Pagi hari telah menyapa dengan pancaran sinarnya yang merekah indah. Arga keluar dari kamar dengan berpakain olah raga. Kebiasan rutin yang Arga lakukan setiap pagi adalah berolah raga untuk menjaga kebugaran tubuhnya.
Sementara Rossa sendiri kembali ke alam mimpi setelah selesai menunaikan kewajiban sebagai umat muslim. Rasa lelah setelah menempuh perjalanan ke luar negri membuat Rossa ingin istirahat lebih lama dulu.Teringat kemaren, baru saja tiba di kediamannya. Sudah disambut dengan kabar yang membuat seisi rumah merasa terkejut dan tak percaya. Karna hal itupula membuat kepala Rossa tiba - tiba berdenyut nyeri. Maka tadi malam Arga meminta Rossa untuk istirahat saja lebih dulu dan jangan memikirkan banyak hal. Meningat kondisi sang istri yang memang mudah sakit."Selamat pagi, Tuan!" sapa Bi Sari ketika berpapasan dengan Arga yang baru turun dari lantai atas dan kini berjalan menuruni anak tangga."Pagi juga, Bi," sambut Arga tersenyum ramah pada pelayan itu.Arga memang terkenal baik, sopan dan murah senyum itu membuat orang selalu kagum padanya. Belum lagi tentang dia yang gemar menolong orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan. Nama baik Arga sudah banyak dikenal diberbagai kalangan sebagai orang dermawan.Hingga sekelompok orang memanfaatkan kebaikan Arga dan berniat menghancurkan semua bisnisnya. Dulu Arga sempat bangkrut usahanya. Tapi, berkat pertolongan seorang sahabat lama yang kini entah gimana nasibnya karena tiba-tiba dia lenyap bak ditelan bumi. Arga masih berharap suatu saat nanti ia menemukan sahabatnya itu dalam keadaan baik - baik saja.Arga berusaha mencari namun hingga kini tak juga ia menemukannya. Satu amanah yang menjadi rahasia Arga masih tersimpan rapat dari sahabatnya bernama Damian."Bi, Kanaya sudah turun belum?" sambung Arga menanyakan putrinya.Kebiasaan Arga yang pertama ditanyakan pasti Kanaya. Fardan juga Leon sudah terbiasa mendengar itu pun sudah bisa abai. Awalnya merasa geram sebab dipikirnya kedua orang tua itu lebih menyayangi Kanaya yang sebatas anak angkat saja."Eh ... belum, Tuan. Biasanya Non Naya kalau sudah bangun langsung nyamperin Bibi. Pagi ini belum turun. Mungkun belum bangun," balas Sari seadanya. Karna memang Kanaya sejak tadi belum turun padahal jam di dinding sudah menujuk di angka 7 pagi."Oke, Bi. Makasih ya."Arga berlari naik kembali ke lantai atas. Berniat untuk mengajak Kanaya sarapan bersama. Entah apa alasan Arga juga Rossa terkesan lebih menyayangi Kanaya dibanding kedua anak kandung. Namun Arga tak merasa membedakan kasih sayang dia dengan ketiga anak-anaknya.Saat sudah di depan kamar Kanaya. Arga mengetuk pintu kamar sang putri memanggil nama Kanaya.Namun karena tak juga ada jawaban dari putri kesayangan. Arga memutar knop pintu lalu membuka.Suami dari Rossa Rosdiana itu celingukan mencari Kanaya yang tak ada di kamar. Arga berjalan mendekati kamar mandi. Kemudian dia membuka pintunya. Dan, lagi-lagi tak ada Kanaya di dalam sana."Kemana sih nih anak?" gumam Arga kebingungan.Manik matanya terus mengedar ke seisi kamar sang putri.Pikirnya, kalau Kanaya keluar rumah. Biasanya gadis itu akan meminta izin lebih dulu, hingga Leon atau Fardan akan meminta bodyguradnya untuk mendampingi adik bungsu, sebab tak ingin terjadi sesuatu menimpa Kanaya.Saat Arga hendak keluar kamar, matanya menangkap secarik kertas tergeletak di bawah bantal milik Kanaya. Arga segera meraih dan membacanya. Kening pria itu nampak mengerut mengamati tulisan yang tertera di dalam kertas tersebut. π΄ππππ, π·πππ. π΄ππππππ π΅ππ. π΅ππ πππππ πππππ ππππππ ππ π΄πππ ππππ π·πππ. π»πππ ππππππ πππππ πππ π΅ππ ππππ πππππ ππππππ ππππππ. π΅ππ πππππππ πππ π πππ ππππππππ πππππππ. π΄ππππππ π΅ππ ππππ πππππ ππππ πππππππ ππππππππ π πππ π΅ππ, π΄ππ, π·ππ.Setelah