Share

Bab 4. Malam pertama yang gagal

KADO PERNIKAHAN UNTUK SUAMIKU 4

Gagalnya malam pertama

[Sial kenapa bisa ketahuan! Jangan-jangan ada yang memberitahu Pak Irfan, Dan!]

[Maaf, Pak. Sepertinya Pak Irfan tau dari media sosial, karena yang menikah itu putri dari seorang pengusaha kaya seperti Pak Hadiyaksa. Besar kemungkinan akan diliput media.]

Hhh!

Kenapa aku tak kepikiran sampai ke sana. Seharusnya aku dari awal sudah memproteksi agar tak terjadi kejadian seperti ini.

Suci! 

Ya ampun, Suci pasti akan tau. Bagaimanapun aku tak mau kehilangan istri seperti dia. 

[Daniel, tolong kerumah saya sekarang. Ajak Suci liburan ke villa yang di puncak. Nanti saya nyusul setelah kekacauan disini beres.]

[Baik, Pak.]

[Satu lagi, pastikan Suci tidak melihat berita. Sekalian belikan dia ponsel jadul, karena punya dia sudah saya amankan.]

[Siap, Pak.]

Syukurlah, satu masalah selesai. Daniel memang bisa diharapkan. Kini aku harus membuat Calista percaya kalau video itu editan, dan menyelesaikan masalah di kantor. Jangan sampai aku dipecat, walau aku adalah menantu pengusaha seperti Pak Hadiyaksa, aku tak mau diremehkan karena tak punya pekerjaan.

"Argam, gimana Calista?" Ucap Mama Mala khawatir.

"Argam belum bisa masuk ke kamarnya, Ma. Calista mengunci pintu dari dalam." Keluhku.

"Ya ampun, Calista pasti percaya dengan video editan itu."

Mama Mala bergegas menuju kamar Calista di lantai atas, aku mengekor dari belakang.

"Lita sayang, buka pintunya, Nak, ini Mama."

Lama tak ada suara, sehingga Mama kembali mengetuk pintunya.

"Mama sama Mas Argam? "

Mamanya terlihat ragu, aku menggelengkan kepala memberi kode. Aku yakin Calista belum mau bertemu denganku. Kalau begitu caranya masalah ini tak akan selesai.

"E-enggak, Nak. Argam sedang bersama, Papa."

Ceklek!

Pintu terbuka, Calista menghambur ke pelukan Mamanya.

"Ma, Lita dihujat sebagai pelakor, Ma." Isak Calista.

"Tidak Sayang, itu video editan. Pasti dari pesaing bisnis Papa."

Calista menggeleng, "tapi semua menyangka Lita menikah dengan suami orang." Tangisnya masih terdengar pilu.

Aku yang sedari tadi sembunyi mendekati Calista.

"Sayang, itu editan percaya sama, Mas."

"Bohong kamu, Mas!"

Calista mengurai pelukannya dari Mama, lalu menatapku nyalang. Aku berusaha memeluk wanita yang bahkan belum sempat kunikmati itu. Namun, dia mengelak marah.

"Ga usah dekat-dekat, jangan sentuh aku sampai kamu bisa membuktikan kalau video itu hoax." Ancamnya.

"Lita, bagaimanapun Argam ini telah sah menjadi suamimu, Nak. Dia punya hak untuk menyentuh kamu." 

"Papa setuju dengan Lita! Argam harus membuktikan video itu hoax sebelum tinggal disini." Sela Pak Hadiyaksa lantang dari belakang.

"Tapi, Pa?" Aku kalut, bagaimana caranya?

"Sementara kamu tak bisa tinggal disini. Silahkan datang jika sudah mendapatkan bukti." Lelaki tua itu berkata tegas dan memberi kode secara halus untuk mengusirku.

Lita dan Mama Mala terdiam, tak ada niat hendak membelaku, sepertinya Mama Mala juga type perempuan yang takut sama suami.

Dengan lemas aku melangkah pergi. Aku kembali menoleh. Menatap Calista yang wajahnya masih basah oleh air mata. Sejenak mata kami bertemu, namun Calista langsung membuang muka. 

"Saya sudah mengetahui siapa yang menyebarkan video itu, namanya Ibrahim. Kita harus cari dia sampai dapat. Dia kunci permasalahan ini. Jika terbukti video itu hoax, kamu boleh melanjutkan pernikahan dengan Calista, tapi jika terbukti berbohong, saya tak segan melempar kamu ke penjara." Jelas Pak Hadi ketika kami beriringan menuruni tangga rumahnya.

Nyaliku menciut, bagaimana ini? Aku tak mau masuk penjara. Aku akan meminta Daniel mencari ahli yang bisa membuat video seolah-olah gambarnya editan, sebelum Pak Hadi menemukan laki-laki yang bernama Ibrahim itu.

Kira-kira siapa Ibrahim? Namanya terdengar asing ditelingaku.

