Dengan senyum dan sapaan hangat. Laki-laki itu berdiri di depan kost Andina. Ia bertemu dengan Sinta yang sedang membersihkan sesaji di pamerajan yang terletak di pekarangan kost-kostan. Dalam konsep keluarga Hindu Bali, setiap rumah tangga harus memiliki tempat pemujaan. Kebetulan pemilik kost-kostan adalah seorang Hindu. Dan, Sinta sering mengikuti sembahyang bersama keluarga Ni Luh Ayu Sukmawati.
Andina berdecak kesal, belum juga rasa kantuk Andina hilang, ia sudah di buat senewen dengan laki-laki yang menyuruhnya melakukan stand up comedy tadi malam. Ia terus memukul-mukul bantalnya saat Sinta terus memanggil namanya.
"Sekarang aku lebih milih di pecat Bli Wijaya daripada menghadapi orang gila!" gumam Andina. Ia membenamkan kepalanya di bawah bantal. Menutup telinganya rapat.
"DIN!" teriak Sinta. Ia menoleh ke arah Daniel sembari tersenyum maklum.
"Maaf kak, Andin susah di bangunin kalau habis kerja malam." ujar Sinta, otaknya membeku hingga ia sulit berpikir lancar saat melihat wajah Daniel yang memiliki mata hazel.
Daniel tersenyum lebar, "Saya akan menunggu satu jam lagi, tapi jika Andin tidak juga bangun, saya terpaksa mendobrak pintunya." Daniel duduk di kursi plastik berwarna merah yang di sediakan ibu kost sebagai fasilitas---dengan artinya---tamu lawan jenis dilarang masuk ke kamar!
Sinta berhumam, "dobrak pintu? Bu Ni Luh pasti akan menghukum Andina untuk mencari bunga setaman dan menganyam janur selama satu bulan penuh untuk mengganti pintunya yang rusak!"
Sinta tersenyum kecut, "Saya ambilkan kunci cadangan dulu, tunggu sebentar."
"Andin yang di cari aku yang repot. Tapi, siapa laki-laki itu. Pacar Andin? Wih, hebat juga. Baru kemarin siang aku sindir jadi jomlo alim, sekarang sudah bawa gandengan." gumam Sinta sembari menggeleng tak percaya. Ia seolah takjub dengan kemampuan Andina mencari gebetan dalam waktu tak kurang dari dua puluh empat jam. Kehebatannya sudah mengalahkan Bandung Bondowoso.
Sinta menaiki anak tangga penghubung antara kost-kostan dan rumah ibu kost.
Siang-siang begini keluarga Ni Luh Ayu pasti sedang bersantai di depan griya. Menikmati semilir angin sembari mencari telur tuma.
Anak SD terutama anak perempuan kalau tidak di rawat rambutnya dengan bersih pasti tertular tuma dari teman mainnya. Hingga tuma-tuma tadi membuat satu koloni yang bersemayam di rambut kepala.
"Ada apa, Sin?" tanya Ni Luh Ayu. Ia melambaikan tangannya sekilas, membuat Amarta, anak Ni Luh Ayu yang paling bontot bisa menggaruk kepalanya yang gatal.
"Ada tamu yang mencari Andina, tapi Andina masih tidur mem." kata Sinta sopan.
"Siapa? Bapaknya?" tanya Ni Luh lagi.
"Bukan, Bapak Andina mana tahu alamat anaknya. Ingat punya anak gadis saja sudah keajaiban!" balas Sinta cepat.
Ni Luh Ayu mendesis, "Kunci cadangan ini benda keramat, tidak bisa di dua kan atau di tiga kan lagi. Jadi langsung kembalikan!" Ni Luh Ayu mengambil segepok kunci kamar yang terdengar gemerincing dari dalam laci meja antiknya.
"Siap." Sinta mengucapkan terimakasih, lalu kembali menuju kamar Andina. Terlihat Daniel masih duduk manis sembari menatap pemandangan sekitar.
Mudah bagi Daniel menemukan alamat rumah Andina, dia hanya perlu meminta data lengkap karyawan restoran dengan dalih untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan jika mendapati karyawan yang berbuat curang ataupun karyawan yang terkena apes, seperti Andina.
Sinta membuka pintu kamar Andina. Terlihat Andina masih mendengkur halus dengan selimut yang sudah acak-acakan, "Gimana gak jauh dari hilal jodoh, anak perawan tidurnya kek gasing."
Sinta mengguncang bahu Andina kencang, "Din, bangun, Din. Di luar ada kang Asep." bisik Sinta.
Andina menggeliat pelan. Ia menguap, "Cilok kang Asep lewat?" tanya Andina dengan suara khas bangun tidur. Ia mengucek matanya sembari berusaha untuk terjaga.
