Share

Bab 3

Telinga Dante berdengung panjang. Kepalanya berdenyut-denyut, lalu terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum.

“Cu-cumu?”

Dante mengalami kesulitan saat mengucapkan kata itu. Dia menarik napas panjang, lalu menggelengkan kepalanya.

“Kenapa kau harus terkejut mendengarnya?”

Perut Dante mendadak terasa mual. Dia sama sekali tidak memiliki bayangan tentang fakta yang baru saja dia dengar.

“Claudia tidak pernah bilang masih memiliki ayah. Dia bercerita hidupnya sebatang kara sejak dia kanak-kanak.”

“Dan kau percaya dengan semua bualannya itu?” Setelah itu Benigno Kembali menyantap makan malamnya dengan santai. Seolah tidak ada beban atas perkataan Dante.

“Tentu saja aku mempercayainya karena selama hidupku, aku tidak pernah bertemu dengan satu pun anggota keluarga lain. Claudia adalah keluargaku satu-satunya.”

Sejak dulu Dante telah terbiasa hidup berdua dengan ibunya tanpa pernah berandai-andai memiliki keluarga selain ibunya sendiri. Jangankan keluarga lain, dia saja tidak pernah mengetahui tentang keberadaan ayah kandungnya. Bila dia bertanya, ibunya akan menampar pipinya dengan kasar hingga bibirnya berdarah, lalu meminta agar tidak ada lagi pembahasan tentang laki-laki itu.

Memiliki keluarga yang lengkap dengan kehidupan yang lebih mapan tanpa perlu bekerja dengan keras untuk bertahan hidup adalah sebuah mimpi yang sangat mustahil terjadi. Dante selalu mengingatkan dirinya akan kenyataan itu.

“Kalau saja Claudia mengikuti perintahku, dia pasti tidak akan hidup menderita hingga akhir hayatnya. Selain itu, mungkin kau tidak akan pernah lahir ke dunia,” ucap Benigno, lalu memandang Dante lekat-lekat, dan mengakhirinya dengan seulas senyum sinis.

“Lalu kenapa kau memancingku untuk datang ke sini? Seharusnya kau tidak perlu bercerita tentang omong kosong itu,” sahut Dante tidak kalah pedas. “Biarkan aku hidup seperti sedia kala tanpa campur tanganmu.”

Benigno mendorong piringnya yang telah kosong. “Hidup tidak akan seru bila semua berjalan sesuai dengan rencana kita. Bukan begitu?”

Merasa tidak ada gunanya lagi berbicara dengan Benigno, Dante mendorong kursinya. Dia akan meninggalkan rumah ini secepatnya, dan berharap tidak akan pernah menginjakkan kakinya di sini lagi.

“Kau tidak akan ke mana-mana. Tetap duduk di tempatmu,” sergah Benigno. Matanya tajam menatap Dante.

“Aku datang ke sini bukan untuk mendengarkan semua ocehanmu,” sahut Dante tidak kalah kesalnya.

“Apa kau tidak ingin mengetahui kisah Claudia sebenarnya?” tanya Benigno sengaja memancing rasa penasaran Dante. Dan itu berhasil, Dante kembali duduk.

“Sepertinya aku tidak memiliki pilihan lain selain mendengarkan ceritamu.” Dante menjawab dengan acuh tak acuh. "Coba ceritakan tentang ibuku. Bagaimana dia bisa hidup miskin padahal dia memiliki seorang ayah yang kaya raya."

“Bila kuperhatikan lebih seksama, kau tidak jauh berbeda dengan ibumu. Kalian berdua sama-sama keras kepala.” Suara Benigno mulai melembut.

Dante memalingkan wajahnya. Meskipun ingin menyangkalnya, dia tahu apa yang dikatakan oleh kakeknya adalah benar. Sifat keras kepalanya menurun dari ibunya.

“Kenapa kau tidak pernah menemui kami? Bukankah ibuku adalah putrimu?”

Setelah menanyakan itu, bibir Dante langsung mengatup rapat. Kini dia menyesal pernah bertanya seperti itu. Dia tidak sungguh-sungguh peduli akan keberadaan kakeknya. Baginya, laki-laki tua yang duduk di depannya itu adalah orang asing yang kebetulan dia temui.

“Kau bisa menyalahkan ibumu atas keadaan itu,” sergah Benigno. Dia meniup cerutunya lagi kuat-kuat. Lalu asap mengepul keluar dari bibirnya yang berwarna hitam.

“Tentu saja aku tidak bisa melakukannya karena Claudia sudah tenang di alam baka,” jawab Dante ketus seraya tersenyum sinis. “Aku juga tidak mengetahui kesalahan apa yang dia perbuat sehingga kau sangat membenci kami,” pungkas Dante lalu dia meraih gelas berisi air, dan meminum isinya hingga habis.

“Aku telah menjodohkan Claudia dengan salah satu anak sahabatku. Orang Sisilia yang sangat kaya raya yang memiliki perusahaan anggur terbesar di negara ini. Niat awalku adalah aku ingin mewariskan semua bisnisku pada anak dan menantuku.” Benigno berbicara dengan tatapan menerawang jauh. “Tapi, Claudia menggagalkan impianku.”

