Share

Secercah wangsit.

Semalam setelah Daniel menghabiskan waktu sendirian dan mendapatkan secercah wangsit. Akhirnya Daniel memutuskan untuk membiarkan Aurelie bertindak semaunya. Entah untuk mengejar cita-cita atau apapun hal yang terbesit di benaknya. Ada banyak hal yang memang tidak ingin Daniel ketahui dan menyimpannya dalam kamuflase yang di ciptakannya dengan sadar.

Daniel berada di depan rumah Aurelie saat hari sudah siang, hari ini mereka akan berangkat ke pulau Bali dengan mengunakan transportasi udara.

Ini bukan perjalanan pertama mereka ke pulau Bali. Aurelie selalu memastikan kalau dirinya dan Daniel akan melewati malam-malam panjang yang tak terlupakan. Kali inipun sama, tapi Daniel menolak dengan alasan besok Aurelie akan mengadakan fashion show busana terbuka yang membuat Daniel enggan untuk menjamah tubuh Aurelie dan meninggalkan bekas-bekas merah di tubuhnya.

Di hadapan Daniel, Aurelie sudah terbiasa berganti pakaian di depannya. Dulu, semua lekuk tubuh Aurelie mampu membangkitkan gairah Daniel dan ia sama sekali tak akan menyia-nyiakan peluang untuk menghabiskan waktu bersama. 

"Kamu yakin tidak mau ikut bertemu teman-temanku?" tanya Aurelie, sekali lagi.

"Teman-temanmu sesama model?" tanya Daniel dengan kening yang berkerut.

"Iya dong." jawab Aurelie sembari menyemprotan parfum Chanel Coco Madamoiselle.

"Pergilah sendiri, aku malas mendengar pembahasan kalian yang tidak aku pahami." Daniel mengingatkan. Bukan kali ini saja Aurelie mengajaknya untuk bergabung dengan teman-temannya sesama model. 

Aurelie tertawa kecil, ia pamit, setelah ia selesai berkemas. Wanita itu mencium pipi Daniel sebelum akhirnya keluar dari kamar hotel tempatnya menginap.

*

Andina Ramadani menyesap secangkir kopi hitam. Kopi bercita rasa pahit yang slalu menemaninya setiap hari setiap Andina menyelesaikan pekerjaan yang mengharuskan dirinya terjaga setiap malam.

Ia tidak mengerti kenapa restoran tempatnya bekerja mengharuskan ia dan teman-temannya menjalankan shift malam secara bergantian. Andina bahkan hanya menikmati waktu libur selama dua kali dalam sebulan. Sungguh, jika bukan karena tuntutan hidup yang mengharuskan ia mengais rezeki setiap hari, Andina memilih untuk dinikahi oleh pria kaya raya yang membuat hidupnya di permudahkan dalam segala aspek kehidupan.

Hidup di Bali adalah keinginannya sendiri setelah orangtuanya bercerai. Ayahnya menikah lagi dengan seorang perempuan yang membuat Andina memilih keluar dan hidup mandiri di sebuah kost-kostan putri di daerah Badung, Bali. Pusat pariwisata terbanyak di pulau Bali. Tak heran jika Andina sering bertemu dengan pria mancanegara yang menggodanya. 

Pepatah mengatakan, "Menikah dengan pria bule akan memperbaiki keturunan."

Tapi tidak untuk Andina, teman kerjanya sering mengatakan jika pria-pria bule mempunyai kejantanan yang besar. Yang membuat wanita pribumi---teman kerjanya jatuh pingsan karena tak kuasa menahan rasa sakit yang luar biasa.

Cerita itu membuat Andina tertawa sekaligus penasaran, tapi mendekati pria bule membutuhkan keberanian. Salah-salah, dalam pikiran Andina ia malah dijadikan mainan dan akan di buang saat habis inti sarinya.

Andina menaruh cangkir kopinya, ia sedang duduk malas di dapur sembari mengumpulkan nyawanya. Siang ini, yang sudah menunjukkan pukul sebelas. Andina masih enggan untuk mengguyur tubuhnya, rasa kantuknya masih membebani matanya.

"Mau mandi sekarang atau nanti, Din?" tanya seorang teman kostnya yang membawa handuk di bahu kirinya. Tangannya menenteng ember kecil berisi peralatan mandi.

"Kamu duluan saja, Sin. Aku masih ngantuk banget." kata Andina sembari menguap.

"Hahaha, gaji mu emang gede, Din. Tapi ngenes banget kalau harus tiga hari sekali kerja tengah malam, emang siapa yang beli? Tuyul, Kuntilanak, atau Leak." kata Sinta sembari terkekeh kecil melihat Andina yang juga tertawa.

"Gak tahulah, Sin. Peraturan dari restoran memang gitu. Aku kan hanya rakyat jelata, butuh uang buat hidup." ujar Andina memelas.

"Ikut aku aja jadi SPG." bujuk Sinta.

"Ogah!" jawab Andina telak. Sinta adalah SPG rokok yang berbasis sistem plus-plus.

Sinta tertawa, "Jijik ya temanan sama aku?" tanya Sinta.

