Share

Koloni Betaverse
Koloni Betaverse
Author: Joel Amri

1. Senin Pagi di Betaverse

Seperti biasa Andy Shao keluar kamar apartemennya pukul enam pagi pada hari kerja. Dari lantai 19 sampai lantai basement dia sendirian di dalam lift. Baginya tidak ada kata kepagian. Terlebih lagi ini hari Senin, jadwal rapat tim kantornya. Sebagai aparatur kota yang baru, dia bersemangat hadir satu jam sebelum waktu masuk, yakni pukul sembilan. Sarapan di UniChichi sambil minum kopi dan membaca berita di tabletnya, lalu bersepeda mengitari Koh Lee South Park sebelum menggenjot langsung ke pusat kota, dia akan tiba pukul delapan kurang lima belas menit. Waktu lima belas menit digunakannya untuk mandi dan merapikan diri di ruang ganti kantor. Kedisiplinannya pada ritme tersebut dua minggu ini sangat sempurna, sehingga kadang dia berpikir bahwa dia telah menjadi separuh autis.

Di basement gedung 32 lantai itu terparkir puluhan sepeda. Rata-rata berwarna merah, sumbangan pemerintah, bagian program kesehatan masyarakat. Sepedanya sendiri bercat kuning, warna kesukaannya. Sepeda itu dia bawa dari Jawa, dipakainya sejak kuliah. Dia sedang mendorong sepedanya ketika terdengar teriakan dari belakang. 

"Sipit!"

Dia kenal suara khas yang agak sengau dan sedikit parau. Tak hanya itu, kata sipit bukan sesuatu yang biasa diucapkan orang di Betaverse, apalagi diteriakkan hingga menggema di lahan parkir basement yang sepi. Andy Sipit adalah panggilan akrab dari seorang teman baru satu kantor yang penampilannya pun unik seperti gaya hipster abad 21, Pak Bob Matulaki.

Andy menoleh ke belakang. Dilihatnya Pak Bob berjalan gontai dari arah pintu lift sambil mengangkat tangan. Maksudnya pasti, tunggu aku!

"Aku langsung, Pak Bob. Sampai ketemu di sana!"

"Hei!" Lelaki tiga puluh enam tahun itu berlari kecil, menuju deretan sepeda merah. Namun, setelah berada di atas sadel dia hanya mengayuh dengan santai. Bekerja shift malam dari pukul 5 sore sampai 5 pagi, tugas jaga tanpa tidur, meninggalkan pegal di badannya. Andai tidak melihat berita terbaru pagi ini menyusul pemberitahuan penting dari Departemen Kepolisian yang disebar di grup divisi sekuriti semalam, dia sudah memilih naik ke kamar apartemennya untuk sarapan mi instan lalu tidur dengan minta dikeloni Martina, sang istri.

Restoran UniChichi berada di Mal Area Makan Sektor Dermaga Selatan, tiga ratus meter dari gedung apartemen Andy. Sepanjang jalan bersepeda yang singkat tersebut pemuda itu melihat mobdron kepolisian berulang kali lewat di langit di atas kepalanya. Tidak pernah terjadi sejak dia pindah ke Betaverse untuk mengikuti pelatihan pegawai baru, sekitar dua bulan lalu.

Yang dia tahu, hanya ambulans dan mobdron polisi yang diizinkan beroperasi. Itu pun dibatasi tiga puluh senti dari permukaan jalan. Mereka dilarang melayang lebih tinggi. Penggunaan mobil terbang di langit kota hanya diperbolehkan dalam situasi tertentu. Namun, dia belum terlampau tahu perihal situasi tertentu itu. Masih banyak detail peraturan di daerah khusus ini yang belum diketahuinya.

Meski demikian, sarjana teknik arsitektur yang bekerja di Departemen Tata Kota itu paham mobdron tidak cocok digunakan sebagai alat transportasi dalam kota di Betaverse. Kota ini dirancang sangat kompak, bangunan dan infrastrukturnya tersusun padat dan terprogram rapi ibarat sebuah kepingan komputer. Aliran dan alur pergerakan penduduknya jelas. Mobilitas longgar di udara di atas permukaan kota menjadi tidak efektif dan bahkan membahayakan. 

