Beberapa jam yang lalu.
"Naya ... cepetan! Lelet banget, sih" teriak Leon menahan kesal."Ya, Kak. Sebentar! Nay lagi cari buku dulu," teriak Kanaya menjawab.Takut Leon lama menunggu, Kanaya membatalkan mencari buku yang terlupakan. Kanaya berlari menuruni anak tangga begitu tergesa-gesa.Fardan melihat adiknya berlari itu menegur karena takut terjatuh dan terluka. "Nay ... jangan lari!"Fardan menatap tajam abangnya. "Leon, lo kenapa sih? Nggak sabaran banget jadi orang," hardik Fardan geram. Leon acuh tak acuh mendengar adiknya protes.Di rumah itu hanya ada Kanaya, Leon, Fardan serta 2 orang ART, satu supir dan dua orang security. Sementara Arga dan Rossa, orang tua mereka sedang ada urusan di Swiss untuk urusan binis.Kanaya sudah berada di lantai bawah. Ia segera mendekati kedua kakaknya yang nampak bersitegang.Tanpa menyimpan dendam dan sakit hati, gadis cantik itu tersenyum ramah pada kedua kakaknya."Ngapain lo, senyum-senyum nggak jelas. Mending kalau cantik," cibir Leon memutar manik mata malas.Sungguh berbeda ucapan dengan pengakuan dalam hati pria dingin itu. Hati Leon mengakui jika adik bungsunya memang sangat cantik.Perkataan Leon tak pernahenak didengar Kanaya. Beruntung gadis itu tidak pernah mengadu pada Arga juga Rossa orang tua angkatnya."Leon! Astaga ... lo bisa nggak sih bersikap baik sedikit saja pada Naya? Dia itu adik kita, Leon!" tegur Fardan semakin geram akan sifat abangnya."Ck, suka-suka gue. Adik juga cuma adik pungut," decih Leon.Mendengar itu, tangan Fardan nampak mengepal. "Shit, sialnya hidup gue punya abang macam lo, Leon," desis Fardan. Leon tak perduli akan kemarahan adiknya. Ia berjalan keluar menyusul Kanaya yang lebih dulu masuk ke mobil Pajero sport hitam miliknya.Leon memiliki karakter yang berbeda dengan adik lelakinya. Watak Leon keras, tegas, disiplin. Itu kenapa dia tidak pernah bisa bersikap manis pada Kanaya walau sedikit saja.Sejak kecil pun Leon kerap membuat Kanaya menangis karena ulah tengil Leon. Namun anehnya jika orang lain yang berani macam-macam dengan adik bungsunya, tak segan-segan Leon pasang badan guna melindungi Kanaya."Kak, aku naik taksi ajah ya!" kata Kanaya saat keduanya sudah berada di dalam mobil. Gadis itu memberanikan diri berbicara dengan Leon si lelaki dingin.Leon tidak menghiraukan ucapan Kanaya. Dia secepatnya mengunci pintu mobil seolah takut gadis yang sudah duduk manis di samping dia akan keluar lagi tanpa seizin dirinya.Melihat wajah Leon begitu dingin, membuat Kanaya hanya bisa menarik napas pelan. Ada rasa kecewa namun tak bisa dia ungkapkan. Leon segera melajukan mobilnya setelah security membukakan gerbang.Di tengah keheningan kedua insan yang saling terdiam, ponsel milik Kanaya tiba-tiba berdering. Kanaya berniat mengambil dari dalam tas, namun tangan Leon lebih dulu mencegah."Sini! Kakak yang angkat!" Leon merebut ponsel milik Kanaya dan melihat siapa yang menelepon."Ck, mau ngapain lagi sih?" Desis Leon begitu tahu nama siapa yang tertera di layar ponsel."Kak, angkat ajah! Siapa