"Iya, iya. Sana, buruan lari. Soalnya kang Asep sekarang bawa motor, udah gak dorong gerobak." ujar Sinta. Andina gelagapan mencari dompetnya dan berlari keluar kamar. Sinta tertawa terpingkal-pingkal saat berhasil mengerjai Andina. Perutnya terasa kembang-kempis nyaris kebas.
Di luar kamar, Daniel tersentak, pupil matanya membulat sempurna bahkan hampir meloncat dari matanya. Campuran rasa heran dan kaget itu membuatnya tersenyum lebar.
Rambut Andina awut-awutan, baju baby doll bergambar beruang, hingga sendal jepit yang membuatnya tertimpa masalah tempo hari yang lalu. Menjadi hiburan tersendiri untuk Daniel. Andina adalah antitesis dari Aurelie. Tingginya hanya berkisar 165cm, rambutnya cenderung bergelombang, bibirnya tidak sensual, bokongnya cukup sintal, apalagi buah dadanya. Entah karena apa Daniel getol membuat Andina jengkel.
Andina celingukan, ia mencari kang Asep penjual cilok yang mirip Stefan William. Bule jadi-jadian yang membuat Andina terpesona.
"Mana." gumam Andina. Mendadak wajahnya cemberut, "Kang Asep pasti udah punya tambatan hati yang baru. Aku di lupain lagi, apa tidak pantas aku bersanding dengan laki-laki pujaan hati." gumaman itu kembali berlanjut sampai ke depan kamarnya.
"Anda kenapa lari-lari di siang hari?" tanya Daniel, saat Andina menghentikan langkahnya. Lirikan matanya menangkap laki-laki gila yang sudah meminta izin kepada Bli Wijaya untuk menyewanya satu hari.
"Anda sepertinya salah alamat!" ujar Andina dengan ketus.
"Jadi anda memberikan alamat palsu ke perusahaan?" tanya Daniel. "Anda tahu akibatnya memberi data yang salah kepada orang yang mempercayakan pekerjaan kepada anda?"
Andina mengerang, "Kita tidak saling kenal, jadi saya mohon, sudahi permainan gila yang anda lakukan!" ucap Andina, penuh pengharapan.
Daniel tertawa renyah, semakin Andina berkelit, semakin Daniel suka. Rasanya ia ingin mengajak Andina untuk menikmati permainan ngila yang jarang ia lalukan dengan Aurelie. Ia butuh pelarian. Dan, Andina adalah orangnya.
"Perkenalkan saya Daniel, saya..."
"Saya tahu siapa anda." sergah Andina cepat, "Lebih baik anda pulang, nanti tunangan anda marah. Karena saya tidak mau mencari masalah." jelas Andina.
Sudah cukup masalah pribadinya membebani dirinya, sekarang, jangan sampai beban hidupnya harus bertambah banyak dengan hadirnya orang asing yang mendadak mengacaukan harinya hanya karena suara tawa dari mulutnya.
"Anda kenal tunangan saya?" tanya Daniel basa-basi.
Andina kesal, siapa yang tidak kenal dengan model terkenal sekelas Aurelie. Siapa saja pasti juga tahu!
"Saya sudah membayar anda, sekarang mandi dulu lalu temani saja jalan-jalan."
"Kapan? Saya tidak pernah mendapat uang dari anda!" Andina mendebat semua ocehan Daniel dengan lugas.
Ribut... Andina adalah jago kandang. Di luar lingkungan tempatnya bekerja, dia akan unjuk gigi. Andina terus menolak ajakan jalan-jalan dari laki-laki di depannya.
"Saya tidak akan pergi, sekalipun anda memanggil seorang satpam!" tegas Daniel mengutarakan niat hatinya. Ia tidak mau pulang dengan tangan kosong hari ini.
Andina tersenyum licik, "Disini tidak ada satpam, tapi saya akan membawakan anda tamu istimewa."
Andina berlalu pergi menuju kandang Goldy. Peliharaan Ni Luh Ayu yang berjenis anjing golden retriever yang sudah jinak dengan penghuni kost-kostan.
Andina membuka pintu kandang dan mengaitkan tali tuntun anjing.
Lolongan anjing terdengar saat Andina memanggil namanya. Goldy... Goldy... Ekornya bergerak-gerak lincah tanda jika ia senang.
Dua makhluk ciptaan Tuhan itu berjalan beriringan. Andina bersiul senang, berharap rencananya berhasil membuat Daniel lari kocar-kacir.
Lolongan Goldy membuat Daniel menoleh ke arah Andina. Daniel jterpana melihat Andina membawa hewan kesukaannya. Bagi Daniel, anjing adalah hewan yang setia. Lebih setia dari Aurelie.
"Dia milikmu?" tanya Daniel, ia berjongkok sembari mengusap-usap kepala Goldy. Si Goldy semakin senang, ekornya bergoyang-goyang, "Terimakasih tamu istimewanya, saya suka."