Suatu hari pada tahun 2244 saat masih SMA, Andy menyaksikan sebuah kecelakaan mobdron di Jakarta. Dia ikut terbang dalam ketinggian sedang bersama keluarganya dan duduk di kursi depan. Ayahnya menyetir sendiri mobdron Hornet mereka. Tiba-tiba seperti lepas kendali sebuah mobdron di hadapan mereka oleng ke samping dan meluncur kencang hingga menghantam badan gedung pencakar langit milik Bank Indonesia. Meski sebagian badan mobdron bermesin turbo ganda itu tersangkut di jendela gedung, namun kondisinya hancur. Serpihannya bercampur puing dari gedung terlempar berderai ke bawah. Tiga penumpang mobdron dan satu karyawan yang berada di dalam gedung dinyatakan meninggal dunia. Beberapa bulan kemudian Komisi Penyelidik Teknologi Transportasi menyimpulkan kecelakaan disebabkan kesalahan pada device sistem navigasi AI. Dia tak dapat mengira apa jaminan keamanannya apabila mobdron-mobdron pribadi bermanuver di antara gedung tinggi yg berdiri rapat di Betaverse.

Hingga saat ini, warga Betaverse pemilik mobdron hanya memakai kendaraannya untuk terbang ke luar kota. Lahan garasi dan landasan mobdron disediakan di barat daya pulau, tidak jauh dari jembatan. Andy tidak pernah suka naik mobil terbang. Dia selalu gelisah saat duduk di dalamnya, apalagi setelah melihat langsung dari dekat kecelakaan itu. Untuk menyeberang ke Pulau Jawa dia memilih naik trem listrik yang meluncur di sisi jembatan atau sekali pernah di akhir pekan, dia mencoba bersepeda melintasi satu-satunya jembatan penghubung tersebut yang panjangnya 11 kilometer.

UniChichi bertempat di pojok belakang gedung mal di lantai dasar. Restoran khas masakan klasik Sumatra itu tidak pernah padat pengunjung, apalagi pada jam seperti ini. Hanya ada satu pelanggan, seorang kakek dengan kostum lari pagi di salah satu meja. Andy memesan lontong padang, disertai segelas kopi.

"Bagaimana kabar orang tuamu, Ndy? Mereka di Jakarta, bukan?" Cici, perempuan berumur pemilik restoran, punya ingatan bagus akan kisah pelanggan hariannya yang bisa dihitung dengan jari.

"Baik, Cik!" Andy menempelkan telunjuknya pada mesin pemindai untuk membayar pesanan. Dia melihat Cik Cici menuangkan telur bulat balado ke atas piring lontong berkuah itu. Lidah Andy bergidik, membayangkan baluran rasa pedas gurih berminyak.

"Syukurlah! Media memang sering membesar-besarkan masalah."

Melly, karyawan Cici, meletakkan pesanan di meja dekat pintu, sementara Andy bergegas mengeluarkan tabletnya dari ransel. Pemuda itu penasaran akan adanya berita penting sepagi ini. Dia terlambat menyadari bahwa tadi Cik Cici tidak sedang berbasa-basi dengan menanyakan kabar orang tuanya tanpa alasan. Namun, memang tidak ada notifikasi pesan maupun panggilan dari keluarganya di Jakarta. Seharusnya mereka baik-baik saja. Diperiksanya juga gelang androidnya, masih menyala, normal.

Sekelebat pikiran tentang bencana gempa terlintas. Selama ini ramalan pada awal milenium tentang Megathrust di Selat Sunda—yang diperkirakan muncul dalam rentang 400 tahun—belum juga terjadi. Apakah akhirnya ia mundur dua abad kemudian? Gempa dahsyat disertai tsunami yang datang tanpa aba-aba di pagi buta? Wilayah yang terkena dari pesisir tenggara Sumatra hingga pesisir utara Jawa. Jika itu terjadi, listrik dan telekomunikasi di lokasi bencana dapat putus total. Yang jelas, rumah orang tuanya terletak persis di pesisir Jakarta. Astaga!

