“Tunggu, maksudmu anakmu suka balap liar?” Tanya Papa Rajendra dengan mengerutkan keningnya diiringi alis yang melengkung dengan berbagai macam belokan.
“Hahaha, maaf. Hobinya di luar. Makanya di usianya yang sekarang, dan kebiasaannya, aku ingin menikahkannya saja dan sepertinya dia cocok untuk anakmu.” Kata Daniel.“Ya, makanya dengan menikahkan anak kita, kamu tidak perlu menyewa rumah ini. Tapi itu akan menjadi milikmu!” Daniel menjelaskan lagi.“Jadi sama saja, Paman sudah membeli aku ‘kan? Atau Papa sudah menjualku untuk menikahi anak Paman Daniel.” Ungkap pendapat Elissa. Sementara itu, mama Belinda diam saja. Berbeda dengan papa Raja, bahkan dia merasa itu adalah hal yang benar.“Bukan, bukan, bukan itu maksud Paman. Paman percaya saja padamu, kalau nanti kamu pasti bisa mengubah sikap anak Paman.” Bujuk Daniel. Elissa hanya menatap dengan curiga dan menyipitkan sebelah matanya ke arah Daniel. Entah kenapa Daniel begitu mudah menjodohkan Elissa dan anaknya.“Aneh!” Elissa menjawab dengan polos.“Oke, oke! Aku menerima tawaranmu. Elissa juga akan setuju. Kita akan mengatur pertemuan untuk mereka nanti.” Tambah Papa Rajendra.“Papa!” Seru Elissa dengan marah. Papa dengan mudah menyetujui rencana itu.“Oke, tenang saja. Dia anak teman Papa, jelas Papa tahu yang terbaik buat kamu. Lagi pula, kamu juga ‘kan sudah tua? Bagaimana, Ma? Mama setuju juga ‘kan?” Tanya papa saat melihat mama hanya diam saja.Mama hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.“Iya, tapi tidak seperti itu juga, Pa. Menikah itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.” Jelas Elissa dengan nada tinggi.“Tahu apa kamu soal cinta?” kata Papa dengan tegas. Elissa hanya bisa diam, karena selama ini dia tidak pernah menolak satu pun permintaan papanya.“Oke, oke, oke. Mari kita bicara tentang hal lain! Baiklah, biarkan aku membawamu ke rumah barumu. Aku harap kamu menyukainya, semoga kamu senang tinggal di sana. Tempatnya tidak jauh dari sini. Hanya beberapa menit!” Daniel berdiri dan mengundang semua orang untuk pergi ke tempat yang telah dia tawarkan kepada keluarga Rajendra.Beberapa menit kemudian, mereka sampai di sebuah rumah yang cukup mewah untuk ukuran sedang. Untuk saat ini, mereka tinggal di tempat itu. Tetapi Daniel memberikan rumah itu jika Elissa menerima tawaran untuk menikahi putranya, Daniel.‘Rumahnya cukup besar juga, aku pikir itu seperti kandang ayam. Kelihatannya seperti kandang merpati.’ Elissa bergumam.‘Oke, sekarang mari kita lihat. Siapa sebenarnya yang ingin dijodohkan denganku? Jika bersama anak orang kaya, tidak masalah. Selama dia tampan, dan pengertian denganku. Yang terpenting, aku tidak hidup untuk menderita dengan pria itu. Tapi pria itu suka balap mobil, artinya dia suka jalan-jalan. Lalu siapa yang akan bekerja untuk makan? Apakah harus aku?’ Elissa bergumam lagi.“Bagaimana, Elissa? Kamu tidak ingin tinggal di sini?” Pertanyaan Papa membuyarkan lamunan Elissa sejenak. Elissa hanya menganggukkan kepalanya. Sejak hari itu, mereka tinggal di rumah itu.***“Elissa, aku dengar keluargamu bangkrut ya?”“Hmm, tidak! Siapa bilang?” Elissa berbohong saat sahabatnya bertanya tentang keluarganya.“Tidak ada, tapi sekarang beritanya sudah tersebar luas. Katanya ayahmu diduga melakukan korupsi besar di perusahaan. Bukan hanya aku yang tahu, tapi aku rasa semua mahasiswa sudah tahu tentang keluargamu sekarang.”“Hmm, oke. Aku akui, keluargaku sedang dalam masalah.”“Tidak masalah, Elissa. Tapi sekarang kamu miskin! Ups, maaf!” Audrey sepertinya sengaja mengatakan itu. Audrey yang selama ini dikenal sebagai sahabat baik, namun baru kali ini mencampakkan harga diri Elissa. Saat masih kaya, dia selalu memberikan yang terbaik untuk Elissa. Tapi sekarang sebaliknya.