tahu penting." Kanaya memberanikan diri berbicara lagi."Diam!" sergah Leon seraya melirik sinis pada Kanaya yang langsung menunduk.Karena berulang kali ponsel Kanaya berdering, dengan terpaksa Leon mengangkat."Hallo! Mau ngapain lagi lo? Ganggu gue ajah," sembur Leon saat suara adiknya terdengar di telinga."Leon, mana Naya?""Hmm ... sudah gue buang. Lo mau ngapain?" sahut Leon menggeram kesal, karena dia pikir sang adik terlalu berlebihan akan diri Kanaya yang sebatas anak pungut."Leon! gue serius. Mana Naya? Dia belum sarapan. Dompet dia juga ketinggalan. Lo mikir nggak, sih? Perut adik kita nanti sakit nahan lapar. Jangan lupa lo kasih duit!" bentak Fardan di ujung teleponnya.'Ah, sial. Kenapa gue lupa Nay belum sarapan,' batin Leon berkata.Mendengar Kanaya belum makan, Leon membatalkan niatnya untuk membelokkan mobil ke kampus Kanaya. Laki-laki yang menjabat sebagai General Manager di perusahaan Arga Mas Group, sebuah perusahaan milik ayahanda Arga Pradipta Dewangga itu lebih memilih membawa Kanaya ke kantornya.Kanaya yang sejak tadi hanya terdiam, seketika terkejut. Dia baru menyadari mobil Leon bukan menuju kampus tempatnya menuntut ilmu melainkan kantor milik keluarganya."Kak, kenapa bukan ke kampusnya Nay?" tanya Kanaya gusar.Seperti biasa, Leon tidak menjawab pertanyaan Kanaya yang dianggap tidak penting.Kanaya hanya bisa menelan ludah getir mendapati sikap Leon yang seolah menganggap dirinya tak pernah ada."Turun!" perintah Leon seraya melepas seat belt yang melingkar di pinggangnya.Dengan perasaan takut, Kanaya turun dari mobil setelah tiba di depan kantor keluarganya. Melihat Kanaya yang dianggap lambat jalan, Leon meraih tangan gadis itu lalu menggengam erat seolah takut gadis itu akan lepas.Merasa ini pertama kali Leon menggenggam tangannya, Kanaya semakin ketakutan hingga menimbulkan getaran di tubuh. Leon menyadari Kanaya takut dengan dirinya justru melingkarkan tangan ke pinggang sang adik dan segera membawa masuk ke ruangan pribadinya."Duduk! Jangan ke mana-mana tanpa seizin Kakak," tegas Leon. Dia kembali keluar ruangan karena memang ada meeting penting pagi ini.Saat Leon akan membuka pintu, terdengar bunyi perut Kanaya yang membuat Leon terhenyak namun juga seulas senyum nampak di bibir putra pertama Arga itu. 'Kasihan,' batin Leon berkata."M ... maaf, Kak."Kanaya takut Leon murka. Dia segera meminta maaf dengan perasaan gugup dan terbata.Tanpa menanggapi permintaan maaf Kanaya, Leon segera keluar dan menemui Rendy asistennya."Ren, tolong pesankan makanan untuk adikku. Nanti kamu antar ke ruanganku. Pastikan, jangan ada yang masuk selain kamu!" kata Leon memberi perintah."Baik, Pak." Rendy sigap menjawab.Rendy adalah orang yang paling dipercaya Leon. Kinerja Rendy sudah tidak diragukan lagi oleh atasannya tersebut.Rendy juga tahu makanan yang biasa dipesan oleh adik bungsunya Leon. Maka, Rendy tak banyak tanya karena bisa membuat Leon murka.Sementara Kanaya merasakan kegelisahan karena hari ini dia sepertinya tidak akan masuk kuliah. Sedangkan