Share

05. Kasih Sayang Fardan

Beberapa jam yang lalu.

"Naya ... cepetan! Lelet banget, sih" teriak Leon menahan kesal.

"Ya, Kak. Sebentar! Nay lagi cari buku dulu," teriak Kanaya menjawab.

Takut Leon lama menunggu, Kanaya membatalkan mencari buku yang terlupakan. Kanaya berlari menuruni anak tangga begitu tergesa-gesa.

Fardan melihat adiknya berlari itu menegur karena takut terjatuh dan terluka. "Nay ... jangan lari!"

Fardan menatap tajam abangnya. "Leon, lo kenapa sih? Nggak sabaran banget jadi orang," hardik Fardan geram. Leon acuh tak acuh mendengar adiknya protes.

Di rumah itu hanya ada Kanaya, Leon, Fardan serta 2 orang ART, satu supir dan dua orang security. Sementara Arga dan Rossa, orang tua mereka sedang ada urusan di Swiss untuk urusan binis.

Kanaya sudah berada di lantai bawah. Ia segera mendekati kedua kakaknya yang nampak bersitegang.

Tanpa menyimpan dendam dan sakit hati, gadis cantik itu tersenyum ramah pada kedua kakaknya.

"Ngapain lo, senyum-senyum nggak jelas. Mending kalau cantik," cibir Leon memutar manik mata malas.

Sungguh berbeda ucapan dengan pengakuan dalam hati pria dingin itu. Hati Leon mengakui jika adik bungsunya memang sangat cantik.

Perkataan Leon tak pernah

enak didengar Kanaya. Beruntung gadis itu tidak pernah mengadu pada Arga juga Rossa orang tua angkatnya.

"Leon! Astaga ... lo bisa nggak sih bersikap baik sedikit saja pada Naya? Dia itu adik kita, Leon!" tegur Fardan semakin geram akan sifat abangnya.

"Ck, suka-suka gue. Adik juga cuma adik pungut," decih Leon.

Mendengar itu, tangan Fardan nampak mengepal. "Shit, sialnya hidup gue punya abang macam lo, Leon," desis Fardan.

Leon tak perduli akan kemarahan adiknya. Ia berjalan keluar menyusul Kanaya yang lebih dulu masuk ke mobil Pajero sport hitam miliknya.

Leon memiliki karakter yang berbeda dengan adik lelakinya. Watak Leon keras, tegas, disiplin. Itu kenapa dia tidak pernah bisa bersikap manis pada Kanaya walau sedikit saja.

Sejak kecil pun Leon kerap membuat Kanaya menangis karena ulah tengil Leon. Namun anehnya jika orang lain yang berani macam-macam dengan adik bungsunya, tak segan-segan Leon pasang badan guna melindungi Kanaya.

"Kak, aku naik taksi ajah ya!" kata Kanaya saat keduanya sudah berada di dalam mobil. Gadis itu memberanikan diri berbicara dengan Leon si lelaki dingin.

Leon tidak menghiraukan ucapan Kanaya. Dia secepatnya mengunci pintu mobil seolah takut gadis yang sudah duduk manis di samping dia akan keluar lagi tanpa seizin dirinya.

Melihat wajah Leon begitu dingin, membuat Kanaya hanya bisa menarik napas pelan. Ada rasa kecewa namun tak bisa dia ungkapkan. Leon segera melajukan mobilnya setelah security membukakan gerbang.

Di tengah keheningan kedua insan yang saling terdiam, ponsel milik Kanaya tiba-tiba berdering. Kanaya berniat mengambil dari dalam tas, namun tangan Leon lebih dulu mencegah.

"Sini! Kakak yang angkat!" Leon merebut ponsel milik Kanaya dan melihat siapa yang menelepon.

"Ck, mau ngapain lagi sih?" Desis Leon begitu tahu nama siapa yang tertera di layar ponsel.

"Kak, angkat ajah! Siapa tahu penting." Kanaya memberanikan diri berbicara lagi.

"Diam!" sergah Leon seraya melirik sinis pada Kanaya yang langsung menunduk.

Karena berulang kali ponsel Kanaya berdering, dengan terpaksa Leon mengangkat.

"Hallo! Mau ngapain lagi lo? Ganggu gue ajah," sembur Leon saat suara adiknya terdengar di telinga.

"Leon, mana Naya?"

"Hmm ... sudah gue buang. Lo mau ngapain?" sahut Leon menggeram kesal, karena dia pikir sang adik terlalu berlebihan akan diri Kanaya yang sebatas anak pungut.

"Leon! gue serius. Mana Naya? Dia belum sarapan. Dompet dia juga ketinggalan. Lo mikir nggak, sih? Perut adik kita nanti sakit nahan lapar. Jangan lupa lo kasih duit!" bentak Fardan di ujung teleponnya.

'Ah, sial. Kenapa gue lupa Nay belum sarapan,' batin Leon berkata.

Mendengar Kanaya belum makan, Leon membatalkan niatnya untuk membelokkan mobil ke kampus Kanaya. Laki-laki yang menjabat sebagai General Manager di perusahaan Arga Mas Group, sebuah perusahaan milik ayahanda Arga Pradipta Dewangga itu lebih memilih membawa Kanaya ke kantornya.