“Apa maksudmu?” tanya Elissa dengan kening berkerut. Karena sahabatnya tidak biasanya mengatakan sesuatu yang menyinggung perasaan Elissa.“Aku pikir itu sudah jelas!”Audrey berdiri dan meninggalkan Elissa. Saat itu, Audrey langsung menggandeng tangan Leon yang kebetulan lewat. Leon adalah pria tampan di perguruan tinggi dan banyak gadis yang tergila-gila padanya. Termasuk Elissa. Namun, ternyata Audrey juga naksir pria idaman Elissa. Audrey berhasil menggaet hati Leon sebelum Elissa.“Aaarrh! Betapa bodohnya aku. Untuk apa aku mengenal teman seperti Audrey. Seharusnya aku tidak mengenalnya. Terlebih lagi saat ini, dia telah merenggut Leon di depan mataku sendiri. Sial, sial, sial!” Elissa terus menggerutu, lalu dia melempar botol minum yang dia pegang. Namun, botol tersebut terlempar dan mengenai Arga yang kebetulan sedang melintas saat itu.“Jika ada masalah, tidak perlu melempar botol. Jika kamu memukul kepala seseorang dan terluka, kamu mau bertanggung jawab?” Suara keras Arga dari belakang, memarahi tindakan ceroboh Elissa. Elissa tidak peduli, dia terus berjalan meninggalkan Arga.“Ah, aku tidak peduli!” Ucap Elissa dan berlalu. Namun tiba-tiba Arga menarik tangan Elissa membuat Elissa langsung berputar ke arah Arga. Dua pasang bola mata bertemu dan saling menatap. Seolah seberkas cahaya berhasil menembus celah-celah di ruangan gelap itu. Bunyi jantung berdetak lebih keras dan tidak menentu. Tapi itu hanya berlangsung beberapa detik. Elissa menyadari bahwa dia menghadapi musuh sejak masa sekolahnya. Nyatanya masalah besar sekarang tepat di depan matanya.“Kamu lagi?” Elissa berkata, dan Elissa menyadari bahwa di hadapannya sekarang adalah Arga yang tidak pernah menyukai semua yang ada pada Elissa sejak dulu. Jadi, Arga melepaskan tangan Elissa dan jatuh.“Aaaa! Sakit!” Elissa mengerang kesakitan saat dia jatuh ke tanah dan tangannya membentur kerikil.“Ternyata itu kamu, aku kira siapa!” kata Arga.“Eh, kenapa kamu di sini?” Tanya Elissa dengan meringis kesakitan.“Ya, aku kuliah di sini, kenapa?”“Apa? Kamu kuliah di sini?”“Ya! Aku baru saja pindah.” Arga menjawab dengan dingin dan meninggalkan Elissa. Sepertinya mereka sudah saling membenci sejak lama.“Ahhhh, sial! Kenapa aku harus bertemu lagi di kampus ini. Menyebalkan! Pertama, papa bangkrut. Kedua Audrey mengkhianatiku. Ketiga, aku harus bertemu manusia itu lagi. Aduh, kenapa sih masalah ini datang bertubi-tubi?”Elissa terus menggerutu pada dirinya sendiri. Kemudian dia berjalan memasuki ruangan dan memulai pelajaran pertama. Namun saat sedang berjalan, tanpa sengaja ia menyenggol wanita lugu yang selama ini selalu diam saat Elissa dan Audrey sedang mengganggunya. Rambut yang selalu dikepang dua, berkacamata, dan berjerawat. Hal itulah yang membuat Elissa menyusahkan Adel karena kenaifannya. Namun dibalik kepolosannya, Adel adalah anak yang cerdas. Jadi setiap ada tugas, Elissa selalu memaksa Adel mengerjakannya.“Kebiasaan, selalu saja menabrakku.” Adel memperbaiki kacamatanya dan mulai memunguti buku-buku yang berserakan di lantai. Rupanya itulah yang biasa dilakukan Elissa, namun kali ini dia tidak sengaja. Selain sebagai anak manja, ia juga sombong dengan hartanya. Elissa juga suka mengganggu teman-temannya.Tapi kali ini, tidak ada lagi yang bisa dibanggakan dalam dirinya. Bahkan teman dekat pun kini menjauhi dan mengkhianati. Tidak ada orang lain yang menemaninya saat ini, kecuali Adel yang masih mau menyapa meski sering di ganggu Elissa sebelumnya.Setelah tidak sengaja menyenggol Adel hingga jatuh, Elissa tidak peduli dan segera menuju kursi. Di sana dia menumpahkan tangisnya yang sudah tidak terbendung lagi.“El, apa yang kamu lakukan?” Adel mendekati Elissa yang menangis di meja belajarnya. Adel memberi Elissa sebuah tisu yang dia miliki.“Kenapa kamu dekat-dekat! Aku miskin, aku sudah sering mengganggumu,” katanya dengan nada keras.