Share

06. Kecurigaan Pelayan

"Minta apa, Kak?" tanya Kanaya tak sabar.

"Gugurkan kandungan kamu!" bisik Leon.

Kanaya terhenyak mendengar pemintaan Leon. Gadis itu menggelengkan kepala lalu bertanya, "apa alasan kak Leon meminta menggugurkan kandunganku?"

"Ck, nggak perlu tahu alasanya. Kamu ikuti saja saran kakak. Kalau nggak -- "

Leon menggantungkan kalimatnya.

Dia juga berpikir tindakan apa yang harus dia lalukan agar bayi yang dikandung adiknya itu keguguran.

Kanaya menunggu Leon melanjutkan ucapan. Namun Leon masih bergeming dan tetap berdiri terpaku di tempat.

"Kak ... " seru Kanaya membuyarkan konsentrasi Leon yang sedang berpikir sesuatu.

"Hhmm, " Leon hanya menggeram menanggapi.

"Kalau nggak? Apa maksudnya?" ulang Kanaya bertanya meski rasa takut pada Leon kian mendera.

"Karena kamu nggak tahu siapa ayah janin itu, Kanaya. Kamu mau nama baik keluarga kakak tercoreng?" bentak Leon menatap tajam wajah adik angkatnya yang kini tertunduk layu.

Meski perih Kanaya rasakan. Namun ia membenarkan perkataan Leon. Nama baik keluarga Arga Pradipta Dewangga harus diselamatkan. Hanya dengan cara inilah Kanaya membalas semua kebaikan keluarga Arga.

Tanpa mau berpikir lebih lama. Kanaya setuju saran dari Leon. "Baiklah, kak. Besok Naya ikut kakak," putus Kanaya mengiyakan ajakan Leon meski hatinya diliputi keraguan.

Mendengar sang adik setuju dengan usulannya. Leon lekas berbalik badan menghadap Kanaya. "Jangan bilang apapun ke Fardan juga ke Papa sama Mama!" kata Leon berpesan sebelum dia berlalu keluar dari kamar adiknya. Sekilas mata Leon melirik Kanaya yang masih diam terpaku. Leon keluar dan kembali menuju kamarnya.

Di balik dinding kamar Kanaya. Bi Sari tengah menunggu Tuan mudanya keluar dari dalam sana.

Hati Bi Sari terenyuh melihat nasib malang anak angkat sang majikan. Pelayan itu bertekad memberitahukan kecurigaan dia pada Laki-laki yang sudah menanam benih di rahim gadis malang tersebut.

"Sebelum terlambat, aku harus kasih tahu Non Kanaya supaya membatalkan niatnya untuk menggugurkan janin yang tak berdosa itu," gumam Sari.

Pelayan itu lalu mengetuk pintu. Berharap Kanaya jangan tidur dulu. Ia ingin menyampaikan beberapa pesan dan nasehatnya. Sebelum semua semakin terlambat dan menjadi sebuah penyesalan pada akhirnya.

"Non, buka pintunya, ini Bibik."

Mendengar suara pelayan datang, Kanaya segera berjalan menuju pintu untuk membuka.

Clek!

"Eh ... Bibi, ada apa? Kok belum tidur?" tanya Kanaya saat sudah membuka pintu dan melihat pelayan itu berdiri di hadapannya.

"Ada yang mau Bibi sampaikan ke Non Naya. Apa tidak mengganggu? Ini penting sekali soalnya, Non."

"Apa itu, Bi?" tanya Kanaya penasaran.

Bi Sari memastikan dulu tidak ada yang mendengar pembicaraan dirinya dan Kanaya. Setelah dipastikan aman. Bi Sari menutup pintu kamar Kanaya dan menarik gadis itu untuk menjauh dari pintu.

"Non, sebelumnya Bibi Minta maaf kalau Bibik menyampaikan kabar ini membuat Non marah dan kecewa ke Bibi," ucap Bi Sari yang akan memulai ceritanya.

"Santai saja, Bi, kaya nggak tahu Nay ajah," balas Kanaya memaksa tersenyum ke arah Sari yang nampak gugup.

"Ada apa, Bi?" sambung Kanaya tak sabar karena penasaran apa yang mau pelayan itu sampaikan.

"A ... anu, Non." Kembali Bi Sari terdiam. Hatinya mendadak ragu untuk menyampaikan kecurigaan tentang laki-laki yang sudah menanam benih di rahim gadis malang tersebut.

"Anu apa, Bi? Ayo katakan saja!" tekan Kanaya semakin tak sabar juga penasaran.

"Non Kanaya janji dulu sama Bibi ya, Non. Jangan kasih tahu Tuan Arga, Nyonya Rossa, Tuan Muda Leon juga Tuan Fardan. Bibi belum siap kalau harus berhenti kerja di sini," mohon Sari.

Sari takut kehilangan kerjaan di rumah yang menurut dia sang majikan sangat baik. Apa lagi Sari harus membayar hutang-hutang keluarga dia di kampung halaman. Dengan bekerja di rumah Arga. Sari merasa perekonomian dia cukup terbantu.

