Share

Bab 4

Keesokan paginya.

Benigno menerobos masuk ke dalam kamar Dante. Sorot matanya dingin saat menatap Dante yang masih tertidur pulas. Bibir Benigno langsung mengatup rapat. Niat awalnya dia ingin membangunkan Dante. Tapi dia mengurungkan niatnya usai melihat Dante terbangun, lalu terduduk sambil menatap kosong ke arah Benigno

“Bersiaplah! Satu jam lagi kita akan terbang ke London.”

Beberapa jam kemudian, pesawat jet yang membawa Benigno dan Dante mendarat di London. Sebuah limosin telah menunggu setelah mereka turun dari pesawat, lalu mengantar ke gedung salah satu cabang perusahaan fashion milik Benigno yang berada di kota tersebut.

"Aku akan menyerahkan seluruh isi gedung ini padamu dan kau harus menjalankannya dengan baik. Kau menjadi pemilik perusahaan ini sepenuhnya mulai sekarang."

Benigno berucap dengan santai setelah mengajak Dante berkeliling dan melihat-lihat.Dia sama sekali tidak memperhatikan perubahan di wajah sang cucu. Dante menghentikan langkahnya. Keningnya berkerut. Dirinya sangat terganggu dengan kata-kata Benigno barusan.

"Kau tidak serius, 'kan?"

Benigno memutar tubuhnya. Dia memandang Dante lurus dan tajam.

"Apa yang membuatmu berpikir demikian?" Benigno melangkah maju, mendekati Dante.

"Melihat status hubungan kita sebelumnya, kau tidak mungkin menyerahkan perusahaan itu padaku." Dante sengaja menekan kalimatnya agar Benigno bisa mengerti ucapannya.

Benigno mencebik sambil mengangkat bahunya. "Aku berubah pikiran. Claudia sudah meninggal. Tidak ada alasan lain. Lagi pula kau sudah mendapatkan hukuman atas kesalahan yang tidak pernah kau lakukan."

"Tapi aku tidak pernah menginginkannya. Aku hanya ingin kembali ke kehidupanku semula," balas Dante sambil menggertakkan giginya.

Sejujurnya, Dante ingin pergi menjauh dan bersembunyi dari kakeknya. Dia tidak ingin memiliki hubungan dengan Benigno, terlebih setelah dia mengetahui jati diri sang kakek yang sebenarnya. Semalam Dante sempat mencari tahu tentang latar belakang kehidupan Benigno melalui internet.

Tanpa Dante sangka sebelumnya, ternyata Benigno adalah seorang mafia berpengaruh dan paling ditakuti seantero negara Italia. Pantas saja, bila rumah Benigno dijaga ketat oleh puluhan bodyguard. Selain itu, Benigno benar-benar telah melebihi batas. Dante sangat membenci sikap kakeknya yang ikut campur dalam kehidupannya. Padahal mereka baru saja bertemu.

"Kehidupanmu yang mana?" Benigno mencibir. "Bahkan kau tidak bisa mempertahankan kekasihmu karena selama ini kau hidup dalam kemiskinan," pungkas Benigno dengan nada penuh penghinaan.

Mata Dante langsung melotot setelah mendengar ucapan kakeknya. Tangannya terkepal erat karena menahan amarahnya yang semakin menggelegak. Meskipun ucapan Benigno benar, tapi kakeknya itu tidak memiliki hak untuk mengatakannya.

"Bisa-bisanya kau memata-matai aku selama ini. Kau lancang sekali," geram Dante.

"Aku hanya ingin mengetahui keadaanmu yang sebenarnya. Apakah aku salah?" Benigno balas menantang. Dia menyadari tindakannya pasti melukai ego Dante. Tapi itu semua dia lakukan demi kebaikan Dante sendiri.

"Tetap saja kau tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam kehidupanku." Dante langsung memutar tubuhnya. Dia tidak tahan berlama-lama dengan kakek tua yang sombong itu.

