Share

KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG
KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG
Author: Angsa Kecil

Bab 1. Penyelamat Mahkota

SRETT. "Aaa!" Gaun tipis Ayana seketika robek. Terpampang jelas bahu dan sebagian dadanya. Segera dia menutupi dadanya dengan tangan.

"Ha ha ha ha! Kita nikmati malam ini gadis manis." Pria yang hanya berbalut celana pendek itu segera mengukung Ayana.

"Jangan! Kumohon jangan!" teriak Ayana. Dia terus meronta, mendorong paruh baya berperut buncit itu.

Pria itu terus berusaha menguasai Ayana. "Diam kamu! Aku sudah membayar mahal, sekarang lakukan tugasmu dengan baik!"

Pria itu memegang dua tangan Ayana yang terus melawan. Dia letakkan di atas dengan satu tangan kuatnya. "Diam, dan layani aku dengan baik, jika kamu masih ingin hidup!" geram pria itu.

"Cuihh!" Ayana meludah. "Bunuh saja aku!" teriaknya dengan mata nyalang.

"Ini pilihanmu. Aku sangat suka bermain dengan gadis manis agresif. Berteriaklah sekuatmu! Ha ha ha ha ha ha!"

Paruh baya itu menekan kaki Ayana kuat dengan kakinya. Kini dia mulai merebahkan di atas tubuh Ayana.

"Baumu wangi sekali." Pria itu mulai mengendus bagian ceruk leher Ayana.

Ayana memutar otak, dia harus bisa lepas dari pria ini.

"Aaarrggghh!"

Ayana menggigit telinga paruh baya itu. Dia langsung mendorong kuat, dan berlari meski hanya di sekitar kamar itu.

"Mau kemana kamu?!" Paruh baya itu murka, dia terus mengikis jarak dengan wajah merah.

"Kumohon jangan! Tolong lepaskan aku." Ayana merangkup tangannya memohon.

"Ha ha ha ha ha!" Pria itu malah tertawa mengerikan.

--

Sedang di lantai bawah.

BRAKKKK!!!

Pintu itu dibuka kasar oleh 5 pria. Wajah mereka ditutup masker. Sekelompok pemburu yang mencari kemenangan di malam hari.

Black Skull. Mereka selalu datang membawa ketakutan bagi musuhnya.

Kaget. Para penghuni Villa memberi perlawanan. "Penyusup!" teriak salah satu mereka.

Mereka langsung maju melawan.

Serangan mereka ditangkis. Bugh. Bugh. Prang! Seorang terlempar, sebuah guci pecah, dia tersungkur.

Mereka tidak siap akan kedatangan Black Skull. Sekuat tenaga mereka melawan.

Villa seorang koruptor sebuah perusahaan, yang sulit dilumpuhkan kliennya. Kini mereka mendapat pesanan membawa koruptor itu ke hadapan klien. Dan membawa bukti korupsinya.

Bugh. Duk. Bugh. Bugh.

Duk. Bugh. Prang!

Rumah itu kini riuh dengan suara hantaman, dan barang pecah. Sisi Black Skull tetap memimpin kemenangan, meski jumlahnya lebih sedikit.

"Yaakk!" Bruk. Satu tendangan melempar musuh di depan. Bugh. Vincent juga menghantam sisi kanannya.

Set. Pukulan ditangkis Leo, lalu dia putar dan melemparkan hingga menghantam tembok. Duk. Menendang keras di sisi kirinya.

Duk. Robin menendang melempar seorang lagi. Bugh. Bugh. Juga hantaman untuk dua orang lain yang menghadang.

Bugh. Duk. Bugh. Hantaman Brox dan tendangan beruntun, untuk mereka yang maju bersama dari berbagai sisi.

Dor! Sebuah peluru berhasil dihindari Jovan. Dia lantas melempar mata pisau ke arah tangan penembak itu. Pistol terlempar tangannya terluka.

"Aaisshh!" teriak pria itu memegang tangannya.

"Brox!" teriak Jovan.

Brox melompat, mengambil pistol itu.

Satu pria bertubuh tinggi dan atletis masih menonton. Sambil mengibas kuat, mereka yang datang. Brak. Prang!!

Mata elangnya kini menatap tajam lantai atas. Jovan kini siap beraksi. Dia meninggalkan temannya yang masih menikmati pesta meriah itu.

Dia berlari, melompat bagai Leopard pada railing tangga. Memegang railing atas, bergelantung lalu salto, melompat ke lantai atas. Set, dia mendarat sempurnya.

Kini matanya menghunus ke berbagai arah mencari targetnya. Menuju pada suatu kamar yang dia yakini itu kamar target.

"S*al!" Kamar menggunakan kunci sandi.

Jovan mengambil jarak, dia berlari dan ... Buk. Buk. Buk. Dia mendorong kuat dengan bahunya. Bruk! Pintu itu roboh.

Seketika mata Jovan membulat. "Dasar bandot tua!"

"Siapa kamu?!" teriak Paruh baya. "Pengawal!" Menebar pandangan.