perutnya semakin lapar namun juga terasa mual."Kak Fardan apa nggak ngantor ya?" lirih Kanaya bergumam sembari terus meremas jari - jari tangan. Wajahnya gadis itu pun nampak pucat.Kanaya berharap ada Fardan masuk ruangan Leon, karena hanya dengan kakak keduanya Kanaya berani meminta sesuatu yang dia mau.Hingga dia melihat pintu ruangan milik Leon itu nampak terbuka, Kanaya hendak berlari menyambutnya. Sayangnya, kaki kiri dia tersandung di kaki kanan sendiri. Gadis itu nyaris limbung kalau saja seseorang tidak segera menangkapnya."Hati-hati, Nay," ujar suara yang sangat Kanaya kenali."Kak Far-- "Belum juga Kanaya melanjutkan ucapan, adik Fardan itu terhuyung dan jatuh pingsan. Beruntung Fardan sigap menangkap kembali tubuh adiknya."Astaga ... ini pasti ulah cowok kutub yang belum kasih Naya sarapan. Bener-bener brengsek punya kakak satu juga," gerutu Fardan memaki Leon yang tak ada orangnya.Fardan membopong tubuh Kanaya dan membaringkan di sofa. Saat Fardan sedang kebingungan, Rendy datang membawakan makanan yang dipesan Leon untuk Kanaya.Rendy terkejut melihat ada Fardan di ruangan pribadi Bosnya. Rendy pun teringat pesan Leon."𝐽𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑑𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑖𝑛 𝑘𝑎𝑚𝑢!"Rendy dilema antara masuk atau bersembunyi menunggu Fardan keluar. Asisten pribadi Leon itu takut atasannya murka. Jika sampai bosnya sudah naik pitam, hancurlah semua.Fardan menyadari kehadiran asisten pribadi abangnya segera memanggil. Ia berniat meminta bantuan Rendy untuk membawa Kanaya ke rumah sakit."Ren, tolong siapkan mobil! saya mau bawa Naya ke rumah sakit," kata Fardan memberi perintah."Nona Naya kenapa, Pak?" Rendy terkejut melihat Kanaya yang terbaring lemah dengan wajah memucat.Kemudian, Rendy membantu Fardan membawa Kayana turun ke lantai bawah menuju mobil Fardan."Kamu kenapa bisa pingsan kaya gini sih, Nay? Dan kenapa juga Leon malah membawa Naya ke kantor? Dasar manusia kutub," gumam Fardan semakin geram akan ulah abangnya."Minta apa, Kak?" tanya Kanaya tak sabar."Gugurkan kandungan kamu!" bisik Leon.Kanaya terhenyak mendengar pemintaan Leon. Gadis itu menggelengkan kepala lalu bertanya, "apa alasan kak Leon meminta menggugurkan kandunganku?""Ck, nggak perlu tahu alasanya. Kamu ikuti saja saran kakak. Kalau nggak -- "Leon menggantungkan kalimatnya. Dia juga berpikir tindakan apa yang harus dia lalukan agar bayi yang dikandung adiknya itu keguguran.Kanaya menunggu Leon melanjutkan ucapan. Namun Leon masih bergeming dan tetap berdiri terpaku di tempat."Kak ... " seru Kanaya membuyarkan konsentrasi Leon yang sedang berpikir sesuatu."Hhmm, " Leon hanya menggeram menanggapi."Kalau nggak? Apa maksudnya?" ulang Kanaya bertanya meski rasa takut pada Leon kian mendera."Karena kamu nggak tahu siapa ayah janin itu, Kanaya. Kamu mau nama baik keluarga kakak tercoreng?" bentak Leon menatap tajam wajah adik angkatnya yang kini tertunduk layu.Meski perih Kanaya rasakan. Namun ia membenarkan perkataan Leon.
