Share

02. Mimpi Menjadi Nyata

Arga juga Rossa ternganga mendengar pertanyaan putra keduanya. Suami istri itu saling bersitatap tak mengerti. Baru saja tiba dari perjalanan jauh, di rumah sudah disambut masalah yang membuat mereka tak paham apa yang sudah terjadi dengan ketiga anaknya selama ditinggal dua bulan.

"Benih? benih apa maksud Kak Fardan?" tanya Kanaya dengan kening mengerut dalam.

Keringat dingin nampak membanjiri wajah juga leher Kanaya. Rasa lapar sudah ia rasakan sejak pagi tadi, tapi belum ada waktu untuk makan atau sekedar minum segelas susu yang biasa dia minum setiap pagi. Pagi tadi, saat Kanaya akan pergi ke kampus bersama Leon kakak sulungnya, Kanaya tak sempat sarapan sebab Leon tak sabaran menunggunya.

"Jangan pura-pura bodoh, Kanaya!" sentak Fardan semakin geram. Wajah Fardan nampak merah padam. Fardan benar - benar merasa terpukul akan kenyataan yang terjadi ini.

Sementara Kanaya, gadis itu tidak paham apa yang dimaksud kakak keduanya. Benih?

'Siapa yang hamil?' batin Kanaya bertanya - tanya.

"Jawab!" sentak Fardan lagi.

"Fardan!" hardik Arga menatap tajam putranya.

Arga tidak suka mendengar siapapun membentak seorang perempuan. Lebih lagi Kanaya putri kesayangan.

"Aarghhh ... " teriak Fardan kecewa. Ia menjambak rambut frustasi. Fardan menganggap sang papa seolah mendukung Kanaya yang telah berbuat dosa.

"Fardan, apa yang sebenarnya terjadi? Katakan sama Papa juga Mama!" pujuk Rossa seraya mengusap lengan anaknya.

Fardan terdiam beberapa saat lama. Perkataan dokter Eva serasa masih terngiang di telinga.

"𝐴𝑑𝑖𝑘 𝑘𝑎𝑚𝑢 h𝑎𝑚𝑖𝑙."

Sementara Kanaya masih berdiri mematung. Bibir merahnya terkatup rapat tanpa tahu harus berkata apa. Rasa takut kian mendera. Kanaya berusaha mengingat dengan siapa saja ia berteman dan bergaul.

Seingat dia, tidak ada pertemanan lebih serius dengan siapapun apalagi sampai menjurus ke intim. Pergerakan dirinya saja selalu diawasi dan dibatasi oleh kedua kakak secara bergantian.

"Nay, kemari, Nak!" pinta Arga.

Kanaya mendekati sang papa yang memanggilnya. Namun, rasa takut belum juga sirna. Terlihat badan Kanaya yang masih gemetar hebat.

"Sayang ... katakan sama Papa. Apa yang sudah terjadi selama ini? Benarkah kamu sedang hamil? Lalu, siapa yang sudah berbuat tidak senonoh dengan putri Papa ini?"

Arga mencecar pertanyaan kepada putrinya berharap Kanaya mau jujur. Sayangnya, Kanaya tidak merasa berhubungan intim dengan siapapun. Apa yang harus dia katakan untuk menjawab pertanyaan kakak dan kedua orang tuanya.

"Nay nggak tahu, Pa."

"Bohong!" bentak Fardan yang sedari tadi menunggu jawaban Kanaya.

"Diam dulu, Fardan! Biarkan Papa bicara dengan Nay," sergah Arga menatap nyalang wajah putranya.

Fardan terhenyak melihat sang papa murka dengan dirinya. Fardan memijat pelipis yang terasa nyeri. Laki-laki itu memilih pergi keluar. Merasa muak melihat Kanaya yang dianggap sudah berbohong.

"Tuan, mau kemana?" tanya Sari salah satu pelayan di rumah Arga. Sari melihat Fardan berjalan keluar tanpa membawa mobil.

"Mau ke apotek, Bi," jawab Fardan tanpa menoleh.

Sari menatap kepergian Fardan dengan rasa iba.

Tidak berapa lama, Fardan telah kembali membawa kantong plastik putih kecil. Ternyata dia membeli testpack yang akan dia berikan untuk adiknya. Fardan masih belum percaya hasil pemeriksaan dokter Eva. Laki-laki itu berharap Dokter Eva salah memberikan keterangan soal kehamilan Kanaya.

"Sayang ... jujur sama Papa! Selama ini, Naya ada hubungan dengan siapa? Laki-laki mana yang kamu cinta tanpa Papa dan Mama tahu? Papa harap, kamu tidak menyembunyikan apapun dari Papa, Mama juga kedua kakak kamu," kata Arga lemah lembut. Dia tidak ingin membuat Kanaya semakin ketakutan dan tertekan.

Kanaya masih diam membisu. Tubuhnya seolah membeku, pikiran dia seakan sedang mengingat sesuatu. Ya ... kali ini Kanaya teringat tentang mimpinya.

Beberapa minggu lalu di tiga malam yang berbeda. Kanaya seperti bermimpi ada orang mencium bibirnya yang awalnya lembut hingga berubah kasar. Kanaya merasakan cumbuan itu seperti nyata. Namun anehnya, Kanaya tak kuasa membuka mata, rasa kantuk begitu kuat menyerang dirinya.

