"Pemerintah berencana membangun Auto Pinned Grid System untuk semua jalan dalam kota di Jakarta. Proyek tersebut ditargetkan selesai pada 2254 nanti. Apabila terlaksana, sebagai konsekuensinya kendaraan pribadi bermesin yang tidak dapat terintegrasi dengan APGS seperti mobil dan sepeda motor, akan ditiadakan dari jalanan ibu kota." Dila membacakan resume berita seputar Jakarta. "Maaf, Andy. Ini berita buruk untuk Beetle kamu."
"Oh, ya! Semoga pada saat itu aku sudah bisa membangun rumah di Weleri. Akan kubawa dia ke sana."
Mobil Beetle listrik kabriolet putih itu adalah koleksi akongnya. Kondisi mobil buatan Jerman yang desainnya terinspirasi dari bentuk kumbang itu sangat terawat. Dalam surat wasiat yang dibacakan setelah kakeknya itu wafat, nama Andy disebutkan berhak mewarisi mobil tersebut. Selain itu dia juga memperoleh sepetak lahan di Weleri, Jawa Tengah.
Namun, berita soal rencana pembangunan APGS itu memang tidak ditemuinya
di Global Earth Network, atau setidaknya di media tersebut ia tidak masuk dalam berita terkini terkait Jakarta."Tapi, bukan berita itu yang aku cari. Adakah berita terkini tentang lockdown di Jakarta?"
"Baiklah. Tunggu beberapa detik!"
Dengan sepeda gunung berangka kuning hitamnya, Andy membelah jalan utama di Betaverse. Tanpa lalu lalang mobil, mobdron, atau kendaraan besar bermesin lainnya, suasana di jalan raya itu menjadi seperti jalanan plaza. Bahkan kadang terdapat segerombolan burung pipit yang berhamburan saat dia lewat.
"Tajuk rencana yang terbit hari ini membahas tentang lockdown di Jawa. Artinya, Jakarta juga termasuk, bukan?"
"Please deh, Dil!"
"Baiklah. Mengikuti perkembangan terakhir dampak virus Z di dunia, juga laporan hasil penelitian ilmiah mengenai hubungan gejala yang timbul akibat infeksi virus Z dengan faktor-faktor imunitas fisik dan psikologis, maka isolasi menyeluruh atau lockdown di semua wilayah di Jawa tidak bisa dihindari."
"Teruskan!" kata Andy setelah Dila berhenti bersuara beberapa saat.
"Kamu ingin aku membaca resume atau keseluruhannya?"
"Highlight, tapi dipersingkat."
"Hem. Pernyataan Panglima TNI bahwa ancaman virus Z tidak boleh dipandang sebelah mata telah memunculkan polemik di antara anggota DPR yang saling berseberangan. Sementara, kemarin beberapa senator dari wilayah Sumatra juga menyuarakan kekhawatiran terhadap peningkatan jumlah orang yang terinfeksi virus Z di pulau itu. Mereka meminta penambahan jumlah mesin lab pendeteksi digital di setiap provinsi. Seorang sosiolog dari Universitas Nasional Australia memberi peringatan akan terjadinya krisis sosial terutama di wilayah perkotaan di Pulau Jawa. Kesimpulan itu dia dapatkan dari hasil simulasi yang dilakukan dengan mengacu pada mutasi virus Z terkini yang terjadi di seluruh dunia. Profesor Munir, orang yang pertama kali meramalkan keberadaan virus Z satu dekade lalu, juga tidak membantah kesimpulan tersebut."
"Tunggu! Bagaimana dengan lockdown? Apakah itu baru sekadar isu?"
"Menurut redaksi Betalook, jika faktor dan variabelnya terpenuhi, lockdown di seluruh Jawa akan terjadi paling lambat satu bulan ke depan dan paling cepat satu minggu ini."
"Jadi, itu hanya prediksi … hanya opini."
"Kamu bisa coba memeriksanya dengan DefineXD."
"Oke, cobalah!"
"Baiklah. Tunggu sebentar."
Dua kilometer di depannya, di ujung jalan, tampak menjulang Menara Oracle, gedung pencakar langit setinggi 240 meter. Secara struktur bangunan, ia berupa gedung tabung bertumpuk tetapi dengan desain kontemporer yang aerodinamis. Balai kota dan segenap departemen, kecuali Departemen Kepolisian, berkantor di gedung tersebut.
"Artikel tersebut valid!"
"Valid? Untuk sebuah peristiwa yang belum terjadi?"
"Kamu bertanya?"
"Oke, sudahlah, Dil!"