***

"Lho? Kok kamu pulang, Gam?" Ibu kaget melihatku datang dengan pakaian yang masih sama denga pakaian saat resepsi tadi malam. Aku bahkan tak diberi kesempatan oleh Calista untuk sekedar berganti pakaian.

"Calista ga mau nerima Argam, sampai bisa memberi bukti kalau video itu hoax, Bu."

"Si4lan! Ini pasti ulah istri kamu itu, Gam!" Tuduh Ibu.

"Ga mungkin, Bu. Suci tak tau apa-apa, dia seharian dirumah. Tak punya teman, sekarang lagi Argam ungsikan ke villa, biar dia tak melihat berita."

"Gimana ga lihat berita, Bang. Muka Abang itu ada dimana-mana. Mengaku bujangan demi bisa menikahi putri konglomerat. Tuh, judulnya ajib bener...!" Cetuk Rasti dengan wajah masam.

"Suci ga punya ponsel, karena sudah direndam oleh Mbok Ina." 

"Oh, pantas Ibu W*, cuma centang satu."

"Emang Ibu mau ngapain?"

"Hehe anu, Ibu mau minjam sertifikat rumah kalian. Ibu mau beli perhiasan dari Bu Wanda. Lagian kamu itu gimana, beli rumah beli tanah semua atas nama Suci, kalau dia bawa kabur gimana?."

Ya ampun, Ibu sempat-sempatnya punya niat seperti itu sementara aku sedang pusing, karena gagal malam pertama.

"Suci kan istri Argam, Bu. Biarkan saja lagian dia juga gadis kampung mana ngerti arti surat-surat itu."

"Halah, kamu tak tau aja. Wanita sekarang banyak yang sok polos."

Sempat hatiku meragu, tapi aku yakin Suci tak seperti itu. Dia begitu polos, meski kehidupan sudah di atas, dia tetap saja seperti dulu, bergaya sederhana dan tak pernah macam-macam. Paling hanya ke salon langganan, itu pun cuma sekali sebulan.

"Ga mungkin, Bu. Argam tau siapa Suci."

Aku meninggalkan Ibu yang masih saja ngotot dengan pendapatnya. Kembali ke kamarku saat masih bujangan dulu.

Usai mandi, aku meraih ponselku.

Ting!

Sebuah foto dikirim oleh Daniel. Foto Suci bersama Mbok Ina yang saling peluk didepan villaku di puncak. Wajah Suci tampak lebih muda, begitu juga dengan Mbok Ina.

[Pak, kami sudah sampai. Sementara Bu suci dan Bu Ina saya ungsikan disini.]

[Bagus! Oya, kenapa Mbok Ina ikut?"

[Bu suci yang minta, Pak. Katanya gabut nanti di sana karena tak ada smartphone, dan seperti perintah Bapak, semua akses yang sekiranya akan membuat Bu suci bisa mendengar dan melihat berita saya take down semua.]

Aku tersenyum puas. Daniel emang hebat, Suci bisa nurut dengan apa yang dia katakan. Nanti kalau sudah diberi perusahaan oleh Pak Hadi, mertuaku, Daniel akan kuangkat sebagai penasehat.

Sudah tiga hari aku dirumah Ibu. Sebenarnya ingin pulang, tapi aku malas karena tak ada orang juga dirumah. Aku masih dalam status cuti, tak bisa juga ke kantor. Walau ingin sekali bertemu Pak Irfan, tapi nanti saja setelah masa cuti berakhir. Pak Irfan tak mungkin juga memecatku, kinerjaku bagus bisa rugi dia kehilangan aset sepertiku.

Aku meraih gawai, mengirim pesan pada Calista, tapi hanya dibaca, menyebalkan sekali, mau sampai kapan aku dia diamkan seperti ini?

Akhirnya aku melakukan panggilan kepada Suci. Tak nyaman sekali sebenarnya tak bisa chatting mesra dengan istriku itu, tapi demi kebaikan hubungan kami aku harus tega.

"Sayang, lagi apa?"

"Lagi santai aja, Mas. Kenapa?" Tiga hari tak bertemu tak membuat suci rindu padaku, mengsedih benar nasib ini.

"Mas, rindu."

"Apa, Mas? Aku kurang dengar? Mas ngomong apa?"

Suara Suci timbul tenggelam. Tunggu! Kok aku seperti mendengar bisingnya lalu lalang manusia kemudian suara announcement petugas dengan speaker dibandara.

"Sayang, kamu dimana? Kamu di villa 'kan?"

"Apa Mas? Eh, iya! Aku di villa."

"Kok dibelakang, rame?"

"Anu Mas, suara radio di hape jadulnya Mbok Inah, itu lagi masang lagu kayak yang ada di toktik itu, aku bete soalnya."

Aku terdiam, apa iya sekarang ada lagu toktik seperti itu?

Bersambung.

    

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
mudah2an kebohongan nya Agam dn ibu cpt terbongkar dn biar Agam dn ibu nya dpt ganjaran nya karena telah memalsukan semua surat2 itu ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status