Ciuman yang awalnya di bibir, kemudian turun ke leher. Kanaya juga merasakan remasan kuat di dua benda kenyal miliknya di dada. Kanaya juga merasakan isapan dan gigitan kecil di bukit kembarnya itu.

Cumbuan itu kian turun dan semakin turun menuju sesuatu yang ada di bawah, di antara selangkangan kedua kakinya. Gadis itu juga merasakan nyeri yang teramat sangat saat dia rasakan seperti benda tumpul berusaha menerobos masuk inti tubuhnya.

Awalnya, Kanaya rasakan sakit yang teramat sangat hingga dia merintih tak kuat dengan rasa sakit dan perih di area inti. Namun rintihan itu berubah jadi lenguhan halus yang keluar dari mulut Kanaya. Ya, bagi Kanaya itu hanya mimpi karena di luar kesadaran dirinya. Kanaya tidak pernah berpikir jika itu nyata.

Kemudian, di pagi hari ketika membuka mata, Kanaya terkejut saat dia melihat ada bercak darah di seprai kasur miliknya, juga area intimnya terasa sakit. Kejadian itu terulang di dua malam berikutnya tapi di malam yang berbeda tentunya.

Kanaya berpikir, apakah itu nyata? Rasanya mustahil dan sulit Kanaya percaya. Di rumah itu hanya ada kedua orang tuanya, dua kakak, dua ART serta seorang supir dan dua security. Itu juga yang laki-laki tidak diizinkan masuk ke rumah di malam hari. Sungguh, bagi Kanaya ini sebuah misteri jika benar dirinya hamil.

"Pakai ini untuk membuktikan ucapan dokter Eva. Supaya kita semua semakin percaya kamu bohong apa nggak," cetus Fardan memberikan plastik berisikan testpack dari tangannya.

"A ... apa ini, kak?" tanya Kanaya tergagap karena takut berhadapan dengan Fardan yang masih menunjukkan kemarahan di wajah tampannya.

"Nggak usah banyak tanya, pakai saja cepat!" perintan Fardan sekaligus penekanan.

Kanaya meraih benda yang diberikan Fardan dengan tangan masih gemetar. Kemudian gadis itu berlalu naik menuju kamar.

Sungguh, jauh di lubuk hati Fardan merasa sakit dan tidak tega memperlakukan Kanaya seperti ini. Akan tetapi, rasa yang sulit dia jabarkan membuat dirinya murka mendapati kenyataan pahit menimpa sang adik.

"Fardan, bersikaplah seperti biasa. Selidiki saja dulu siapa yang lagi dekat dengan Kanaya. Bisa saja Kanaya takut menyampaikan jika dia sudah punya pacar hingga dia terjerumus pergaulan bebas," ujar Rossa menegur putra keduanya.

"Ma, Kanaya tidak pernah lepas dari pengawasan aku dan Leon.

Sebenarnya aku juga nggak percaya kalau Kanaya itu hamil. Aku dan Leon ekstra ketat menjaga Kanaya, Ma, Pa."

"Tunggu saja Kanaya turun. Kita lihat hasilnya," sela Arga meski dia sendiri merasa cemas jika sampai Kanaya benar-benar hamil, mau dikemanakan wajah dan nama baik keluarga Arga Adipta Dewangga. Sudah tentu tercoreng juga.

Sementara Kanaya di dalam kamar mandinya. Gadis itu sedang menampung urine lalu meletakkan alat test kehamilan ke dalamnya. Dengan perasaan cemas, Kanaya menunggu hingga beberapa menit lamanya.

Setelah itu, diraihnya benda kecil yang mulai menunjukan garis merah satu dengan tangan yang kian gemetar. Kanaya shock saat tahu garis yang tertera sudah dua. Seketika Kanaya membekap mulut.

"A - aku hamil sama siapa?" Kanaya terisak di dalam kamarnya.

Kanaya merasa dunia dia hancur bersama masa depannya. Pupus sudah harapan untuk meraih cita-cita. Gadis itu ingin membanggakan kedua orang tua angkat yang sudah banyak berjasa baginya. Kanaya merasa gagal jadi anak seorang Arga Adipta Dewangga.

"Nay ... kenapa, Sayang?" Rossa menyusul Kanaya karna penasaran.

"Mama."

Dengan sisa keberanian, Kanaya memeluk tubuh wanita yang selama ini begitu baik padanya.

"Maafkan Nay, Ma. Demi Tuhan, Nay nggak merasa melakukannya, Ma."

Kanaya terisak. Bulir bening terus berjatuhan merasakan kepedihan yang begitu dalam. Rossa pun tak tega melihat putri bungsu yang selama ini dia rawat dia jaga bersama keluarga, kini dihadapkan kenyataan yang sungguh membingungkan.

"Sayang ... biar Papa dan kedua kakak kamu yang akan menyelidikinya. Mama tanya sekali lagi, benar kamu tidak merasa melakukannya?" tanya Rossa ingin memastikan. Tangannya membingkai kedua pipi putri tercinta.

"Nay berani bersumpah Ma. Nay tidak pernah melakukan itu dengan kesadaran Nay," tegas Kanaya menatap sang ibu dalam-dalam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status