Share

Sekuntum mawar merah.

"Saya tidak tahu bunga kesukaanmu, tapi saya juga tidak ingin membuatmu kecewa."

Andina menunduk saat sekuntum mawar merah Daniel berikan langsung ke tangan Andina. Rasanya Andina ingin meremas-remas kelopak bunga itu dan melemparnya ke wajah Daniel. Tapi, logika mengkhianatinya, Andina justru terbius oleh aroma mawar tersebut. 

"Untuk apa?" tanya Andina. Ia menatap Daniel lekat-lekat, sudah dua hari laki-laki itu berusaha menemuinya di kost-kostan.

"Maafkan saya." ujar Daniel, "Saya tahu bahwa kamu sangat keberatan atas tindakan yang saya lakukan beberapa hari yang lalu." Dua hari Daniel melalui hari-harinya dengan gelisah, tidak tak tenang, makan pun tak enak. Daniel berusaha untuk membujuk gadis itu, sayangnya gadis itu memilih mengurung diri di kamarnya. Membuatnya semakin gusar tak alang kepalang. 

Andina bersandar di kusen pintu yang terbuka. Sudah dua hari juga Andina mendapatkan predikat pengangguran. Ia hanya menghabiskan waktu bersama meme di griya sembari ikut membantunya membuat sesajen untuk pemujaan.

Andina bergumam, "Anda pulang saja, saya sudah tidak apa-apa. Anggap saja kekacauan itu hanyalah sandiwara yang harus saya lakukan." Ia merasa sinting jika Daniel masih berlama-lama di depan kamar kostnya.

"Saya akan bertanggungjawab!" 

Andina melongo, "Bertanggungjawab untuk apa? Anda tidak perlu repot-repot! Saya sudah memaafkan!" tegas Andina sembari menajamkan matanya.

"Saya akan bertanggungjawab menafkahi anda selama anda tidak bekerja." jelas Daniel, ia mengambil dompet dari saku celananya dan mengeluarkan kartu debit.

"Saya tidak se-miskin yang anda kira! Saya masih akan bekerja setelah anda dan tunangan anda pulang ke Jakarta. Anda paham!?" Mendadak wajah Andina berubah air mukanya dan terlihat merah padam. 

"Anda memang wanita mandiri, tidak manja, dan sangat membuat saya semakin terpesona."

"What the hell!" spontan Andina menyergah ucapan Daniel.

Daniel tertawa kecil, "Anda lucu."

Andina menunjukkan sikap bermusuhan dengan Daniel. Tapi Daniel, yang menggunakan celana cargo dan kaos polo masih santai duduk di kursi plastik.

Bagi Andina, kejadian malam itu bukan hal yang istimewa. Untuk Daniel, justru sebaliknya. Ia seperti merasakan suasana baru dalam berkencan. Atmosfer Bali membuatnya semakin betah untuk berlama-lama tinggal di hotel, hingga ia harus menyerahkan sebagian pekerjaan di Jakarta kepada papanya.

"Saya sudah memutuskan hubungan dengan tunangan saya. Kemarin dia ngamuk-ngamuk sepanjang hari, lalu minta uang pesangon untuk hidup di luar negeri. Saya sudah kasih sebagai jaminan kamu baik-baik saja." 

Menyadari Andina yang tak memberi respon, Daniel beranjak berdiri, "Saya harap anda masih betah bekerja di restoran. Besok saya tunggu di kantor."

Andina memandangnya dan mengangguk perlahan, "Ya... itu yang saya harapkan... itu yang ingin saya lakukan!"

Setengah jam kemudian, Daniel menghilang dari pandangan Andina. Membuat gadis yang sudah memakai piyama tidur itu bernafas lega.

Langkah kakinya ia seret ke arah dapur. Andina mengambil gelas tinggi dan memberinya air. Ia menaruh sekuntum mawar merah dan tersenyum saat membawanya masuk ke dalam kamar, "Aku harus menyimpanmu sebelum kamu layu dan terbuang."

*

Adakalanya Daniel begitu membenci dirinya saat ia harus mengingat kembali serpihan kenangan indah dengan Aurelie. Satu dekade berakhir sia-sia saat Aurelie dengan terang-terangan menyatakan bahwa Daniel hanyalah mesin ATM yang memberinya kemudahan dalam banyak hal, tapi Daniel seakan tak mengapa jika itu hanya urusan materi. Ada yang lebih menyakiti dirinya, yaitu ketulusan yang di balas dengan konfrontasi yang menyulitkan dirinya. Bagi Daniel, Aurelie adalah perempuan pertama yang mengenalkannya pada level berpacaran yang lebih mendebarkan sekaligus membuatnya ketagihan. Tapi lambat laun, semua itu terasa hambar.