“Bukankah teman menemani teman saat susah, meski dia tidak pernah dianggap teman?” Kata-kata itu membuat Elissa menghentikan amarahnya dan menatap wajah Adel yang saat ini berada di sampingnya.“Kamu serius? Jadi selama ini aku banyak merepotkanmu, tapi kamu masih menganggapku teman? Kamu tidak malu berteman denganku yang malang ini?”“Elissa, bagiku sahabat yang saling mengerti. Selama ini aku berusaha baik sama kamu, tapi apa kamu tidak mengerti aku? Aku butuh teman, dan tidak ada yang menemaniku. Apa salahku? Dan apa salahnya jika Aku baik padamu? Kita berteman 'kan?” Adel membuka kesempatan u
“Maaf, Papa harus lakukan ini. Kamu harus ikut Papa sekarang juga.” Papa Daniel harus menarik Arga untuk masuk ke dalam mobil. Malam itu banyak disaksikan oleh teman-teman Arga yang melihat langsung kejadian tersebut. Arga tidak bisa menahan diri sampai dia masuk ke dalam mobil. Teman-temannya hanya mengejek Arga saat itu juga.“Haha, anak Papa dijemput lagi.” Teman-teman Arga mengejek Arga.“Iya, takut diculik tante kalau tidak pulang mungkin. Haha!”“Bisa jadi!” Sahut yang lain lagi.Itulah yang mereka katakan satu sama lain. Sempat terdengar di telinga Arga dan ingin marah saat itu juga. Tapi papa tetap menarik Arga dengan paksa.“Awas saja kalian!” Ancamnya dari balik kaca mobil.“Arga, ayo. Ayo kita pulang!”Tiga puluh menit perjalanan, Arga dan papa Daniel tiba di rumah. Tempat balap mobil Arga memang tidak jauh. Karena itulah Arga lebih memilih untuk mengikuti hobinya bersama teman-teman lainnya.“Papa, apa yang salah? Main paksa saja. Di mana aku taruh wajahku ketika mereka se
Arga terus berusaha mengejar lawannya. Sedangkan di urutan ketiga adalah temannya yang akrab disapa Boy, yaitu teman dekat Arga.Beberapa menit berlalu, Arga hampir bisa menyalip mobil yang kini berada di posisi nomor satu itu. Tapi pemandangan di belakang sepertinya ada sesuatu yang terjadi.Brak! Tabrakan keras dari mobil belakang Arga yang lepas kendali menghantam mobil Arga yang ada di depannya. Hal ini mengakibatkan tabrakan fatal yang membuat setiap mobil terlempar hingga rusak parah. Keadaan mobil Boy saat itu juga terpental jauh. Namun beruntungnya Boy berhasil keluar sebelum mobilnya hancur menabrak bangunan, sehingga dia selamat dari kecelakaan maut terserah. Sementara itu, mobil Arga melaju di luar kendali dan menabrak pohon besar di jalan. Sehingga kaca mobil pecah dan wajah Arga terbentur keras oleh gagang setir mobil. Saat itu, wajah Arga terluka parah. Kemudian, setiap orang yang mengalami kecelakaan langsung dibawa ke rumah sakit.Salah satu teman Arga menghubungi papa
“Pa, aku tidak mau dijodohkan! Batalkan perjodohan ini segera.” Elissa tampak sangat marah dengan wajah yang sudah mulai merah merona. Sepertinya masalah itu sangat serius baginya. Tas ransel kesayangan yang selalu dibawa Elissa ke kampus di banting ke kursi tamu. Saat itu, Papa sedang bersantai membaca koran di kursinya. Kemudian papa Rajendra terkejut dengan sikap dan perkataan Elissa, yang tiba-tiba berbicara dengan nada tinggi dan melampiaskan amarahnya saat itu. “Apa maksudmu, Elissa! Tidak bisakah kamu sedikit turunkan nada bicaramu itu?" Ucap papa masih dengan nada rendah dan mencoba meredam amarah Elissa. Sembari sesekali meneguk kopinya.“Pa, pokoknya aku tidak mau dijodohkan. Titik!”“Kenapa? Bukannya kamu juga sudah setuju?” Papa masih bersikap tenang dan mulai meletakkan koran yang dipegangnya. Sambil sesekali menyeruput kopi yang sudah dingin di atas mejanya lagi. “Kapan aku bilang setuju? Aku tidak pernah menyetujui perjodohan ini. Aku bukan siti Nurbaya. Dijodohkan be