Untuk sebuah media elegan, dengan iklan berkelas dari sebuah tempat yang dibangun dengan mengagungkan teknologi tinggi dan terdepan dalam konsep pemikiran, melayani masyarakat berpendidikan yang penuh kedisiplinan dan keteraturan, zero corruption, sejauh ini isi pemberitaan Betaverse Outlook tidak dapat dijadikan pegangan karena menurutnya, sebuah opini, bagaimanapun, bukanlah fakta. Tidak ada lockdown sepulau Jawa hari ini. Secara jurnalistik bahkan Tablet Metro, media lokal Jakarta, jadi terasa lebih baik. Walaupun mereka memberitakan soal perceraian artis atau biduan yang selingkuh setidaknya itu fakta.
Andy ingin fokus mengayuh sepedanya. Namun, lamat-lamat dia menyadari kekesalannya kepada satu-satunya media yang dimiliki kota ini, berlebihan. Betalook berhak untuk menulis yang menurut mereka layak disiarkan. Jika dia tak setuju pun tidak ada yang melarang.
Barangkali kekesalannya sesungguhnya bukan kepada aplikasi berita itu melainkan kenyataan bahwa dia masih belum bisa mengetahui kabar keluarganya. Ironisnya, hanya isu dari Betaverse Outlook yang bisa disambungkan dengan persoalannya itu. Dalam hal ini fakta seterang apapun mengenai perceraian dan perselingkuhan selebriti sama sekali tidak akan membantunya.
"Dila, putarkan album pramilenium!"
"Baiklah. Play randomly!"
"No! Grunge only!" pinta Andy sambil mempercepat putaran gir sepedanya.
Sebelum tiba di pertigaan tempat Menara Oracle berdiri, di sisi kanan jalan, terdapat sebuah papan layar videotron berbahan amoxled yang setipis kaca. Papan itu melekat vertikal menutupi sebagian jendela kaca di tiga tingkat pertama sebuah gedung perkantoran yang lebih rendah dari Menara Oracle.
Dia hafal dengan satu iklan sebuah media pada papan layar itu yang juga menunjukkan lokasi kantornya. Kantor Betaverse Outlook berada di tiga lantai tersebut. Video animasi tiga dimensi itu menampilkan objek teleskop dan mikroskop serta permainan teks dalam hitam putih yang memikat dengan kesan yang tegas, berkelas dan canggih.
“Betaverse Outlook … Betalook … Better to take a look!”
Ada keingintahuan yang muncul tiba-tiba di benaknya. Inikah kekuatan sebuah iklan? Sekarang baru disadarinya, gambar teleskop dan mikroskop itu hadir bukan sebagai elemen desain semata. Kami mengamati dan meneliti, pasti begitu kira-kira maksudnya. Orang-orang seakan digoda untuk melihat lebih saksama isi pemberitaan Betalook. Hal lainnya, semboyan pada iklan Betaverse Outlook itu memicu memorinya tentang Kota Betaverse itu sendiri.
Kota mengagumkan ini sudah semacam utopia. Sejak SD Andy sering mendengar cerita tentang Betaverse dengan segala keistimewaan dan kecanggihannya yang bagaikan kisah fiksi sains. Keajaiban pertama yang membekas adalah cerita disertai rekaman video tentang alun-alun Kota Betaverse yang berubah menjadi stadion sepak bola yang megah hanya dalam hitungan jam. Setelah selesai digunakan stadion itu secara otomatis dikemas ulang dan disimpan ke bawah tanah hingga alun-alun yang asri itu kembali ke keadaan semula. Sangat luar biasa. Terlalu fantastis sehingga dia menganggapnya itu hanya sebuah video animasi.
Kemudian setelah dewasa ketika dia menyaksikannya langsung, bahkan menjadi warga Kota Betaverse yang bekerja di kantor pemerintah, tentu saja dia percaya dengan keajaiban-keajaiban itu walaupun kesan yang didapatkannya tidak seajaib dulu. Hal itu karena dalam kuliahnya dia mempelajari juga ilmu teknik mutakhir yang diterapkan di Betaverse. Salah satunya adalah teknik mekanisme transformasi arsitektur seperti yang digunakan pada stadion sepak bola tersebut.
Jadi, barangkali, sebaiknya dia memeriksanya terlebih dulu sebelum membantah isi tajuk rencana Betaverse Outlook. It's better to take a look.
"Dila, siapa sih pemilik media Betalook?"
"George C. Lee."
"Diplomat Cheng? Pendiri Kota Betaverse?"
"Kamu bertanya? Jika ya, jawabannya adalah ya, kamu benar."
"Lantas, siapa pemimpin redaksinya?"
"George C. Lee alias Diplomat Cheng."
"Astaga! Sekarang aku benar-benar tidak dapat mengabaikan isinya begitu saja."