"Breaking news!" ucapnya pada tablet dengan agak gelisah.

"Hei!" 

Pak Bob muncul di ambang pintu yang terbuka lebar. Cik Cici selalu membiarkan pintu masuk restorannya terbuka di pagi hari. Udara pagi mengembuskan chi positif, ujar perempuan berwajah lembut itu suatu kali. Mudah-mudahan itu termasuk Pak Bob yang tak sungkan memecah keheningan. Opsir keamanan di kantor Departemen Tata Kota itu langsung bergabung di meja Andy. Wajahnya tampak senang mendapatkan teman minum kopi.

Masih menatap tablet yang berdiri di meja, Andy mencicipi kuah di sendoknya. Bibirnya mengulum karena rasa nikmat. Dia merekomendasikan menunya kepada Pak Bob sebelum kembali menggulirkan berita. Sama sekali tidak ada gempa, pikirnya. Lagi pula posisi Betaverse berada di Laut Jawa sebelah utara Tegal, yakni sebuah kota yang juga berada di pesisir utara Jawa, hanya letaknya lebih jauh ke timur daripada Jakarta. Artinya, seandainya gempa besar dan tsunami itu terjadi, kemungkinan besar alarm sistem peringatan bencana sudah menyala ke seantero Betaverse.

"Mel, medan chicken porridge! Sama zero sugar black coffee! Atau kopi pahit in Bahasa!" seru Pak Bob sekenanya pada Melly yang sudah hafal tingkah polah beliau.

Berita hangat pagi ini diisi serangan senjata api membabi buta di sebuah sekolah menengah di Texas, Amerika Serikat, pada pukul dua siang waktu setempat. Masih ada pula ulasan tentang virus Z varian baru yang muncul di Perancis sepekan terakhir. Dilaporkan bahwa korban yang terinfeksi, dalam keadaan tidak sadar melakukan tindakan tak terkendali, mengamuk dan meronta-ronta, bagaikan orang kesurupan. Hari ini dilaporkan pula virus yang mirip muncul di Koln, Jerman, dan sebuah kota kecil di Spanyol.

"Pak Bob tahu, memangnya ada berita besar apa di Jakarta? Kenapa setelah aku cek sepertinya tidak ada kejadian apa-apa. Tadi Encik seolah mengkhawatirkan keadaan orang tuaku di sana."

"Hem, kamu belum menginstal Betaverse Outlook." Muka Pak Bob berubah serius, tatapannya dingin. "Kamu tentu belum tahu, Virus Z yang ditemukan dua tahun lalu di Jepang, diduga berasal dari kampung halaman kita. Dan, di luar sana sekarang ia makin menjadi-jadi."

"Lantas, ada apa di Jakarta?"

"Tepatnya, di Pulau Jawa. Bukan hanya Jakarta."

Andy mencoba menebak maksud Pak Bob. Namun, dia tidak punya petunjuk apa pun dari tabletnya. Dia tak menyangka Betaverse Outlook memiliki kelebihan dibandingkan jaringan media global GEN. Sejak remaja dia kurang suka membaca konten lokal kehidupan urban seperti yang disajikan Tablet Metro, apalagi gaya pemberitaannya yang bombastis dan mencari sensasi. Banyak berita yang menurutnya tidak perlu diberitakan. Meski tampilan mukanya elegan dan konsepnya sama sekali tidak mirip dengan Tablet Metro, tetapi tetap saja dikiranya Betaverse Outlook adalah semacam buletin lokal yang lingkup isinya terbatas dan tidak lengkap. Asumsinya, paling-paling ia akan membahas perkembangan di dunia luar apabila terkait dengan kepentingan pulau buatan ini saja. Jadi, jika alih-alih Betaverse Outlook punya nilai lebih tersendiri, dia berjanji akan menginstalnya nanti.

"Terus, apa isunya?" tanya Andy. Kuah pedas lontong padang itu membuatnya tambah bersemangat ingin tahu.

"Lockdown." Nada suara Pak Bob merendah tetapi kali ini malah terasa lebih kuat masuk ke telinganya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status