"Aku enggak jijik temenan sama kamu, kamu baik dan aku tahu latar belakang kamu melakukan hal itu. Tapi, bukannya sampah masyarakat harus di kurangi? Paling tidak, tidak banyak penyakit seks yang menular."

Sinta trenyuh, dari sekian banyak teman kost-kostan, memang Andina yang suka bicara apa adanya tanpa di bumbui tipu muslihat.

"Semua laki-laki yang memakai jasaku pakai kondom kok dan aku rutin mengunjungi rumah sakit." jelas Sinta. Baginya pekerjaan yang sering dianggap meresahkan masyarakat telah menghasilkan banyak keuntungan untuknya. Tapi Sinta tak mau menyepelekan kesehatannya. Ia tetap ingin sehat dan tetap memiliki uang, baginya kedua hal harus berjalan seimbang.

"Bagus, kalau perlu sudahi saja pekerjaan kotormu." kata Andina, ia menuju wastafel dan mencuci cangkir bekas kopinya.

Sinta berdecih, "Enak saja, tanggung nanti dulu. Aku belum menemukan tambatan hati yang pas."

"Gak ada yang mau sama kamu, kalau kamu masih seperti itu!" ujar Andina galak.

"Daripada kamu, alim iya. Tapi tetap jomlo!" balas Sinta.

"Biarkan saja jomlo, jomlo bahagia." ujar Andina sembari membusungkan dadanya, bangga.

"Dadamu kecil, laki-laki tidak puas jika meremas dada mu!" ujar Sinta, menahan tawa saat Andina menunduk sambil melihat buah dadanya yang hanya berukuran 34b.

"Laki-laki akan mencintaiku apa adanya, karena punyaku masih bersegel dan original!" Andina melengos pergi. Ia  membanting pintu mendahului Sinta yang sudah berdiri di depan pintu kamar mandi.

Berkali-kali Sinta menggedor pintu, membuat Andina yang baru keramas berdecak kesal.

"Aku hampir telat, Sin! Itu semua gara-gara kamu!" Suara guyuran air dari kamar mandi terdengar berkecipak dan saut-menyaut.

Sinta melongo sekaligus tertegun, Andina keluar dari kamar mandi dengan terburu-buru. Bahkan lantai dapur di buat basah karena Andina sama sekali belum mengeringkan tubuhnya.

"Aku lupa, Sin. Hari ini bos besar datang. Mampus aku!" oceh Andina. 

"Salah sendiri pelupa!" Sinta menggeleng, saat Andina menendang pintu kamar dengan suara bantingan pintu yang terdengar keras. Gadis itu buru-buru mengambil hair dryer dan mengeringkan rambutnya.

"Gini nih gak jadi mandi malah suruh ngepel!" ujar Sinta sembari menggoyangkan gagang pel maju mundur.

Andina keluar kamar, rambut yang seharusnya di tata rapi hanya Andina biarkan tergerai bebas.

"Nanti aku bawain makanan dari restoran. Terimakasih, Sin!" teriak Andina sembari men-starter motor bebeknya.

Entah dapat keahlian mengemudi darimana, Andina pintar menyelinap di antar mobil-mobil yang menghalangi laju motornya.

Andina menggerutu kesal saat dirinya tiba di restoran dan semua rekan kerjanya menatap tajam ke arahnya.

Andina berjalan menunduk, "Maaf Bli." ujarnya kepada supervisor restoran.

"Sekali lagi kamu terlambat, saya akan memberikan surat peringatan!" ujar supervisor tersebut.

Andina mengangguk pasrah, ia berlari kecil menuju tempat dimana dirinya bisa melanjutkan berdandan. Namun kesialan tidak menjauh darinya.

Andina lupa memakai sepatu khusus yang di anjurkan supervisor, ia masih memakai sendal jepit dengan merek ternama.

Dalam kepanikan yang menderanya, Andina buru-buru menghampiri supervisor yang sedang duduk dengan bos besar yang kemarin baru saja melangsungkan pertunangan.

Andina menunduk takut, ia tahu kesalahan hari ini ada dua, terlambat dan teledor, dan itu semua gara-gara rasa kantuk yang membebaninya. Kesalahan pribadi yang tidak sengaja ia lakukan.

Supervisor tadi menatap Andina, ia tersenyum kepada Daniel sebelum menarik Andina menuju ke ruangan khusus karyawan.

"Kamu lagi!"

Andina mengangguk, ia menunjuk sandal jepitnya. "Saya lupa, Pak."

"Kamu benar-benar mau saya pecat?" Suara supervisor tadi meninggi, "jangan membuatku malu di hadapan bos besar. Kalau begini kamu membuat kinerja saya buruk di mata bos besar!"

"Maaf, Pak. Pecat saja saya, saya juga tidak betah kalau setiap malam harus begadang. Lama-lama saya mengalami keriput, kantong mata saya semakin menghitam. Satu lagi. Saya semakin jauh dari hilal jodoh."

"ANDINA!"

Happy reading 💚😂

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Herlina Maharani
hehehe,, andina... jepit swallow.. komplit ya Din.. mending di pecat ra ketang bar bingung golek kerjaan wkwkwk
goodnovel comment avatar
Rangga Dewi
sandal jepit swallow
goodnovel comment avatar
Cut Nyak Dien
saingane mak aurel udh nongol
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status