Kanaya yang sejak tadi hanya terdiam, seketika terkejut. Dia baru menyadari mobil Leon bukan menuju kampus tempatnya menuntut ilmu melainkan kantor milik keluarganya.

"Kak, kenapa bukan ke kampusnya Nay?" tanya Kanaya gusar.

Seperti biasa, Leon tidak menjawab pertanyaan Kanaya yang dianggap tidak penting.

Kanaya hanya bisa menelan ludah getir mendapati sikap Leon yang seolah menganggap dirinya tak pernah ada.

"Turun!" perintah Leon seraya melepas seat belt yang melingkar di pinggangnya.

Dengan perasaan takut, Kanaya turun dari mobil setelah tiba di depan kantor keluarganya. Melihat Kanaya yang dianggap lambat jalan, Leon meraih tangan gadis itu lalu menggengam erat seolah takut gadis itu akan lepas.

Merasa ini pertama kali Leon menggenggam tangannya, Kanaya semakin ketakutan hingga menimbulkan getaran di tubuh. Leon menyadari Kanaya takut dengan dirinya justru melingkarkan tangan ke pinggang sang adik dan segera membawa masuk ke ruangan pribadinya.

"Duduk! Jangan ke mana-mana tanpa seizin Kakak," tegas Leon. Dia kembali keluar ruangan karena memang ada meeting penting pagi ini.

Saat Leon akan membuka pintu, terdengar bunyi perut Kanaya yang membuat Leon terhenyak namun juga seulas senyum nampak di bibir putra pertama Arga itu. 'Kasihan,' batin Leon berkata.

"M ... maaf, Kak."

Kanaya takut Leon murka. Dia segera meminta maaf dengan perasaan gugup dan terbata.

Tanpa menanggapi permintaan maaf Kanaya, Leon segera keluar dan menemui Rendy asistennya.

"Ren, tolong pesankan makanan untuk adikku. Nanti kamu antar ke ruanganku. Pastikan, jangan ada yang masuk selain kamu!" kata Leon memberi perintah.

"Baik, Pak." Rendy sigap menjawab.

Rendy adalah orang yang paling dipercaya Leon. Kinerja Rendy sudah tidak diragukan lagi oleh atasannya tersebut.

Rendy juga tahu makanan yang biasa dipesan oleh adik bungsunya Leon. Maka, Rendy tak banyak tanya karena bisa membuat Leon murka.

Sementara Kanaya merasakan kegelisahan karena hari ini dia sepertinya tidak akan masuk kuliah. Sedangkan perutnya semakin lapar namun juga terasa mual.

"Kak Fardan apa nggak ngantor ya?" lirih Kanaya bergumam sembari terus meremas jari - jari tangan. Wajahnya gadis itu pun nampak pucat.

Kanaya berharap ada Fardan masuk ruangan Leon, karena hanya dengan kakak keduanya Kanaya berani meminta sesuatu yang dia mau.

Hingga dia melihat pintu ruangan milik Leon itu nampak terbuka, Kanaya hendak berlari menyambutnya. Sayangnya, kaki kiri dia tersandung di kaki kanan sendiri. Gadis itu nyaris limbung kalau saja seseorang tidak segera menangkapnya.

"Hati-hati, Nay," ujar suara yang sangat Kanaya kenali.

"Kak Far-- "

Belum juga Kanaya melanjutkan ucapan, adik Fardan itu terhuyung dan jatuh pingsan. Beruntung Fardan sigap menangkap kembali tubuh adiknya.

"Astaga ... ini pasti ulah cowok kutub yang belum kasih Naya sarapan. Bener-bener brengsek punya kakak satu juga," gerutu Fardan memaki Leon yang tak ada orangnya.

Fardan membopong tubuh Kanaya dan membaringkan di sofa. Saat Fardan sedang kebingungan, Rendy datang membawakan makanan yang dipesan Leon untuk Kanaya.

Rendy terkejut melihat ada Fardan di ruangan pribadi Bosnya. Rendy pun teringat pesan Leon.

"𝐽𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑑𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑖𝑛 𝑘𝑎𝑚𝑢!"

Rendy dilema antara masuk atau bersembunyi menunggu Fardan keluar. Asisten pribadi Leon itu takut atasannya murka. Jika sampai bosnya sudah naik pitam, hancurlah semua.

Fardan menyadari kehadiran asisten pribadi abangnya segera memanggil. Ia berniat meminta bantuan Rendy untuk membawa Kanaya ke rumah sakit.

"Ren, tolong siapkan mobil! saya mau bawa Naya ke rumah sakit," kata Fardan memberi perintah.

"Nona Naya kenapa, Pak?" Rendy terkejut melihat Kanaya yang terbaring lemah dengan wajah memucat.

Kemudian, Rendy membantu Fardan membawa Kayana turun ke lantai bawah menuju mobil Fardan.

"Kamu kenapa bisa pingsan kaya gini sih, Nay? Dan kenapa juga Leon malah membawa Naya ke kantor? Dasar manusia kutub," gumam Fardan semakin geram akan ulah abangnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status