Pagi hari telah menyapa dengan pancaran sinarnya yang merekah indah. Arga keluar dari kamar dengan berpakain olah raga. Kebiasan rutin yang Arga lakukan setiap pagi adalah berolah raga untuk menjaga kebugaran tubuhnya.Sementara Rossa sendiri kembali ke alam mimpi setelah selesai menunaikan kewajiban sebagai umat muslim. Rasa lelah setelah menempuh perjalanan ke luar negri membuat Rossa ingin istirahat lebih lama dulu.Teringat kemaren, baru saja tiba di kediamannya. Sudah disambut dengan kabar yang membuat seisi rumah merasa terkejut dan tak percaya. Karna hal itupula membuat kepala Rossa tiba - tiba berdenyut nyeri. Maka tadi malam Arga meminta Rossa untuk istirahat saja lebih dulu dan jangan memikirkan banyak hal. Meningat kondisi sang istri yang memang mudah sakit."Selamat pagi, Tuan!" sapa Bi Sari ketika berpapasan dengan Arga yang baru turun dari lantai atas dan kini berjalan menuruni anak tangga."Pagi juga, Bi," sambut Arga tersenyum ramah pada pelayan itu.Arga memang terken
Di sisi lain, Fardan menanyai security yang berjaga. Tapi, Kanaya rupanya telah mengatur rencana kepergiaan dia serapi mungkin. Sehingga tak ada jejak yang mencurigakan."Di mana kamu, Nay? Maafin kakak, Kanaya."Fardan menyesali sikap dan perbuatannya. Ia tak menyangka jika sang adik akan berbuat senekat ini.Sama halnya seperti sang mama. Fardan sangat mencemaskan nasib adik bungsunya di luar sana."Kenapa bisa gini jadinya sih," lirih Fardan mengacak rambut frustasi.Sayangnya, sebulan sudah Kanaya pergi meninggalkan rumah. Tapi, belum ada tanda sama sekali.Padahal, Leon dan Fardan telah melakuan pencarian hingga ke berbagai penjuru kota.Begitu pula dengan Arga. Suami Rossa itu semakin terlihat gelisah dibuatnya. Apalagi Rossa yang tiba-tiba jatuh sakit karena terus terusan memikirkan putri bungsunya.''Pa, kapan papa bisa bawa putri kita kembali ke rumah ini?'' tanya Rossa terdengar parau. Beberapa hari kebelakang wanita itu tak henti-hentinya menangisi Kanaya. Istri dari Arga
''Ngapain kau ke kantorku?'' sentak Leon menatap tajam wajah gadis yang ternyata Ayunda.Ayunda yang tempo hari tak sengaja tertabrak oleh Leon. Gadis itu terluka di kaki cukup parah hingga terpksa cuti kuliah.Rendy memberitahukan kedaan Ayunda yang terpaksa harus rawat inap. Dan Leon bertanggung jawab akan kesembuhan gadis itu.Rupanya Ayunda memanfaatkan kebaikan Leon hingga banyak permintaan yang gadis itu ajukan kepada Leon. Awalnya. Leon tak curiga macam-mcam pada gadis itu.Namun lama kelamaan Leon menyadari kalau ayunda menaruh harapan lebih.Siapa sangka, Ayunda semkain berani saja pada Leon membuat pria arogan itu merasa jengah akan kelakuan gadis itu.''Siapa yang ngizinin kamu ke kantor saya?'' Leon membuang pandangan ke arah lain saat bertanya pada Ayunda.Putra sulung Arga itu tak sudi rasanya membuka hati untuk wanita manapun sebab hatinya telah di tempati seorang gadis yang diam-diam ia cintai.''Aku kangen kamu, Mas,'' ucap Ayunda.''Ck, dasar sinting," desis Leon.Ay
Leon bergeming. Ia kini tak bisa mengelak lagi sebab Fardan sudah mengetahui pengakuannya tadi.''Jawab, bajingan!'' sentak Fardan masih terdengar emosi.''Kamu diam dulu, Fardan! Biar Papa bicara sama abangmu,'' hardik Arga dengan suara yang menggelegar memenuhi ruangan.Siapa yang tak kesal, melihat anaknya saling hajar tanpa tau akar permasalahannya. Belum juga selesai masalah Kanaya, ditambah Rossa yang malah jatuh sakit. Ini lagi di kantor, anak-anaknya malah adu jotos mengeluarkan kekuatan masing-masing.Memijat pelepis yang kembali terasa berdenyut nyeri. Arga tak habis pikir dengan masalah yang terjadi.Pikiran pria paruh baya itu kini semakin bercabang. Semenjak hilangnya kanaya, Arga tiba-tiba mengingat seseorang yang menjadi dewa penolong kala dirinya hampir kehilangan nyawa pada waktu itu.''Cepat katakan sama papa, Leon! Apa yang sudah kamu lakukan sehingga memantik amarah adikmu?'' tekan Arga kemudian.Leon masih diam membisu. Tangannya mengusap sudut bibir dia yang pecah