selesai membaca isi kertas tersebut, Arga seketika berteriak memanggil istri dan kedua anaknya."Mama... Leon, Fardan. Kesini kalian!" pekik Arga dengan suara yang menggema membuat seisi rumah terlonjak kaget mendengarnya.Leon dan Fardan juga Rossa berlari keluar dari kamar masing - masing ketika mendengar teriakan sang Papa. Mereka takut terjadi sesuatu."Ada apa, Pa? Bikin kaget ajah," desis Loen geram karena paginya terganggu keributan yang diciptakan papanya."Leon, lo bisa sopan nggak sama Papa?" bisik Fardan tak suka dengan sifat songong abangnya."Diem, lo," sembur Leon. Matan Leon membeliak tak suka dapat teguran dari adiknya.'Astaga ... nih orang, kalau bukan abang gue, udah gue pites batang lehernya,' kata Fardan membatin.Arga terlihat murung. Membuat Leon juga Fardan menatap bingung. Rossa yang baru bergabung mengerutkan keningnya melihat suami tercinta menunjukaan wajah muram sepagi ini. Rossa mengintari kamar putri bungsunya seraya memanggil nama Kanaya. Dia tak tahu jika Kanaya sudah pergi jauh dari rumahnya."Nay, kamu di mana, Sayang?" seru Rossa memanggil putrinya tanpa bertanya lebih dulu pada suami dan kedua anak laki-lakinya."Ma, Mama ... Kanaya pergi," timpal Arga menatap nanar wajah istrinya.Deg!Ketiga orang di hadapan Arga nampak terkejut mendengar perkataan kepala keluarga yang bilang Kanaya pergi."Pergi? Pergi kemana maksud Papa?" sela Fardan dalam keterkejutan."Papa juga kurang tahu, Fardan. Tapi, baca sendiri suratnya," ucap Arga menyerahkan selembar kertas yang ditinggalkan Kanaya. Saat Fardan akan meraih kertas itu, Leon lebih dulu merampas lalu membaca.'Malah pergi,' batin Leon berucap.Rossa yang juga tak kalah terkejutnya kini menatap tajam wajah suami. Seolah ia tak percaya apa yang Arga katakan barusan. Didekatinya sang suami yang masih berdiri tepaku ditempat."Papa jangan bercanda. Mana mungkin Naya pergi ninggalin kita semua!" kata Rossa masih belum percaya. Namun kepanikan terlihat begitu nyata nampak dari wajah ayunya meski sudah tidak muda lagi."Iya, Ma. Kanaya memang sudah pergi. Papa juga kurang tahu kenapa putri kita pergi begitu saja?" ucap Arga yang juga masih nampak shock setelah membaca surat itu.Seketika Rosaa histeris. Ia merasa terpukul, putri kesayangannya memilih pergi. Rossa tak sanggup membayangkan Kanaya hidup di luar sana dalam kesulitan.Selama ini pasangan Arga dan Rossa selalu memanjakan gadis itu meskipun bukan darah dagingnya. Namun kasih sayang keduanya itu tak perlu diragukan."Sebaiknya cepat cari, Pa! mudah-mudah anak kita belum pergi jauh," kata Rossa yang begitu mencemaskan Kanaya. Apa lagi Rossa tahu jika anaknya tengah hamil muda. Dan mungkin karena itu juga yang membuat Kanaya memilih pergi meninggalkan keluarga Arga."Biar aku yang akan mencarinya, Pa, Ma," ucap Fardan angkat bicara.Fardan merasa bersalah atas sikap kasar dia terhadap adik bungsunya.Mengdengar sang adik hendak mencari Kanaya, tangan Leon nampak mengepal kesetika."Ck, lo urus saja kerjaan di kantor. Kanaya biar urusan gue mencarinya," sela Leon seraya beranjak pergi keluar dari kamar adik bungsu yang telah pergi.Leon teringat CCTV. Segera dia mengechek kapan Kanaya pergi."Shit! Sial. Ternyata sudah diniatkan. Sampe CCTV saja lebih dulu dimatikan," umpat Leon geram, "lihat saja, aku pasti menemukanmu, Kanaya!"Di sisi lain, Fardan menanyai security yang berjaga. Tapi, Kanaya rupanya telah mengatur rencana kepergiaan dia serapi mungkin. Sehingga tak ada jejak yang mencurigakan."Di mana kamu, Nay? Maafin kakak, Kanaya."Fardan menyesali sikap dan perbuatannya. Ia tak menyangka jika sang adik akan berbuat senekat ini.Sama halnya seperti sang mama. Fardan sangat mencemaskan nasib adik bungsunya di luar sana."Kenapa bisa gini jadinya sih," lirih Fardan mengacak rambut frustasi.Sayangnya, sebulan sudah Kanaya pergi meninggalkan rumah. Tapi, belum ada tanda sama sekali.Padahal, Leon dan Fardan telah melakuan pencarian hingga ke berbagai penjuru kota.Begitu pula dengan Arga. Suami Rossa itu semakin terlihat gelisah dibuatnya. Apalagi Rossa yang tiba-tiba jatuh sakit karena terus terusan memikirkan putri bungsunya.''Pa, kapan papa bisa bawa putri kita kembali ke rumah ini?'' tanya Rossa terdengar parau. Beberapa hari kebelakang wanita itu tak henti-hentinya menangisi Kanaya. Istri dari Arga
