Share

Kembalinya Sang Pewaris
Kembalinya Sang Pewaris
Author: Awwala

Bab 1

"Emily ...."

Dante Whincester memanggil nama kekasihnya saat menangkap sekelebat bayangan yang lewat tidak jauh darinya. Dia berjalan cepat setengah berlari mengikuti Emily dan laki-laki asing itu. Sengaja dirinya menjaga jarak sejauh lima meter agar tidak ketahuan oleh mereka. Hatinya bergemuruh saat melihat pemandangan yang ada di depannya.

Dante semakin mempercepat langkahnya agar tidak kehilangan jejak. Emily dan laki-laki itu memasuki lobi hotel dengan saling bertatapan dan tersenyum lebar. Melihat itu, membuat Dante mengumpat dalam hati. Lalu dia bersembunyi di balik dinding saat mereka tengah berdiri di depan meja resepsionis.

" .... kamar 502."

Suara resepsionis yang cukup keras itu berhasil didengar oleh Dante dengan baik. Dante tersenyum lebar. Dia tidak akan kesulitan untuk menemukan kamar mereka. Pelan-pelan dia mengayun langkah menghampiri pintu yang tertutup rapat. Tangannya terkepal, dan mengetuk pintu itu beberapa kali.

"Siapa itu?"

Dante mendengar sahutan dari dalam kamar. Dia berdeham sebentar, mengatur suaranya.

"Layanan kamar," jawabnya dengan suara agak serak.

Pintu terbuka tidak lama berselang. Laki-laki itu, kekasih gelap Emily, berdiri di depan Dante hanya mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada. Dante memandang lurus ke arahnya dengan mulut terkunci rapat. Dari balik bahu laki-laki itu, Dante bisa melihat Emily tengah memakai piyama dengan terburu-buru untuk menutupi tubuhnya yang telanjang.

Dante membelalakkan matanya lebar saat melihat pemandangan yang ada di depannya. Dia seolah melihat hantu. Tubuh Dante bergetar. Meskipun sebelumnya dia telah menyiapkan mentalnya untuk menghadapi kemungkinan terburuk, dia tidak pernah menyangka bila berakhir seperti ini.

“Siapa dirimu sebenarnya?” tanya laki-laki itu bingung karena tamu yang baru datang tidak menunjukkan tanda-tanda sebagai pelayan kamar.

Dante tidak menjawab, dan hanya menatap laki-laki itu. Jantungnya bergemuruh. Kedua matanya memerah. Suasana berubah hening, tapi penuh dengan ketegangan. Laki-laki itu menyipitkan matanya, mulai curiga. Dia menatap Dante, lalu ganti menatap Emily.

“Apa kau bisa menjelaskan ini, Emily?” tuntut dia.

“Dante, apa yang kau lakukan di sini?” Emily akhirnya berbicara.

Dante bergeming. Dia memandang Emily yang tampak berbeda malam ini. Dia hampir tidak bisa mengenali kekasihnya itu karena riasan Emily cukup mencolok dengan lipstik di bibir yang belepotan.

“Jangan bilang bahwa kalian saling mengenal!” Mata laki-laki itu melebar, terkejut dengan dugaannya.

Dante tidak bisa mengelak. “Emily adalah kekasihku,” ucap Dante pelan tapi tegas.

Laki-laki itu terkekeh. Dia tertawa histeris selama beberapa saat tanpa mempedulikan dua orang lainnya. Dante terlihat sangat terkejut. Dia tidak menyangka laki-laki itu memberi reaksi di luar dugaan. Semula dia berpikir laki-laki itu akan menyesal setelah mendengar ucapannya. Ternyata dia salah besar.

"Kau ... Kekasih Emily?" Laki-laki itu menatap Dante dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan sorot mencemooh. "Dari mana kau mendapatkan laki-laki seperti ini?" Laki-laki itu bertanya sambil melirik Emily.

"Apa pun katamu, Emily tetap kekasihku.”

"Dante! Hentikan semua omong kosongmu itu." Kali ini giliran Emily yang berbicara setelah sejak tadi dia hanya mengamati perdebatan dua orang laki-laki itu.

Dante mengayun dua langkah, mencoba mendekati Emily. Tapi sebuah lengan kekar menahannya agar tetap berada di tempatnya semula.

"Sebaiknya kau segera pergi dari sini," desis laki-laki itu sambil menatap tajam pada Dante.

Dante menepis tangan itu kuat-kuat. "Emily .... Kau pilih aku atau dia?" Dia memberi ultimatum.

"Kau lihat, Emily sama sekali tidak ingin bersamamu," tukas laki-laki itu saat Emily tidak kunjung beranjak dari tempatnya.