"Anggap saja saya khilaf!" sungut Andina.
Happy reading 💚
khilaf aja terus, nanti juga tuman 😂Sejak kedua orangtua Andina bercerai, Larasati dan Feri memilih untuk fokus pada pekerjaan masing-masing. Feri memilih untuk tinggal di Surabaya, ia bekerja sebagai satpam di salah satu perbankan swasta. Feri tidak sendiri, melainkan bersama adik perempuan Andina yang bernama Kirana. Feri menikah lagi dengan seorang wanita yang berusia sama dengan Andina, istrinya adalah seorang pemandu lagu. Hal yang menurut Andina riskan, karena bukan hal yang rahasia lagi, wanita yang bekerja sebagai LC pasti pekerjaan tak luput dari godaan syaitan yang terkutuk, terlebih istri Feri pasti tidak bisa menyayangi Kirana layaknya ibu kandungnya. Istri Feri masih memikirkan egonya sendiri. Pernah suatu ketika, Andina berniat untuk tinggal bersama ayahnya. Kala itu, Larasati memutuskan untuk menjadi TKW di Hongkong. Meninggalkan Andina, dengan dalih bahwa menjadi TKW akan memperbaiki ekonomi.Andina sendiri, pada akhirnya Andina memutuskan untuk mencari dan bertemu dengan ayahn
Malam itu, semua kegilaan Daniel masih terjadi. Daniel, tidak hanya meminta Andina untuk menemaninya makan malam. Tapi Daniel juga meminta Andina untuk menemaninya menikmati bintang yang berkerlip riang di atas awan.Duduk di pinggir jalan, di temani hamparan sawah yang begitu luas. Andina mengusap ke dua lengannya. Suasana memang cerah, tapi udara begitu dingin."Besok saya harus kerja!" ujar Andina, ia menguap. Matanya sudah sulit untuk terbuka."Tapi saya belum melihat ada bintang jatuh." balas Daniel, ia masih menengadah menatap langit. Membuat gadis berambut ikal halus itu mendesah lelah."Harus menunggu keajaiban jika ingin melihat bintang jatuh! Sudah ayo pulang!" ajak Andina lagi, kesekian kalinya. Ia merasa berdosa telah menjadi wanita yang pergi dengan laki-laki yang memiliki tunangan."Sebentar lagi, saya belum puas. Saya masih ingin menikmati liburan ini. Jarang-jarang saya menikmati keindahan pedesaan Bali. Lagipula dua hari lagi
Beberapa karyawan yang berkumpul di ruang ganti tampak heran mendengar penuturan Andina. Gadis itu dengan gamblang menceritakan tentang kedatangan Daniel di kostnya hingga perjalanan menakjubkan yang membuat sebagian rekan kerja Andina mengelus dada."Beneran, Din? Kamu gak lagi beralih profesi menjadi wanita penggoda kan?" tanya Kencana. Akhir-akhir ini banyak beredar maraknya wanita-wanita penggoda, Kencana bergidik ngeri membayangkan Andina menjadi salah satu diantaranya."Sembarang!" sergah Andina, "Yang jadi penggoda itu pak Daniel! Masak katanya dia kesepian. Gak mungkin kan, tunangannya aja cantik, seksi, cocok di gandeng kemana-mana. Apa jangan-jangan mereka..." Mata Andina menyorot tajam, "mereka marahan!"Dugaan-dugaan Andina yang menyudutkan Daniel sebagai laki-laki penggoda ikut membuat teman kerjanya berpikir keras."Terus-terus, kalian cuma boncengan? Pelukan gak? Atau jangan-jangan kalian?" tanya Kencana curiga Senyumnya cengar-cengir
Pertengkaran-pertengkaran itu terjadi lagi, Aurelie terang-terangan cemburu melihat Daniel yang menaruh perhatian terhadap wanita lain. Daniel terkekeh kecil, ia melonggarkan dasinya. Lama, ia menanti Aurelie marah terhadapnya, hingga ia bisa mengutarakan isi hatinya yang terdalam yang tak pernah ia lontarkan kepada Aurelie. Ia begitu hati-hati mengatakan, bahkan selembut mungkin. Tapi wajah Aurelie berubah menjadi kaku, sudah kesekian kalinya Daniel mengungkit kesalahan yang pernah aureAur lakukan.Daniel slalu memaklumi apa yang Aurelie lakukan, bertahun-tahun ia slalu sabar dengan semua alasan, tingkah, amarah, cemburu, dan semua jejak yang mereka tapaki bersama, tapi ada saatnya hatinya lelah menanti hari bahagia yang slalu ia impikan dengan wanita yang ia cintai.Hingga Daniel sadari, semua penantiannya percuma. Daniel melepas cincin pertunangan mereka dan mengembalikannya kepada Aurelie."Pertunangan selesai, jadikan