''Ngapain kau ke kantorku?'' sentak Leon menatap tajam wajah gadis yang ternyata Ayunda.Ayunda yang tempo hari tak sengaja tertabrak oleh Leon. Gadis itu terluka di kaki cukup parah hingga terpksa cuti kuliah.Rendy memberitahukan kedaan Ayunda yang terpaksa harus rawat inap. Dan Leon bertanggung jawab akan kesembuhan gadis itu.Rupanya Ayunda memanfaatkan kebaikan Leon hingga banyak permintaan yang gadis itu ajukan kepada Leon. Awalnya. Leon tak curiga macam-mcam pada gadis itu.Namun lama kelamaan Leon menyadari kalau ayunda menaruh harapan lebih.Siapa sangka, Ayunda semkain berani saja pada Leon membuat pria arogan itu merasa jengah akan kelakuan gadis itu.''Siapa yang ngizinin kamu ke kantor saya?'' Leon membuang pandangan ke arah lain saat bertanya pada Ayunda.Putra sulung Arga itu tak sudi rasanya membuka hati untuk wanita manapun sebab hatinya telah di tempati seorang gadis yang diam-diam ia cintai.''Aku kangen kamu, Mas,'' ucap Ayunda.''Ck, dasar sinting," desis Leon.Ay
Leon bergeming. Ia kini tak bisa mengelak lagi sebab Fardan sudah mengetahui pengakuannya tadi.''Jawab, bajingan!'' sentak Fardan masih terdengar emosi.''Kamu diam dulu, Fardan! Biar Papa bicara sama abangmu,'' hardik Arga dengan suara yang menggelegar memenuhi ruangan.Siapa yang tak kesal, melihat anaknya saling hajar tanpa tau akar permasalahannya. Belum juga selesai masalah Kanaya, ditambah Rossa yang malah jatuh sakit. Ini lagi di kantor, anak-anaknya malah adu jotos mengeluarkan kekuatan masing-masing.Memijat pelepis yang kembali terasa berdenyut nyeri. Arga tak habis pikir dengan masalah yang terjadi.Pikiran pria paruh baya itu kini semakin bercabang. Semenjak hilangnya kanaya, Arga tiba-tiba mengingat seseorang yang menjadi dewa penolong kala dirinya hampir kehilangan nyawa pada waktu itu.''Cepat katakan sama papa, Leon! Apa yang sudah kamu lakukan sehingga memantik amarah adikmu?'' tekan Arga kemudian.Leon masih diam membisu. Tangannya mengusap sudut bibir dia yang pecah
Leon datang ke rumah sakit untuk menjengkuk Arga. Rasa bersalah sangat kentara di wajah tampan Leon. "Papa, gimana kondisi papa?" Tanya Leon saat sudah berada di ruangan Arga.Arga malah membuang pandangan ke arah lain saat tau Leon yang masuk menemuinya. Kekesalan Arga pada Leon belum sirna. "Mau apa kamu ke sini, Leon? Kamu mau bikin papa mati berdiri?" ucap Arga datar.Leon mendekat. Dirabanya tangan sang ayah, "Pa, maafin aku. Aku akui aku salah," kata Leon dengan menunduk dalam."Sekarang kamu menyesal karena ketahuan adikmu. Kalau Fardan tak mendengar ucapan kamu, apa kamu akan akui kebejatan kamu itu, Leon?" Sentak Arga.Jika saja kondisinya tidak lemah, mungkin suami Rossa itu akan menghajar putra pertamanya ini. Arga merasa sudah gagal mendidik putranya.''Kalau kamu memang benar menyesal, cari Kanaya dan bawa dia pulang kerumah,'' tegas Arga tak ingin dibantah.Leon masih berdiri terpaku di tempat. Ia sendiri bingung harus mencari Kanaya kemana lagi. Anak buah dia sudah ia ke