***
Jakarta Timur, April 2250 Ningsih memanggil ayahnya dengan Babah, atau Babah Su'eb. Kata ibunya, itu gara-gara waktu pertama diajari bicara lidahnya tidak mau mengucapkan kata Abah dengan benar. Lalu untuk seterusnya panggilan Babah itu terpatri di lidahnya. Sementara ibunya selalu memanggil dengan Abah, atau Abah Su'eb. Demikian pula sebaliknya, Babah suka memanggilnya dengan Dewi. Babah jelas tahu nama lengkapnya adalah Sri Ningsih. Ibunya selalu memanggilnya Ningsih. Babah sendiri mengaku tidak ingat sejak kapan dia mulai memanggilnya dengan nama berbeda. Mulyo yang baru dua setengah tahun dengan lidah mungilnya sudah bisa pula memanggil namanya, Kak Ningsih. Namun, bocah laki-laki itu seperti tidak terlalu peduli dengannya dan selalu menempel pada ibu. Mereka berempat selama ini tinggal di ladang mobil. Itu adalah sebuah lahan datar seluas lapangan bola tempat ratusan bangkai mobil bekas ditelantarkan. Babah bertanggung jawab mencarikan mereka bangkai mobil yang layak untuk ti
Menara Oracle memiliki jalan masuk terbuka tanpa pagar pembatas. Andy melewati halaman berlantai batu alam berwarna kelabu dan bersamanya terlihat sejumlah karyawan yang datang dengan otopet listrik. Mereka yang energik dan tinggal dalam radius satu kilometer dari kantor, umumnya lebih memilih jalan di permukaan daripada streamline, apalagi bagi mereka yang berjiwa muda, mengendarai otopet listrik memberi kesenangan tersendiri. Di lahan parkir basement, Andy bertemu sekelompok karyawan yang tampak saling akrab sedang memarkir otopet mereka. Dia mengenali salah satunya, yaitu seorang perempuan petugas kebersihan di departemennya. Petugas kebersihan memang datang pagi-pagi. Mereka semua profesional. Di Menara Oracle tidak ada pekerjaan yang dipandang sebagai pekerjaan tenaga kasar. Petugas kebersihan seperti perempuan itu telah mengikuti pelatihan minimal selama satu bulan seperti dirinya sebelum resmi mendapatkan kartu identitas warga Betaverse. Di kartu itu status mereka tercantum
Jumat itu matahari semakin tinggi, Babah kembali menarik gerobak barangnya. Dia mendongak ketika sejumlah mobdron melintas di langit di atas jalan raya. Mereka terbang memasuki Jakarta tanpa hambatan. Dunia orang-orang atas, dia menyebutnya begitu. Sebentar lagi pukul sembilan, dia hanya punya waktu satu jam untuk berkeliling sebelum tiba di rumah singgah tempat Ningsih bersekolah. Sementara itu, Ningsih berjalan di sisi kiri gerobak. Dia sembunyi dari orang-orang aneh di atas trotoar di seberang jalan. Mobdron terbang rendah di langit bagai kawanan burung yang melintas tiada habis-habisnya, tidak bisa mengalihkan pikiran buruk yang menghantui Ningsih. Sesekali gadis itu mencuri pandang ke belakang untuk memastikan. Babah benar bahwa jarak mereka terlalu jauh. Mobil listrik yang berjejalan juga menghalangi mereka. Selain itu arah jalan mereka berlawanan. Setelah melangkah beberapa lama dan mereka semakin menjauh, Ningsih kembali bernapas lega. Pengalaman kemarin dulu sungguh membu
Pemuda yang lengannya diringkus itu tidak terlihat melawan. Namun, dia tidak pula mengalah. "Ayo pulang!" seru si pengendara mobil. Kemudian lelaki itu beralih menghardik para pemuda yang lain, “Kalian para gabutan, pulang sana!” Masih tidak ada sedikit pun suara dari mulut orang-orang aneh tersebut. Lelaki itu mencoba menyeret tubuh terbungkus mantel merah bertudung ke kursi penumpang. Akan tetapi, alih-alih berhasil, malah dia yang terempas ke kap mobil. Lehernya tampak dicengkam tangan kurus si pemuda. Sejurus kemudian kepala bertudung merah itu bergerak mendekat ke leher lelaki tersebut. Mukanya terhalang tudung, tidak jelas yang hendak dia perbuat. Akan tetapi, gerak meronta si lelaki terkesan seolah sedang berjuang melepaskan diri dari ancaman gigitan penyerangnya. Pada saat genting si pengendara mobil berhasil menyergap serangan itu dengan tangannya yang terlihat kepayahan, sementara, suaranya terdengar parau dan tersedak ketika mencoba berteriak. Ningsih yang ketakutan,
