dalam?" tanya Jane pada salah satu pria itu."Iya."Jane membuka saja pintu yang tertutup itu dan mengajak Regan masuk dengan menggandengnya. Saat sudah berada di dalam, Mereka berdua di hadapkan dengan seorang wanita bermake up tebal dengan baju yang nampak berlebihan. Yah, seperti penampil