Leon datang ke rumah sakit untuk menjengkuk Arga. Rasa bersalah sangat kentara di wajah tampan Leon. "Papa, gimana kondisi papa?" Tanya Leon saat sudah berada di ruangan Arga.Arga malah membuang pandangan ke arah lain saat tau Leon yang masuk menemuinya. Kekesalan Arga pada Leon belum sirna. "Mau apa kamu ke sini, Leon? Kamu mau bikin papa mati berdiri?" ucap Arga datar.Leon mendekat. Dirabanya tangan sang ayah, "Pa, maafin aku. Aku akui aku salah," kata Leon dengan menunduk dalam."Sekarang kamu menyesal karena ketahuan adikmu. Kalau Fardan tak mendengar ucapan kamu, apa kamu akan akui kebejatan kamu itu, Leon?" Sentak Arga.Jika saja kondisinya tidak lemah, mungkin suami Rossa itu akan menghajar putra pertamanya ini. Arga merasa sudah gagal mendidik putranya.''Kalau kamu memang benar menyesal, cari Kanaya dan bawa dia pulang kerumah,'' tegas Arga tak ingin dibantah.Leon masih berdiri terpaku di tempat. Ia sendiri bingung harus mencari Kanaya kemana lagi. Anak buah dia sudah ia ke
Di sebuah rumah mewah. Seorang gadis masih tertidur di atas ranjang empuk. Tak berapa lama, kelopak matanya nampak mengerjap - ngerjap ketika cahaya mentari pagi menerobos masuk lewat pentilasi membuat silau mata sang gadis. "Euh ... " lenguhnya."Eh, aku di mana?" Gadis itu terlihat panik saat menyadari dirinya berada di atas tempat tidur empuk bukan miliknya.Lekas ia turun dari ranjang dengan sedikit merapikan rambutnya yang berantakan.Ia mengitari ruangan yang terasa asing baginya. Dalam kebingungan. Ia dikejutkan kembali suara ketukuan pintu kamar.Tok tok Buru - buru ia merapikan baju sebelum membuka. Entah kenapa dadanya seolah berdekup kencang takut jika dirinya dalam cengkraman orang jahat. "Semoga bukan orang suruhan papa atau kek Leon sama Kak Fardan." Katanya yang ternyata Kanaya. Malam itu, Kanaya keluar dari tempat kost-an yang sudah dia sewa. Niat Naya mencari makanan. Namun tiba - tiba matanya melihat dua orang mencurigakan terus membuntuti. Kanaya berlari tetapi
Kenzie kini tengah berada di dalam mobil miliknya dan berhenti didekat salah satu rumah megah nan mewah berlantai tiga. Matanya terus tertuju ke bangunan bergaya eropa itu. Pagar rumah yang menjulang tinggi berdiri kokoh menjadi pembatas rumah dengan jalan."Apa ini rumahnya? Lelaki tadi sepertinya masuk di dalam rumah ini," gumam Kenzie.Kenzie mempunyai tujuan menyelidiki penyebab kecelakaan kedua orang tua dan hilangnya adik bungsu bernama Nada Putri Damian.Kenzie yakin, kecelakaan yang di alami keluarganya akibat adanya sabotase dalam kendaraan yang di tumpangi ayah dan ibu serta adik bayinya dulu. Entah apa alasan Kenzie curiga dengan sahabat papanya yang bernama Arga itu.Kenzie merasa penasaran dengan Leon yang memiliki wajah sangat mirip dengan Arga. Kenzie menemukan foto Arga saat bersama mendiang ayahnya. Pria itu belum pernah bertatap muka secara langsung dengan Arga. Oleh karna itulah Kenzie belum begitu hafal wajah Arga. Tetapi melihat wajah Leon, sangat mirip dengan waj