Di sebuah rumah mewah. Seorang gadis masih tertidur di atas ranjang empuk. Tak berapa lama, kelopak matanya nampak mengerjap - ngerjap ketika cahaya mentari pagi menerobos masuk lewat pentilasi membuat silau mata sang gadis. "Euh ... " lenguhnya."Eh, aku di mana?" Gadis itu terlihat panik saat menyadari dirinya berada di atas tempat tidur empuk bukan miliknya.Lekas ia turun dari ranjang dengan sedikit merapikan rambutnya yang berantakan.Ia mengitari ruangan yang terasa asing baginya. Dalam kebingungan. Ia dikejutkan kembali suara ketukuan pintu kamar.Tok tok Buru - buru ia merapikan baju sebelum membuka. Entah kenapa dadanya seolah berdekup kencang takut jika dirinya dalam cengkraman orang jahat. "Semoga bukan orang suruhan papa atau kek Leon sama Kak Fardan." Katanya yang ternyata Kanaya. Malam itu, Kanaya keluar dari tempat kost-an yang sudah dia sewa. Niat Naya mencari makanan. Namun tiba - tiba matanya melihat dua orang mencurigakan terus membuntuti. Kanaya berlari tetapi
Kenzie kini tengah berada di dalam mobil miliknya dan berhenti didekat salah satu rumah megah nan mewah berlantai tiga. Matanya terus tertuju ke bangunan bergaya eropa itu. Pagar rumah yang menjulang tinggi berdiri kokoh menjadi pembatas rumah dengan jalan."Apa ini rumahnya? Lelaki tadi sepertinya masuk di dalam rumah ini," gumam Kenzie.Kenzie mempunyai tujuan menyelidiki penyebab kecelakaan kedua orang tua dan hilangnya adik bungsu bernama Nada Putri Damian.Kenzie yakin, kecelakaan yang di alami keluarganya akibat adanya sabotase dalam kendaraan yang di tumpangi ayah dan ibu serta adik bayinya dulu. Entah apa alasan Kenzie curiga dengan sahabat papanya yang bernama Arga itu.Kenzie merasa penasaran dengan Leon yang memiliki wajah sangat mirip dengan Arga. Kenzie menemukan foto Arga saat bersama mendiang ayahnya. Pria itu belum pernah bertatap muka secara langsung dengan Arga. Oleh karna itulah Kenzie belum begitu hafal wajah Arga. Tetapi melihat wajah Leon, sangat mirip dengan waj
Kanaya sibuk mencari cara agar bisa keluar dari rumah Kenzie ini. Entah kenapa, Kanaya memiliki kecurigaan lain pada Kenzie. Kanaya takut kalau ternyata Kenzie adalah orang jahat yang sengaja menyekap dirinya. Atau bisa saja musuh keluarga angkatnya."Gue harus cepat keluar dari rumah ini. Tapi gimana caranya," gumam Kanaya.Cukup lama Kanaya berpikir. Lalu, "hah, gue dapat ide." Kanaya menjentikan jarinya."Gue pura - pura ajah beli vitamin untuk ibu hamil. Kan bi Wati udah tau kalo gue lagi hamil," lanjutnya.Setelah itu. Kanaya lekas berganti baju. Ia akan segera turun ke lantai bawah dan menemui Wati yang sedang melakukan pekerjaannya di rumah ini.Drap drap drapLangkah kaki Naya terdengar di anak tangga membuat Wati yang tengah membersihkan ruang tamu menoleh seketika.Kening Wati nampak mengerut melihat Kanaya sudah rapi sepeprti akan pergi. "Non Naya, mau kemana? Kok udah rapi gitu?" tanya Wati gusar. Ia takut Kanaya akan keluar rumah. Bisa - bisa Kenzie marah besar."Bi, Nay
"Jangan becanda lo, Nay!" Sherin menggelengkan kepala. Ia sama sekali belum percaya atas ucapan sahabatnya.Sherin sangat tahu, bagaimana pengawalan ketat dari keluarga Kanaya. Leon juga Fardan begitu kejam jika ada lelaki yang berani menganggu adiknya. Kenapa bisa sampe kecolongan? Adiknya bisa hamil, siapa pelakunya? Sejuta pertanyaan kini menjejali orak Sherin. Gadis itu menatap wajah Kanaya dalam dalam. Mencoba mencari kejujuran lewat sorot mata. Berharap apa yang diucapkan Kanaya hanya candaan saja. Tetapi sayangnya, harapan Sherin terpatahkan ketika, Kanaya tetap mengangguk sebagai jawaban kalau apa yang dia katakan benar adanya."Siapa yang ngelakuinnya?" Pertanyaan itu lolos dengan sendirinya.Kanaya malah terisak. Bahunya terlihat terguncang. Sherin dengan cepet memeluk sahabatnya itu. " Sabar ya, Nay. Bilang sama gue, siapa yang udah nodai lo?" Kembali Sherin mengulang pertanyaan yang belum Kanaya jawab.Kanaya menggigit bibir bawahnya, rasa sesak dalam dada seakan mencekik