Rasa sakit yang merongrong hati Benigno atas pengkhianatan Claudia masih dia rasakan hingga kini. Putri satu-satunya yang dia banggakan telah mengecewakannya. Claudia adalah harapan satu-satunya yang akan mewarisi seluruh kekayaannya.

“Pada akhirnya Claudia memilih menikah dengan ayahku. Bila aku boleh memanggilnya begitu karena sampai sekarang aku bahkan tidak pernah mengetahui keberadaannya,” ucap Dante dingin.

“Dia sama sekali tidak pantas untuk kau sebut sebagai ayah,” tukas Benigno dengan nada kesal yang terdengar sangat jelas. Benigno menarik napas panjang. “Laki-laki itu memang brengsek. Dan anakku sangat bodoh karena mudah tertipu oleh bujuk rayuannya hingga berani menentang ayahnya.” Suara Benigno terdengar sangat berat. Sorot matanya kelam dan redup.

“Apa yang telah dia lakukan pada Claudia?” tanya Dante penasaran.

Sejak dulu Dante tidak pernah mengetahui cerita tentang ayahnya. Ibunya enggan bercerita padanya. Setiap kali dia menanyakan tentang keberadaan sang ayah, ibunya langsung tersulut amarah dan memukul tubuh ringkih Dante dengan benda apa saja yang berada dekat dengannya. Mungkin sekarang Dante bisa mengetahui cerita utuh tentang sang ayah dari kakeknya. Mungkin kakeknya bersedia membicarakannya.

“Alex Winchester adalah laki-laki tampan, pekerja keras, dan jujur. Begitulah kesan pertama yang dia tampilkan pada kami.” Benigno mengulas senyum sinis setelah mengatkan itu. “Aku benar-benar tertipu olehnya. Sayangnya itu tidak berlaku pada Claudia,” tambah Benigno.

“Dari ceritamu ini, aku bisa menyimpulkan bahwa Claudia sangat tergila-gila pada Alex,” celetuk Dante.

Wajah Benigno semakin bertambah suram. Sorot matanya sayu saat menatap Dante. “Saat itu Claudia benar-benar buta. Padahal Alex telah memiliki istri. Dia mengira Alex bisa membawanya pergi dari sini agar bisa terhindar dari perjodohan yang telah aku rencanakan,” ucap Benigno getir. “Claudia salah besar. Alex langsung pergi meninggalkan Claudia karena dia tidak mendapatkan apa-apa.”

“Kau mencoret nama Claudia dari daftar anggota keluargamu sehingga dia kehilangan segalanya. Keluarga sekaligus kekayaan yang menopang hidupnya sebelumnya,” ucap Dante asal menebak.

Benigno hanya diam. Ekspresi wajahnya tidak dapat terbaca dan sulit dijelaskan. Wajahnya terlihat semakin tua dibandingkan usianya yang sebenarnya.

“Apakah ucapanku benar?”

Dante mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja seraya mengulas senyum sinis. Ternyata tebakannya benar. Hidup Claudia dan dirinya sangat sengsara karena kesalahan yang telah dilakukan oleh sang ibu pada kakeknya itu.

“Ya .... Seperti itulah ceritanya. Itu sebagai hukuman untuk Claudia karena dia tidak mengikuti perintahku.” Benigno menghisap cerutunya dalam-dalam.

Benak Benigno melayang ke masa lalu. Pada awalnya dia merasa keputusannya benar dan tepat pada sasaran. Tapi pada akhirnya, dia menyesali semua yang telah terjadi. Benigno menyadari bahwa dirinyalah yang kalah dalam pertarungan yang dia ciptakan sendiri.

Sementara itu, Dante merasa pikirannya kini telah terbuka. Dari cerita Benigno, dia bisa mengetahui seperti apa gambaran kehidupan ibunya dulu. Pantas saja ibunya menderita. Semua itu karena kakeknya. Sekarang sudah cukup baginya untuk mendengarkan cerita itu.

“Kelihatannya sudah tidak ada lagi yang perlu aku dengarkan. Mengenai uang pemberianmu, aku akan segera mengembalikannya padamu,” ucap Dante setelah suasana hening yang panjang.

Dante mendorong mundur kursinya. Matanya lurus memandang Benigno yang masih terdiam kaku. Pelan-pelan dia bangkit dari kursinya, dan hendak melangkah pergi.

“Kau tidak akan pergi ke mana-mana,” sergah Benigno cepat. “Masih ada yang harus aku bicarakan padamu.”

Dante menggelengkan kepalanya. Tanpa menghiraukan ucapan Benigno, dia bergegas berjalan meninggalkan kakeknya.

“Dante!” Benigno berteriak. Suaranya menggelegar, hingga membuat langkah Dante terhenti seketika. “Malam ini kau tidak akan meninggalkan rumah ini,” sambung Benigno.

“Aku rasa tidak bisa melakukannya. Seperti yang kau bilang tadi, aku sama sekali tidak berhak tinggal di sini. Aku bukan bagian dari keluargamu,” tukas Dante. Dia berdiri kaku dan membelakangi kakeknya.

“Kau adalah cucuku. Kau memiliki hak untuk tinggal di sini.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status