"Apa kau ingin tetap hidup dalam kemiskinan? Apa itu yang kau inginkan? Semua orang memandang rendah padamu, dan tidak mempedulikanmu," ucap Benigno berapi-api.

Tubuh Dante mematung. Terjadi pergumulan batin di dalam hatinya. Semua ucapan kakeknya memang ada benarnya. Tapi dia tidak menyukai bila kakeknya berbuat seenaknya.

"Dante ...." Benigno memanggil dengan suara pelan. "Dengan kekayaan yang kau miliki, semua keinginanmu bisa terwujud. Kau bisa mendapatkan wanita lain yang lebih baik dari kekasihmu sebelumnya. Tidakkah kau ingin membalas semua perbuatan Emily padamu?" pancing Benigno setelah dia gagal meyakinkan Dante sebelumnya.

Hati Dante mulai goyah. Hidupnya mungkin saja berubah setelah dia mendapatkan kekayaan dari sang kakek. Tidak ada lagi yang memandang dia dengan sebelah mata. Juga, dia bisa menunjukkan pada Emily bahwa dirinya bukan laki-laki pecundang seperti yang wanita itu pikirkan selama ini. Dante kembali menghadap pada kakeknya. Pelan-pelan dia menarik napas panjang.

“Jangan berpikir lama-lama. Tawaranku tidak akan pernah datang dua kali. Lagi pula, aku sudah memiliki pilihan lain bila kau tetap tidak mau menerimanya.” Benigno tidak menyerah dengan penolakan Dante. Dia sangat yakin Dante tidak akan menolak tawaran yang dia berikan. "Aku akan memberikan semuanya pada badan amal," ancam Benigno.

"Baiklah kalau itu maumu. Aku akan menerima pemberianmu itu. Tapi, jangan berharap banyak dariku." Dante menatap Benigno lurus. Sepertinya dia tidak memiliki pilihan selain menerima pemberian Benigno. Sedetik pun dia tidak ingin kembali ke masa kelam dalam hidupnya.

"Tentu saja aku berharap banyak darimu. Aku telah mendirikan perusahaan ini dengan susah payah, tidak mungkin aku membiarkanmu menghancurkannya begitu saja,” balas Benigno tegas. “Tapi, kau tidak akan mendapatkan semua ini secara cuma-cuma," balas Benigno memperingatkan.

"Apa maksudmu sebenarnya?" Salah satu mata Dante menyipit.

"Dalam kurun waktu tiga bulan, kau harus bisa menaikkan angka penjualan. Dan yang terakhir ...." Benigno sengaja menggantung kalimatnya dan terkesan sedang mengulur-ulur waktu. "Yakinkan para pemegang saham bahwa kau pantas mendapatkan semua itu."

Dante terdiam sejenak, mencoba menimbang baik buruknya tawaran Benigno. Ini adalah dunia baru yang belum pernah dia sentuh. Sanggupkah dia memenuhi syarat dari Benigno?

"Aku akan menerima tantanganmu. Tapi, jangan lagi kau ikut campur dalam kehidupanku," sahut Dante mantap.

Benigno terkekeh. Lalu dia menghampiri Dante. Tangannya menepuk-nepuk pundak Dante pelan.

"Tenang saja. Kau bisa memegang ucapanku." Benigno meyakinkan Dante. Tapi itu hanya dalam kata-kata. Sebenarnya dia akan tetap mengawasi Dante sampai kapan pun.

Terjadi perubahan di raut wajah Dante. Kini dia terlihat sedikit santai. Meskipun begitu dia tetap memasang tatapan waspada.

"Satu lagi. Aku tidak ingin kau menggunakan nama Winchester di belakang namamu," ucap Benigno dengan tatapan jijik. Lalu dia berdeham beberapa kali sebelum melanjutkan ucapannya. "Mulai sekarang biasakan dirimu dengan nama Corradeo di belakang namamu."