Setelah memberi instruksi kepada Said untuk persiapan ruang rapat, Bu Asti mendatangi ruang kerja Divisi Perencanaan. Di situ dia menggantikan Andy sementara untuk menjaga komunikasi dengan Shellyn. Salah satu tugasnya sebagai sekretaris kantor adalah membantu karyawan yang sedang bermasalah. "Aku akan kembali, sepuluh menit. Aku harus mandi. Di sini ada Bu Asti, teman kerjaku. Bu Asti, ini Shellyn!" Andy menggeser sedikit tablet lipat kantornya, memperkenalkan Bu Asti kepada Shellyn. "Hai, Shellyn!" Bu Asti tersenyum lebar menatap layar tipis 17 inci. "Terima kasih sebelumnya, Bu!" ucap Andy setengah berbisik. Bu Asti memalingkan kepalanya. "Sudah cepat sana, atau saya terpaksa mengisi ulang pengharum ruangan!" "O, ya, semua sudah terkendali. Kami sudah menghubungi rumah sakit. Shellyn tinggal menunggu petugas medis datang. Dia hanya perlu ditemani agar tidak panik," cecar Andy sambil meninggalkan ruang kerjanya. Bu Asti mengangguk dan kembali menatap Shellyn di layar. "Ngomon
Bu Asti masih terkesima melihat reaksi Andy. Dari pintu muncul Wenny dengan seperangkat alat kebersihan yang dibawa oleh troli AI yang membuntutinya dari belakang. Biasanya pekerjaan Wenny di seluruh ruangan seksi Divisi Perencanaan telah rampung sebelum jam delapan. "Selamat pagi semua!" sapa Wenny, formal. Perempuan bertubuh jangkung tersebut menurunkan robot pembersih lantai berupa benda kotak ergonomis selebar timbangan badan ke lantai bermaterial kayu parket. Seksi kantor Divisi Perencanaan sendiri berbentuk memanjang dan memiliki sebuah koridor dengan ruang-ruang kerja terbuka. Luas masing-masing studio itu sembilan meter persegi yang disekat-sekat oleh dinding. "Tidak ada." Dila menjawab pertanyaan Andy. “Aku rasa peristiwa di pinggir jalan semacam itu bukan sebuah berita sebelum dilaporkan ke polisi.” "Tidak ada? Sama sekali?" "Tetapi, ada penjelasan pakar yang berkaitan dengan cerita Shellyn." "Oh, kamu mengikuti video call Shellyn? Aku lupa, tentu saja!" "Please, deh, A
Lantunan ayat Qur'an Jumat siang itu datang dari masjid di samping rumah singgah. Babah memarkir gerobaknya di luar pagar di sudut dekat tong sampah. Ningsih telah masuk ke dalam, sementara, Babah mengaso di bangku kecil di bawah pohon ceri tempat anak-anak biasa bermain. Babah belum pergi sebab hari itu dia mempunyai janji bertemu dengan Bang Amir. Rumah singgah bagi anak-anak telantar itu menyediakan ruang belajar dengan barisan meja kursi dari kayu. Ningsih selalu memilih meja di pojok dekat pintu. Ia akan duduk diam di situ memperhatikan guru yang mengajar dengan papan putih dan spidol. Hari itu yang mengajar mereka, seorang guru baru bernama Evi. Sepertinya perempuan berhijab itu seorang mahasiswi. Dia masih muda, mungkin sepantaran dengan Bang Amir. Jam pertama, Kak Evi mengajar Geografi. Dia bertanya kepada murid-murid tentang Indonesia. Para anak laki-laki dengan lantang meneriakkan jawaban yang memang mudah. Mereka rata-rata berumur 12 tahun, masih berwajah kanak-kanak teta
Babah bangkit dari duduknya, meregangkan badan. Dia siap kembali berangkat. Masih ada yang mengganjal di benaknya seminggu ini. Babah sedang mencari sebuah benda penting untuk mobil bekas yang sedang ditukanginya di ladang mobil. Dia harus kembali berkeliling dan berharap di Pasar Besi akan menemukan benda tersebut. Pasar Besi adalah tempat jual beli suku cadang bekas pelbagai jenis mesin. “Kamu sudah akan pergi, Pak?” tanya Bang Amir. Anak muda itu berdiri menjulurkan tangannya. “Ya, eh, maaf, tanganku kotor!” Babah hendak menolak menyalami tetapi Bang Amir tetap saja menjabat tangan kasarnya. “Menemukan banyak barang rongsok pagi ini?” “Hanya beberapa kardus … ditambah panci aluminium rusak pemberian orang.” "Aku pernah berpikir coba seandainya Bapak menemukan satu tas penuh koin emas di jalan." "Kalau seperti itu … tak semudah membayangkannya. Aku hanya mengambil yang telah dibuang orang. Dan, hanya orang tidak waras yang bersedia membuang koin emas satu tas." Babah tersenyum