Share

KAKAK ANGKATKU AYAH DARI ANAKKU
KAKAK ANGKATKU AYAH DARI ANAKKU
Penulis: Pejuang Online

01. Hamil?

"Adik saya sakit apa, Dok?" tanya Fardan pada dokter Eva yang tengah memeriksa adiknya.

"Sebenarnya Adik kamu tidak sakit apa-apa. Hanya saja dia ... -- "

"Katakan saja, Dok! apa yang terjadi dengan adik saya?" tekan Fardan semakin gusar.

Dokter Eva terdiam, seperti berat untuk menyampaikan sebuah kebenaran. Perlahan ia menarik napas, lalu menghembuskan kembali secara perlahan.

"Adik kamu hamil, Fardan."

Deg!

"H ... hamil?" Laki-laki bernama Fardan itu tersentak mendengar apa yang disampaikan dokter Eva.

Menggelengkan kepala. Fardan tatap wajah sang dokter juga adiknyab yang terbaring lemah di atas brankar. Fardan belum sepenuhnya percaya apa yang baru saja dokter Eva sampaikan. Adik perempuan satu-satunya yang selama ini ia jaga dan ia lindungi ternyata sedang berbadan dua.

Gimana ceritanya bisa hamil? setahu Fardan, dia dan Leon selalu menjaga Kanaya, mengawasinya sebaik mungkin. Siang hari, jikapun dia dan Leon tidak bisa menjaga adik bungsunya. Leon akan mengutus Rendy maupun anak buah yang lain untuk menunggu Kanaya di kampus hingga tiba saatnya pulang.

"Apa nggak ada yang salah dalam pemeriksaan, Dok?" tanya Fardan masih belum percaya mendengar adik bungsu hamil.

'Bagaimana bisa Kanaya hamil? Gue sama Leon selalu menjaganya dari laki-laki iseng.'

"Dokter pasti salah mendiagnosa. Adik saya belum menikah, bahkan pacar pun dia nggak ada," imbuh lelaki tersebut membantah hasil analisa dokter.

Dokter Eva Shavira menggeleng cepat. Apa yang ia katakan sesuai hasil pemeriksaannya.

"Kalian bisa melakukan test urine jika masih belum yakin. Atau sekalian USG supaya tahu berapa tepatnya usia kehamilan adikmu, Fardan."

"Tapi jika diraba dari bawah sini, kemungkinan kehamilannya memasuki minggu ke lima," lanjut Eva sambil menunjuk area bawah perut gadis yang masih memejamkan mata karena pingsan tersebut.

Fardan menemukan Kanaya pingsan di ruang pribadi Leon di kantor. Ia menyusul mereka karena khawatir akan Kanaya yang belum sarapan sebab terburu diajak paksa Leon agar segera berangkat ke kampus, namun sang kakak malah membawanya ke kantor.

Meskipun hati masih enggan menerima, pada akhirnya Fardan mengangguk juga. Dia yakin, dokter tidak mungkin salah analisa, mengingat pasti bukan hanya Kanaya saja yang mengalami hal ini.

"Baik, Dok. Terima kasih," ucap Fardan dengan suara tertahan. Tenggorokannya serasa menyempit menerima kenyataan ini.

Sungguh, kabar Kanaya berbadan dua telah menyentil ego seorang Fardan karena tak mampu menjaga adik.

Dokter Eva kembali ke kursinya sementara Fardan berdiri menunggu Kanaya siuman.

Tak berselang lama, terlihat kelopak mata Kanaya mengerjap hingga akhirnya kedua mata itu terbuka sempurna lalu melirik pria yang berdiri di ujung kakinya.

"Kak Fardan," gumam Kanaya lemah.

Dengan perasaan kecewa, marah dan penuh tanda tanya, Fardan menghampiri Kanaya dengan memasang wajah datar. Segala perasaan bercampur aduk di dada Fardan.

"Apa yang kamu rasa?" tanya Fardan, suaranya terdengar datar. Gurat kecemasan yang sebelumnya nampak di raut wajahnya kini sudah hilang tergantikan raut kekecewaan.

"Pusing." Singkat Kanaya menjawab.

"Mual?" tanya Fardan lagi.

Kanaya mengerutkan kening. Tak mengerti akan maksud pertanyaan Fardan karena yang ia rasakan saat ini hanya pusing saja. Memang sesekali ia juga merasakan mual namun hanya di pagi hari dan sebentar saja.

Kanaya menggeleng. "Nggak."

"Aku kenapa, Kak?" imbuh Kanaya penasaran. Kenapa ia bisa ada di ruangan bernuansa serba putih, karena seingatnya terakhir ia di kantor Leon kakak pertamanya.

"Kita pulang," ajak Fardan dingin tanpa ingin menjawab pertanyaan Kanaya. Hatinya sudah terburu diliputi amarah.

Tanpa banyak kata, Kanaya bangkit kemudian turun dari brankar perlahan. Sorot matanya nampak ketakutan melihat perubahan di raut wajah Fardan kakak yang begitu menyayangi dan memanjakan dirinya.

Berpamitan dengan dokter Eva. Lekas Fardan menarik paksa lengan Kanaya keluar dari ruang periksa. Cengkeraman Fardan lumayan kuat menekan hingga Kanaya merasakan ngilu di tulang lengan.