Dante mengernyitkan dahinya sebentar. Lalu dia mengangguk setuju. Apa salahnya dia mengganti nama belakangnya? Lagi pula dia juga ingin mengubur masa lalunya yang kelam. Mereka sama-sama terdiam setelah itu. Suasana tegang di antara mereka perlahan mencair.

"Sekarang sebaiknya kita pulang. Kau butuh istirahat untuk menyusun strategi."

Benigno lalu mengajak Dante meninggalkan kantornya. Di sepanjang jalan menuju rumah Benigno yang berada di London, mereka memilih tetap diam dengan pikiran masing-masing.

“Kau bisa tinggal di sini selamanya. Sekarang rumah ini menjadi milikmu juga,” ucap Benigno sebelum mereka turun dari limosin.

Malam harinya. Dante diam-diam keluar dari rumah kakeknya. Pikirannya sedikit kalut. Dia ingin melepaskan bebannya untuk sejenak.

Dante memasuki klub malam yang berbeda dari tempatnya dulu bekerja. Klub itu jauh lebih mewah dan ekslusif. Lega rasanya dia bisa masuk ke sana dengan leluasa hanya dengan menunjukkan black card pemberian kakeknya.

Saat Dante melihat ke sekeliling, tanpa sengaja matanya bersirobok dengan sepasang mata hijau hazel milik salah satu pengunjung klub. Seorang gadis berambut emas panjang bergelombang dan memiliki kecantikan alami yang tidak biasa. Buru-buru Dante berpaling muka karena tidak ingin mendapatkan kesan buruk pada orang asing.

Satu jam berlalu. Dante memutuskan keluar dari klub karena merasa jenuh dengan suasana di dalam sana. Bukannya menjadi tenang, dirinya justru dilanda sakit kepala yang hebat.

"Kenapa kau buru-buru? Kita bisa bersenang-senang di dalam sana." Seorang wanita berpakaian minim menghentikan Dante tepat di depan pintu keluar.

Dante mendorongnya kuta, lalu dia berjalan cepat meninggalkan klub itu. Tiba-tiba langkah kakinya langsung berhenti saat dia mendengar keributan tidak jauh darinya. Dia berjalan mendekat, lalu terdiam terpaku saat melihat pertengkaran sengit antara sepasang kekasih. Dia mengenali salah satu dari keduanya. Si gadis yang tidak sengaja dia temui tadi.

"Lepaskan aku!"

Elizabeth-Lizzy Young berteriak sambil berusaha melepaskan tangannya dari pegangan tangan Ben, kekasihnya. Matanya menyala, menatap tajam Ben.

"Sebaiknya kau masuk ke sana. Aku tidak mungkin meninggalkan temanku begitu saja," balas Ben tidak kalah kesal.

Karena tidak mendapatkan keinginannya, akhirnya Lizzy melakukan sesuatu yang tidak terduga. Dia menarik tangan Ben, lalu menggigitnya kuat.

Ben menghempaskan tangan Lizzy kasar. Dia menatap tidak percaya pada tangannya yang terdapat bekas gigitan Lizzy.

"Berani-beraninya kau!"

Tanpa peringatan, Ben langsung menampar pipi Lizzy keras. Kedua matanya memerah, dan giginya bergeretakan.

"Kau ...." Lizzy menyentuh pipinya yang terasa perih. Ada rasa asin yang menempel di lidahnya. Dari darahnya yang keluar di sudut bibirnya. "Sebaiknya hubungan kita berakhir sampai di sini."

"Jangan harap kau akan mendapatkan keinginanmu." Ben mengangkat tangannya kembali.

Kemudian sesuatu mengejutkan Ben. Dia merasakan seseorang menarik tangannya ke belakang. Sambil meringis kesakitan, Ben memutar tubuhnya ke belakang.

"Laki-laki sejati tidak akan pernah menyakiti seorang wanita," dengus Dante, lalu melayangkan pukulan keras ke perut Ben.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status