Kemudian Emily mendengus kesal. Kehadiran Dante telah mengacaukan segalanya. Parahnya lagi, dia mengalami kesulitan saat mengusir Dante dari kamar ini."Aku tidak ingin hidup menderita. Saat bersamamu, aku sama sekali tidak bahagia," jawab Emily mantap seraya menatap Dante lurus, lalu dia melanjutkan. "Aku ingin hubungan kita berakhir sampai di sini. Mulai sekarang kau bisa pergi dari kehidupanku. Tinggalkan apartemenku."

Laki-laki itu mendorong tubuh Dante keluar dari kamar. Lalu dia membanting pintu hingga tertutup kembali tepat di depan hidung Dante.

"Aku pasti akan membalas penghinaanmu ini Emily. Ingat itu." ucap Dante dengan tubuh gemetar karena menahan amarah. Lalu dia berjalan menjauh dari sana.

Dante mengepalkan tangannya erat saat meninggalkan hotel. Amarahnya belum mereda. Seumur hidupnya, dia telah menerima banyak penghinaan dari orang lain. Selama itu pula dia berhasil menahan semuanya. Tidak ingin larut dalam kesedihan, Dante bergegas kembali ke klub. Kemudian langkah Dante berhenti tepat beberapa meter dari klub. Tubuhnya membeku. Di depan sana dia melihat kekacauan. Orang-orang berhamburan keluar saling berdesakan. Para wanita terlihat histeris dan ketakutan. Selain itu ada dua buah mobil polisi berhenti tidak jauh dari sana.

Dante bergegas berlari masuk ke dalam klub dengan tatapan bingung. Meja dan kursi berantakan dan dalam kondisi terbalik. Serpihan kaca dari botol minuman dan gelas tercecer di lantai. Kemudian Dante melihat Mr. Robert, manajer klub, tengah berbicara dengan salah satu polisi. Dia mendekati mereka, ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini.

Polisi itu pergi, lalu Mr. Robert menyadari kehadiran Dante. Mr. Robert mendekati Dante dengan wajah murka. Tanpa aba-aba dia melayangkan pukulan keras yang tepat mengenai rahang Dante. Dante terhuyung mundur. Dia menyentuh rahangnya yang sakit dan perih.

"Berani-beraninya kau ke sini!" teriak Mr. Robert. Matanya menyala, dan wajahnya terlihat menyeramkan.

"Tunggu dulu ...." Dante merentangkan tangannya, mencegah Mr. Robert mendekatinya.

"Karena kau, aku mengalami kerugian banyak. Beberapa orang hilang kendali dan menyebabkan masalah, menghancurkan klubku."

"Aku bisa menjelaskan Mr. Robert."

"Aku tidak butuh penjelasanmu. Malam ini malam terakhirmu di sini!”

Setelah mengucapkan itu, Mr. Robert meninggalkan Dante yang masih diam termangu. Secepatnya, dia akan mencari pengganti Dante.

Keesokan paginya Dante terbangun dengan perasaan tidak enak. Dia mengernyit kesakitan saat membuka mulutnya. Rasa sakitnya itu mengingatkan dia tentang kejadian semalam. Seperti mimpi buruk yang hadir dalam tidurnya.

Dante segera melompat dari tempat tidurnya. Setelah membersihkan diri, dia langsung mengganti pakaiannya dengan pakaian bersih. Sekarang dia harus mengubah rencananya untuk hari ini. Pertama, Dante menghubungi staf pribadi walikota untuk membatalkan rencananya semula yaitu membersihkan kediaman walikota tersebut. Kedua, dia membereskan semua pakaiannya yang ada di dalam lemari. Karena kehadirannya di apartemen ini tidak lagi diinginkan oleh Emily, jadi dia memutuskan untuk buru-buru keluar dari tempat ini sebelum mantan kekasihnya kembali.

Sebuah kotak berwarna biru berisi cincin sederhana yang Dante siapkan untuk melamar Emily berhasil menyita perhatiannya selama beberapa detik. Lalu kotak itu dia lempar secara sempurna masuk ke dalam tas bersama dengan tumpukan baju.

Dante memandanginya selama beberapa saat. Dia akan menyimpan cincin itu hingga dia berhasil menemukan calon istri yang tepat untuknya. Kemudian Dante mendengar ponselnya berbunyi. Dia langsung meraih benda pipih itu, dan menemukan nomor asing tertera di atas layar. Penasaran, Dante pun menjawab panggilan itu.

"Halo ...."

"Halo .... Benarkah ini dengan Mr. Dante Whincester?"

Semula Dante ragu-ragu menjawab, lalu dia berkata terpatah-patah. "Ya .... Saya- Dante Whincester. Ada masalah apa?"

"Kau baru saja menerima transferan uang sejumlah seratus juta dolar."

Ponsel di tangan Dante merosot jatuh dari tangannya, lalu membentur lantai. Kalimat selanjutnya dari si penelpon tidak terdengar dengan jelas oleh dirinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status