Gadis itu terheran-heran mendapat perlakuan kasar dari Fardan kakak yang jarang sekali marah padanya. Lain hal kalau emang Kanaya berbuat salah. Itupun sebatas teguran saja. Ini berbeda. Fardan seperti sedang menyimpan amarah yang siap meledak kapan saja.

"Kak Fardan, tangan Naya sakit," keluh Kanaya. Langkahnya terseok-seok mengikuti Fardan yang berjalan dengan langkah begitu lebar.

Fardan terus menarik lengan Kanaya, tak perduli banyak mata menatap iba pada Kanaya yang meringis menahan sakit.

"Masuk!" sentak Fardan meminta Kanaya masuk ke dalam mobil dengan sedikit mendorong tubuh adiknya.

Melihat perubahan sikap Fardan, Kanaya merasakan nyeri di dalam hati. Dia tidak mengerti, kesalahan apa yang sudah ia perbuat hingga kakak kedua yang selama ini begitu menyayangi dan penuh perhatian kini berubah sadis.

Tentu saja Kanaya tak akan tahu. Sebab saat dokter mengatakan dirinya hamil, ia masih dalam kondisi pingsan.

Fardan juga tak tahu, Kanaya sekuat mungkin menahan laju air mata akibat menahan luka hati mendapat perlakuan buruk darinya.

Sepanjang jalan, tidak ada yang bersuara di antara kedua insan tersebut. Fardan fokus dengan kemudi membawa Kanaya pulang ke rumah dengan amarah yang sudah bergolak dalam dadanya. Sedangkan Kanaya masih menahan rasa takut yang semakin besar.

"Kak-- "

"Diam Kanaya!" sentak Fardan murka.

Untuk kali ini Fardan tak mau mendengar apapun dari mulut Kanaya. Bagi Fardan, suara Kanaya saat ini seperti ribuan duri yang menusuk relung hati. Biasanya, Fardan akan suka jika Kanaya bersikap manja padanya.

Gadis itu terperanjat mendengar bentakan keras laki-laki yang duduk di balik kemudi. Badan Kanaya gemetar semakin hebat. Segera Kayra membekap mulut karena isak tangis ternyata lolos juga. Merasakan nyeri yang teramat sangat di dada, membuat gadis itu tak kuat menahan tangisnya.

"Ck, diam Kanaya! nggak perlu cengeng lagi!" bentak Fardan kian emosi. Suara tangis Kanaya kali ini tak membuat iba seorang Fardan. Justru malah membuat pria itu semakin muak saja.

Mendengar suara Fardan yang masih meninggi, Kanaya semakin ketakutan. Duduk pun kian merapatkan tubuhnya ke pintu mobil seakan tak perduli jika pintu terbuka lalu dia terjatuh seketika. Di pikiran Kenaya, mungkin mati lebih baik.

Ada rasa tak tega dalam hati Fardan, menyadari Kanaya yang ketakutan akan sikap kasar dirinya. Akan tetapi rasa marah lebih menguasai, mendengar adik bungsu yang selama ini dia sayang, dia manjakan ternyata tengah berbadan dua. Entah siapa laki-laki bajingan yang sudah berani menyentuh adik kesayangannya.

Kanaya memiliki kulit putih seputih susu, hidung mancung serta bulu mata lentik. Wajah cantiknya kerap mengundang mata laki-laki merasa kagum ketika melihatnya. Selain cantik, Kanaya juga memiliki payudara padat berisi serta body sexy, membuatnya semakin indah dipandang mata.

Itulah mengapa, dia dan Leon selalu menjaga Kanaya, mengawasinya sebaik mungkin. Berusaha menjauhkan Kanaya dari laki-laki yang hanya berniat iseng saja. Karena tak bisa dipungkiri, perawakan Kanaya kerap membuat syahwat para laki-laki naik drastis hingga meneteskan air liur.

Setibanya di rumah, Fardan kembali menarik paksa lagi lengan adiknya, meminta segera turun dari mobil dan masuk ke rumah.

Arga dan Rossa, orang tua dari kedua muda-mudi itu terhenyak melihat putra keduanya menarik kasar putri bungsu kesayangannya. Arga juga Rossa baru tiba di rumah setelah melakukan perjalannan jauh untuk urusan bisnisnya.

'Apa yang terjadi?'

Kening Arga juga berkerut, menyadari wajah marah sang putra keduanya itu. Seingat Arga, Fardan jarang sekali menunjukkan kemarahan jika permasalahan tidaklah terlalu berat.

"Ada apa ini, Fardan? kenapa kamu tarik kasar gitu tangan adikmu?" tanya Rossa mendekati kedua anaknya.

"Mama." Kanaya bermaksud menyambut ibunya. Namun, tangan Fardan masih menahan begitu kuat bahkan lebih kuat dari sebelumnya.

"Kak, sakit," keluh Kanaya semakin meringis. Gurat kemerahan di pergelangan tangannya yang putih terlihat begitu kentara.

Fardan masih diam. Matanya kian tajam menatap adik bungsunya. Kemudian dia mengajukan pertanyaan yang membuat kedua orang tua juga Kanaya sendiri terperanjat mendengarnya.

"Jawab pertanyaan kakak, Kanaya! benih siapa yang sedang kau kandung?"

Deg!

"Benih?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status