Daniel menyudahi hubungannya dengan Aurelie dengan pelik. Tawa, canda, dan aktivitas seksual yang menjadi bumbu penyedap hubungan mereka seperti lenyap malam itu. Daniel tak kuasa menahan kalimat-kalimat perpisahan hingga membuat Aurelie murka.

Satu hal yang membuat Daniel bisa lega adalah harapannya untuk segera menikah bukan hanya harapan yang di gantungkan Aurelie tanpa pasti. Ia tahu mendekati Andina tak semudah yang ia bayangkan. Terlebih, kini ia harus menghadapi Sarasvati dan keluarga besar Aurelie berkaitan dengan pembatalan pertunangan mereka.

Daniel mengemudikan mobilnya keluar dari lahan parkir kost-kostan Andina.

Malam itu dia memutuskan untuk kembali ke hotel. Perjalanan singkat dari kost Andina ke hotel adalah perjalanan yang melelahkan. Bagaimana tidak, di hotel itu masih ada Aurelie. Mereka memutuskan untuk pisah ranjang.

Daniel akui, ia merasa ada sesuatu yang hilang. Ia merasakan ada celah kosong di hatinya, reaksi fisik yang lumrah dialami oleh manusia yang sedang patah hati.

Tapi Daniel percaya, Andina bisa memberinya kesempatan yang tak pernah Aurelie wujudkan.

Tiba di lobby hotel, Daniel menyerahkan kunci mobil kepada valet parking. Ia berjalan menuju restoran. Perutnya keroncongan, apalagi Andina tadi sama sekali tidak memberinya air minum.

Daniel di sambut ramah oleh Kencana. Gadis yang memiliki hubungan khusus dengan supervisor tersenyum ke arah Daniel.

"Selamat malam tuan." Kencana menaruh daftar menu di atas meja.

Daniel tersenyum tipis, dirinya bahkan masih menanggung malu atas keributan yang menghebohkan kemarin.

"Sebutkan makanan kesukaan Andina."

Mata Kencana terbelalak, "Maaf tuan, tapi Andina sedang tidak bekerja." ujar Kencana sopan.

"Sebutkan makanan kesukaan Andina!" ujar Daniel lagi.

"Andina lebih suka makanan lokal dibanding western." jawab Kencana. Daniel mengangguk, "Buatan makan malam yang sering Andina makan saat bekerja. Saya tunggu."

Kencana mengangguk, lalu ia berjalan menuju celah dinding berbentuk persegi yang menghubungkan antara restoran dan meja koki.

"Chef, masakan lokal kesukaan Andina." ujar Kencana. Chef Bisma melongok sebentar lalu mengangguk saat tahu siapa laki-laki yang memesan makanan tersebut.

"Chef, aku rasa Andina pakai pelet ampuh. Bisa-bisanya dia bikin penguasa hotel ini klepek-klepek sama suara ketawanya."

Chef Bisma tersenyum, Kencana seperti lupa dengan masalah pribadinya yang tak kalah memusingkan Chef Bisma.

"Jegeg lupa dengan Bli Wijaya?" Chef Bisma menyerahkan semangkuk sup iga sapi, nasi uduk dan segelas ice lemon tea.

"Chef, jangan gitu. Bli Wijaya terlalu lama menggantungkan harapan saya dan orangtua saya. Sudah lelah saya ditanyain kapan nikah, kapan nikah. Sayakan bingung Chef harus jawab apa sedangkan Bli Wijaya hanya bilang sabar jegeg, sabar..." Kencana berucap seperti saat Bli Wijaya mengatakan kalimat itu.

Chef Bisma tersenyum, "Sagilik Saguluk, Salunglung Sabayantaka, Paras Paros Sarpanaya, Saling Asah Asih Asuh."¹

"Yes, Chef."

Kencana mengantar makan malam ke meja Daniel. Tapi laki-laki itu sedang menatap ke luar jendela. Matanya membulat sempurna saat melihat Aurelie bersama bule dari Australia. Laki-laki yang beberapa waktu lalu juga terlibat kebersamaan dengan Aurelie. Tanpa Daniel ketahui.

                       Happy Reading.

¹. Bersatu-pad, menghargai pendapat orang lain, memutuskan sesuatu secara musyawarah mufakat, saling mengingatkan, menyayangi dan membantu. 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Herlina Maharani
Daniel di manfaatkan Aurel selama bertahun2...
goodnovel comment avatar
Nia Kurniawati
semoga Daniel cepet lupa sama si aurelie
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status