"Jangan buang tenagamu, Pak tua! Anak buahmu sedang berpesta di bawah."

"Tolong aku, kumohon!" teriak Ayana.

Paruh baya itu berlari, dan segera membuka laci nakas.

"Jangan berani maju, jika masih ingin hidup!" teriak paruh baya itu. Dia berdiri menodongkan pistol gemetar pada Jovan.

"Benarkah? Tembak saja!" Jovan melangkah santai.

Jovan semakin maju, dengan tatapan nyalang.

DOR!! Satu tembakan melesat hampir mengenai Jovan.

"Aaaa!" teriak Ayana takut. Dia menunduk bersembunyi di belakang sofa.

Jovan terkekeh. "Kamu salah memegang senjata, Pak Tua!"

Pria itu masih bersiap menembak, dia melangkah mundur seiring Jovan melangkah maju.

Menarik pelatuk. DOR. Jovan menghindar dan langsung mengambil pijakan, lalu melompat tinggi.

Brakkk. Jovan menendang keras pria itu.

Pria itu langsung tersungkur. Jovan menendang kuat pistol itu, hingga masuk dalam celah sempit.

Paruh baya itu, menggeser tubuhnya hingga pojok nakas. Dia makin gemetar.

Jovan maju, dia lantas berjongkok di depan pria itu.

Mata Jovan menghunus menyiratkan banyak tekanan. Jovan memegang rahang pria itu, menekan kuat lalu dia hempaskan.

"Auw!" teriak pria itu, kesakitan.

"Berani kamu jadi tikus pengerat!" Suara Jovan berat menggetarkan lawan.

"Tolong lepaskan aku. Aku bisa membayarmu lebih dari mereka. Katakan berapa yang kamu minta!" takut pria itu mengatakan.

Jovan menarik satu sudut bibirnya di balik masker hitam itu. "Berapa harga nyawamu? Berikan padaku!" Suara Jovan semakin menakutkan. Jovan tidak pernah mengecewakan klien.

Jovan berdiri, lalu duduk di sisi king size. Sedikit menunduk, dengan dua tangan menyatu di tengah. "Apa aku harus membuatmu sekarat, baru kamu buka mulut?" tenang dan berat, suara itu menggoyahkan pikiran pria itu.

Pria itu mengangguk gemetar. "Katakan saja apa yang kamu butuhkan!"

"Bukti bahwa kamu seorang tikus pengerat. Berikan padaku filenya!" bentak Jovan.

Pria itu kaget dan bergetar. Dia lantas merangkak menuju laci meja, ditekannya tombol, lalu diambilnya flash disk, dan dia serahkan pada Jovan.

"Ambillah, lalu lepaskan aku!" Pria itu memohon.

Jovan masih memandangi flash disk itu.

"Aku tidak menipumu. Bukankah kamu bisa datang lagi, jika itu palsu," takut pria itu.

"Kalau begitu, kamu juga harus ikut denganku." Buk. Jovan memukul tengkuk pria itu. Lalu dia pingsan.

Dari belakang sofa itu, Ayana meringkuk ketakutan.

"Siapa kamu?!"

"Ah!" Ayana tersentak, dia berbalik dan mendongak. "Aku hanya wanita yang dijual oleh Pamanku. Tolong selamatkan aku. Kumohon, jika kamu musuhnya berarti kamu orang baik."

Jovan menatap kondisi gadis mungil yang mengenaskan itu. Wajahnya berbalur make up luntur, dengan baju yang tipis robek.

Jovan melepas blazernya. "Pakailah!" Menyodorkan.

"Terima kasih." Ayana langsung menyambarnya.

"Tempat ini sudah aman, silahkan kamu pergi!" Jovan berbalik, dia melangkah.

"Aku tidak punya tujuan. Aku tidak tau tempat ini!" seru Ayana.

Langkah Jovan berhenti, sebentar berpikir lalu berbalik. Kembali memandangi wajah gadis malang itu.

"Kumohon, aku janji tidak akan merepotkanmu. Kamu bisa menjadikanku pembantu, atau apa saja. Kumohon, selamatkan aku."

Jovan masih bergeming, dia belum pernah dekat dengan wanita manapun.

"Apa aku harus kembali pada Pamanku?"

"Dimana rumahmu, kamu pasti punya orang tua."

Ayana menangis mendengar kata itu. "Kamu bisa membuangku nanti. Kumohon bawa aku keluar dari tempat ini. Aku pasti akan dikejar suruhan Mami Febby nanti."

Jovan masih ragu.

"Mereka akan menjualku lagi." Semakin lirih dan sendu.

Jovan menarik nafas, dan menatap gadis mungil itu.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Angsa Kecil
Terima kasih sudah mampir. Namanya juga hallu, biar seru. Maaf, jika tidak nyaman.
goodnovel comment avatar
Yani Yans
pistol di injak smpe remuk? (impossible)
goodnovel comment avatar
Arka Garneta
Ayolah Jovan bawa Ayana
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status