"Saya tidak tahu bunga kesukaanmu, tapi saya juga tidak ingin membuatmu kecewa."Andina menunduk saat sekuntum mawar merah Daniel berikan langsung ke tangan Andina. Rasanya Andina ingin meremas-remas kelopak bunga itu dan melemparnya ke wajah Daniel. Tapi, logika mengkhianatinya, Andina justru terbius oleh aroma mawar tersebut."Untuk apa?" tanya Andina. Ia menatap Daniel lekat-lekat, sudah dua hari laki-laki itu berusaha menemuinya di kost-kostan."Maafkan saya." ujar Daniel, "Saya tahu bahwa kamu sangat keberatan atas tindakan yang saya lakukan beberapa hari yang lalu." Dua hari Daniel melalui hari-harinya dengan gelisah, tidak tak tenang, makan pun tak enak. Daniel berusaha untuk membujuk gadis itu, sayangnya gadis itu memilih mengurung diri di kamarnya. Membuatnya semakin gusar tak alang kepalang.Andina bersandar di kusen pintu yang terbuka. Sudah dua hari juga Andina mendapatkan predikat pengangguran. Ia hanya menghabiskan waktu bersama
Pagi itu Andina terbangun lebih pagi dari biasanya. Sebagai anak kost, ia terbiasa untuk mencuci baju terlebih dahulu sebelum membersihkan tubuhnya dan menjemur baju di belakang kost-kostan.Andina mengeringkan rambutnya dan menyisirnya dengan rapi. Ia mempercantik wajahnya dengan makeup flawless. Selesai bermakeup ria, Andina mengganti piyama handuknya dengan seragam kerja. Ia rindu dengan rutinitasnya, ia rindu menghabiskan sebagian waktunya di restoran.Dari balik jendela, cahaya matahari mulai membiaskan rona cerianya. Badung, pagi ini sangatlah cerah, secerah hati Andina yang bahagia. Ia menyaut kunci dan tas kerjanya. Sembari menutup pintu kamar, gadis itu bersiul riang."Kerja lagi, Din." seru Sinta, SPG rokok itu menguap sesaat lalu menyandarkan tubuhnya di tembok. Rasa kantuk masih merayapi matanya."Kerja dong. Badai sudah berlalu!" kata Andina, semangatnya sedang menggebu-gebu. Ia memakai stiletto, lalu meninggalkan Sinta yang menggelengkan kep
"Ncus... Ncus Sari!!!" teriak Sarasvati setelah mendengar kabar bahwa Daniel masuk ke unit gawat darurat di RSUD Mangusada. Ibu satu anak yang masih terlihat awet muda itu berjalan menuruni tangga dengan tergesa-gesa.Ncus Sari menoleh, ia mengeringkan tangannya pada celemek masak, lantas menghampiri tuan rumah, "Ada apa Nyonya?" tanya Sari."Bantu packing baju, saya harus ke Bali. Daniel kecelakaan!" ujar Sarasvati. Wajahnya sudah panik dan tak bisa diajak kompromi."APA! Ayang Daniel kecelakaan? Saya harus ikut Nyonya, saya mau merawat Ayang Daniel!" seru Sari, ia ikut panik seperti Sarasvati ketika mendengar kabar dari general manager hotel di Bali.Sarasvati menggeleng, "Kamu dirumah! Ayang Daniel tambah sakit kalau kamu yang mengurusnya!" ujar Sarasvati bercanda."Nyonya." Sari cemberut."Sudah-sudah ayo cepatan ke atas, satu jam lagi saya harus berada di bandara."*Meskipun sebel dengan Daniel, Andina tidak tega me
Suram sepertinya masih senang berada di dekat Andina. Hidupnya kini lebih nelangsa setelah Bli Wijaya memutuskan untuk memecatnya dengan hormat, belum lagi luka-luka cakaran dari kuku panjang Aurelie menimbulkan bekas yang sulit untuk hilang---kecuali dengan perawatan kulit atau laser yang membutuhkan biaya yang cukup banyak.Bli Wijaya sangat menyayangkan keputusannya. Tapi, semua ia lakukan demi keberlangsungan karyawan lainnya yang menggantungkan hidupnya di restoran.Sarasvati merasa lega. Hari ini putranya sudah di perbolehkan untuk keluar dari rumah sakit. Luka di kepalanya sudah cukup membaik, hanya perlu beberapa kali untuk kontrol dan pemeriksaan lanjutan."Ma... Bagaimana perkembangan kasusnya?" tanya Daniel setelah mereka menyelesaikan proses administrasi rumah sakit."Dari bukti-bukti yang di peroleh penyidik, Aurelie bisa di tetapkan sebagai tersangka. Ehm... besok kamu menjadi saksi sekaligus pihak penggugat di pengadilan!" ujar