"Nay janji, Bi. Ayo cepat katakan!" tekan Kanaya lagi. Gadis itu kian merapatkan posisi duduk ke pelayan.

Sari terdiam. Ia mengatur pernapasan lebih dulu.

"Non ... sebenarnya Bibi mencurigai Tuan Leon ayah dari anak Non Kayla. Tapi belum yakin sih, Non. Antara Tuan Leon sama Tuan Fardan," kata Sari.

"M ... maksud Bibi?" Kanaya terhenyak mendengarnya.

"Malam itu ... "

Sari menceritakan apa yang dia lihat beberapa minggu yang lalu tepatnya di malam hari.

Sari terdiam sesaat. Lagi -lagi dia menarik napas dalam - dalam lalu mengehembuskan perlahan.

"Saat Bibi berniat menghampiri Non Naya. Bibi melihat ada laki-laki mematikan lampu dan menaruh sesuatu diminuman Non, waktu Non Kanaya naik dulu ke kamar. Bibi awasi terus hingga Non turun lagi dan tanpa Non curiga langsung meminumnya saat lampu udah nyala lagi. Kemudian ... Non Kanaya nonton TV sampai ketiduran. Nah ... Bibi lihat kaya Tuan Leon."

Kanaya terhenyak. "Ap ... apa, Bi? Jadi -- " Kanaya membekap mulut kala suara isak tangis lolos dengan sendirinya.

Seketika buliran bening meluncur deras di pipi mulus gadis malang itu. Ia tak menyangka jika kedua kakak angkat tega melakukan perbuatan sebejat itu padanya. Hanya saja, Bi Sari belum tahu pasti siapa pelaku sebenarnya antara Leon juga Fardan. Atau bisa jadi kedua kakak beradik itu sama - sama menyentuhnya.

'Kalian jahat kakak,' jerit Kanaya dalam batin.

"Sabar ya, Non. Suatu hari nanti, pasti tahu siapa ayah bilogis di antara Tuan Leon dan Tuan Fardan," ucap Bi Sari seraya mengusap lembut bahu Kanaya.

Toh dari sewaktu masih SMA juga kalau berangkat dan pulang sekolah selalu dikawal kakak-kakaknya. Mana mungkin gadis itu berani macam-macam. Apa lagi Kanaya type anak yang penurut dan tahu diri. Pikir Sari.

"Apa yang harus Nay lakukan, Bi?" tanya Kanaya disela tangisnya. Suaranya berubah parau merasakan sesak di dada karena tak menyangka kehormatannya telah diruda paksa oleh orang yang selama ini dianggap kakak pelindung baginya.

"Lebih baik ... Non Naya selidiki saja antara Tuan Leon dan Tuan Fardan. Jangan sampai mengugurkan janin itu. Calon anak Non Naya nggak berdosa sama sekali," pungkas Sari memberi saran.

Kanaya mengangguk mendengar saran dari pelayan. Sari kemudian berpamitan untuk segera menuju kamar peribadinya karena malam kian larut dan besok pagi harus segera bangun untuk menyiapkan sarapan para majikan.

Kanaya sendiri masih bergulat dengan pikirannya. Antara bertahan di rumah itu sampai tahu siapa yang sudah menodai ketika dia tertidur, dan Kanaya yakin jika orang itu telah mencampurkan obat tidur dalam minuman setiap mau melakukan perbuatan terkutuknya.

Ataukah Kanaya memilih pergi saja dengan membawa serta aib yang akan dia tanggung sendirian. Di usianya yang masih sangat muda. Mampukah ia hidup mandiri di luaran sana?

Membayangkan perut yang akan semakin memebesar. Lalu, Leon maupun Fardan kian membencinya membuat Kanaya memutuskan pergi dari rumah itu.

Setelah itu, Kanaya keluar kamar bermaksud mematikan CCTV di semua ruangan yang akan dia lewati. Juga, dia memastikan security yang berjaga di gerbang utama masihkah mereka terjaga atau sudah tertidur.

Setelah dipastikan aman sesuai harapan Kanaya. Dia segera kembali ke kamar untuk mengambil barang yang akan dia bawa.

Tujuan Kanaya akan mencoba hidup mandiri dalam kesederhanaan. Jauh dari gemerlapnya kemewahan yang selama ini ia nikmati di tengah keluarga angkatnya.

"Maafkan Nay, Mama, Papa!" isak tangis Kanaya pada akhirnya lolos juga saat mencium foto Arga dan Rossa yang ada di meja rias dalam kamarnya.

Kanaya keluar, lalu segera menuju lantai bawah. Kanaya terus berjalan keluar rumah, saat sudah melewati gerbang, sebuah taxi melintas di hadapan dia. Kanaya segera menyetop taxi tersebut meski tak tahu tujuan dia kemana.

"Bukankah itu adiknya Leon?" ucap seseorang dari dalam mobil tak jauh dari taxi yang akan membawa Kanaya pergi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status