“Arga, akhirnya kamu sadar juga. Bagaimana kabarmu?”“Papa, aku baik-baik saja kok.”“Ya, syukurlah.”“Maafkan aku, Pa!”“Untuk apa?” Papa mengerutkan kening saat Arga meminta maaf pada papa Daniel.“Aku tidak mendengar apa yang Papa katakan. Andai aku tidak pergi malam itu. Mungkin tidak seperti ini jadinya.”“Yah, mungkin sudah jalannya. Jadikan ini pelajaran untuk kamu. Jangan banyak berpikir lagi, Papa sudah memaafkanmu. Tapi jangan lakukan lagi ya? Tolong hentikan, sayang.”“Aku tidak ingin berjanji, Pa. Karena sudah menjadi kebiasaanku. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin.”“Dengan keadaan kamu seperti ini, akan tetapi kamu belum bisa melepaskan kebiasaan buruk itu?”“Ada apa denganku, Papa? Aku baik-baik saja kok.”“Ini yang kamu maksud baik?”Papa memberikan telepon dan menyalakan kamera. Papa ingin menyadarkan Arga bahwa wajahnya hancur akibat kecelakaan itu. Tetapi karena Arga belum menyadarinya, Papa memberi tahu langsung wajah Arga yang di bungkus perban.“Lihat ini, lih
Semenjak jatuh miskin, mama Belinda membuat kue untuk usaha kecil-kecilannya. Pagi itu mama sudah sibuk di dapur dengan berbagai macam kue sudah siap dan di masukkan ke dalam kotak kue. Elissa baru saja bangun untuk mandi, namun dia menatap heran dengan mamanya yang sudah membuat kue sebanyak itu. Dengan menenteng handuk, rambut awut-awutan, Elissa datang mendekati mamanya yang masih sibuk.”“Ma, tumben buat kuenya banyak sekali.” Sambil mengambil satu kue dan memakannya.“Ini usaha baru Mama, kemarin waktu Mama jenguk Arga, dan banyak ngobrol sama papanya. Mereka beri kesempatan kita untuk berjualan di depan perusahaannya.”“Apa? Jadi Mama mau saja begitu?” Ucapnya tidak percaya, kalau mantan anak konglomerat sekarang jadi anak tukang jualan kue. ‘Duh, bahaya kalau sampai tahu teman kampus, apa lagi kalau Audrey tahu. Lagi-lagi, Paman Daniel lagi. Kenapa sih hidup aku rumit banget!’ Gumam Elissa kesal. Namun mulutnya saat itu terus menyantap beberapa kue di hadapannya.“Kalau tidak d
“Ya, ya, semoga rencana kita kali ini berhasil. Yang penting, saya berhasil membuat cerita ini seolah-olah keluarga Rajendra difitnah dan bangkrut. Dengan begitu, akan mudah bagi kita untuk menjalankan misi selanjutnya.” Perkataan papa Daniel saat itu membuat Elissa berpikir dan memutar otaknya dengan keras.“Nama papa disebut? Berarti sekarang yang sedang dibicarakan adalah papaku. Apa mungkin Paman Daniel ada hubungannya dengan ini? Jika benar, dia adalah teman yang telah mengkhianati papaku. Wah, ini tidak boleh dibiarkan!” ucapnya pelan, lalu mendengarkan percakapan selanjutnya yang dibicarakan papanya Elissa.Ada suara sumbang lain di balik dinding berbicara dengan seseorang di telepon. Hal ini membuat Elissa semakin yakin bahwa paman Daniel terlibat dalam masalah ini. Tiba-tiba pelayan paman Daniel keluar dan menangkap basah Elissa.“Nona Elissa, mengapa kamu ada di situ?”“Hei Bibi Lusy. Aku baru saja mengantarkan kue, maaf aku harus pulang!“Oh, kue yang kami pesan dari Mama n
“Elissa, kok diam!” Mama membuyarkan lamunan Elissa.“Ha?” Elissa terperangah kaget.“Hem, ya sudahlah lupakan. Ayo kita pulang.” Akhirnya, Mama mengajak pulang.“Iya, Ma.”Akhirnya, mereka semua pulang. Sepanjang jalan, Elissa terdiam ragu. Meskipun dia diam, pikirannya ada di tempat lain.“Elissa, kenapa kamu diam saja sejak tadi? Ada apa?” Tanya Mama.“Oh iya, kamu bilang mau ngomong sama Mama. Kayaknya penting banget, maaf. Mama lagi sibuk.” Tambah mama lagi.Di ruang tamu, dan menikmati sisa kue buatan mama. Papa dan mama duduk di kursi sofa, Elissa duduk di depan orang tuanya. Elissa masih terdiam ragu, sebenarnya ini adalah kesempatan untuk membicarakan hal ini dengan Mama dan Papa.“Elissa, ada apa? Kenapa juga kamu pulang lebih awal hari ini? Bukannya kamu pulang sore seperti biasanya?”“Hmm, aku terlambat. Jadi aku pulang saja.”“Kenapa? Terlambat, ‘kan bisa minta maaf.”“Itu dia, Ma. Aku tidak boleh masuk, jadi kenapa juga aku harus tetap di sana. Lebih baik aku pulang saja