“Pa, aku tidak mau dijodohkan! Batalkan perjodohan ini segera.” Elissa tampak sangat marah dengan wajah yang sudah mulai merah merona. Sepertinya masalah itu sangat serius baginya. Tas ransel kesayangan yang selalu dibawa Elissa ke kampus di banting ke kursi tamu. Saat itu, Papa sedang bersantai membaca koran di kursinya. Kemudian papa Rajendra terkejut dengan sikap dan perkataan Elissa, yang tiba-tiba berbicara dengan nada tinggi dan melampiaskan amarahnya saat itu.
“Apa maksudmu, Elissa! Tidak bisakah kamu sedikit turunkan nada bicaramu itu?" Ucap papa masih dengan nada rendah dan mencoba meredam amarah Elissa. Sembari sesekali meneguk kopinya.“Pa, pokoknya aku tidak mau dijodohkan. Titik!”“Kenapa? Bukannya kamu juga sudah setuju?” Papa masih bersikap tenang dan mulai meletakkan koran yang dipegangnya. Sambil sesekali menyeruput kopi yang sudah dingin di atas mejanya lagi.“Kapan aku bilang setuju? Aku tidak pernah menyetujui perjodohan ini. Aku bukan siti Nurbaya. Dijodohkan begitu saja dengan dia" Elissa tidak melanjutkan ucapannya yang hampir menyebut nama Arga."Aku malu, Papa! Aku perempuan anak tunggal 'kan? Seharusnya bebaskan aku dengan pilihan aku sendiri. Kenapa harus dijodohkan seperti ini coba?” Jelas saja Elissa membuat Papa sedikit terkekeh mendengar perkataan Elissa.“Justru kamu anak tunggal, Papa tidak akan biarkan kamu memilih jodoh yang salah. Semua ini demi rumah ini ‘kan? Rumah yang kamu tinggali selama beberapa hari ini. Apakah kamu benar-benar ingin pergi dari sini? Di mana kamu akan tinggal ketika kita keluar dari sini? Kamu kena panas saja tidak bisa, bagaimana kamu akan tidur di luar nanti?” Jelas Papa membuat Elissa diam tertegun sejenak.“Ya aku tidak mau, Papa. Apakah tidak ada jalan lain selain perjodohan ini?” Lanjutnya.“Apa masalahnya? Bukankah anak itu tampan?”“Memangnya Papa sudah tahu siapa pria itu?” Elissa bertanya soal Arga kepada papanya, akan tetapi tiba-tiba mama datang dan duduk bersama mereka.“Yang jelas laki-laki itu tampan, makanya Mama juga setuju. Arga itu anak yang baik, manis dan kalem. Mama juga pasti mau jodoh sama Arga.” Jelas, Mama juga membela Papa Rajendra.“Mama datang bikin masalah saja, Bukannya dukung aku, malah ikut Papa. Mama dan Papa sama saja.”“Memang benar seperti itu. Bukan begitu, Pa?”“Ya, Ma.” Papa membalasnya dengan tersenyum dan menarik ujung kumisnya yang tipis. “Kalau aku masih muda, aku mau saja!” Katanya lagi sambil terkekeh.“Wah, benar. Papa dan mama saja yang menikah dengan Arga. Alangkah baiknya jika nanti ada yang membantu Mama di dapur. Ha ha!” Timpal Elissa.“Hei, kamu! Mana mungkin Papa dengan Arga.”“Apa lagi aku. Mana mungkin dengan berondong.” Tambah mama terkekeh. Suasana yang serius dan menegangkan, jadi pecah karena candaan mereka.“Tidak apa-apa, jika mama mau. Tapi tidak dengan Arga juga. Pokoknya, aku tidak ingin ada hubungannya dengan pria itu.” Kata Elissa sambil terkekeh.“Elissa, apa sebenarnya masalahmu? Tadi kamu bilang kamu tidak menyukai pria itu. Apa alasannya?” Papa kali ini bertanya dengan serius tentang Elissa yang tiba-tiba menolak perjodohan dengan Arga.“Mama dan Papa tidak mengerti. Lagi pula, aku tidak mau menikah dengan Arga!”“Lalu, di mana kamu ingin tinggal nanti kalau kamu menolak di jodohkan dengan Arga? Memangnya kamu tetap tinggal di rumah ini?” Tanya Papa meyakinkan.“Jika Papa dan Mama masih ingin tinggal di sini, tidak masalah. Aku ingin tinggal di luar saja.”“Lalu kamu mau makan apa? Apa kamu punya uang?”“Ya ada sedikit. Setelah itu, aku akan mencari pekerjaan.”“Anak manja sepertimu bagaimana bisa kamu bekerja. Papa tidak percaya kamu bisa bertahan lama di luar sana. Silakan kalau mau, ayo!” Papa Rajendra menantang Elissa, apakah dia hanya asal berbicara atau benar akan melakukannya.“Oke, aku akan keluar dari rumah ini sekarang, dan membuktikannya pada Papa dan mama. Aku yakin pasti bisa. Yang penting aku tidak menikah dengan pria itu. Katanya lalu berdiri dan masuk ke kamar.“Pa, bagaimana kalau Elissa benar-benar pergi? Mama khawatir nanti Elissa akan tinggal di luar. Apa mungkin Elissa bisa?”“Itu dia, kita lihat saja anak manja itu.” Ucap Papa masih dengan santai. Tak lama kemudian, Elissa keluar dengan koper berisi pakaian.“Elissa, kamu benar-benar ingin pergi?” tanya Mama Belinda cemas.“Ya kenapa tidak!” jawabnya, dan terus berjalan menuju pintu.“Jangan lupa bawa sepatu, barang mewah, dan koleksi lainnya ya. Sayang kalau di tinggal, nanti dimakan tikus.” Papa menambahkan, bukannya mencegah, malah memberi kesan mengusirnya. Papa hanya tertawa melihat kelakuan anaknya. Elissa keluar dan mulai berjalan menuju gerbang.“Pa, Elissa benar-benar pergi. Bagaimana dengan ini?” tanya Mama Belinda cemas.“Sudahlah, Papa lebih tahu seperti apa Elissa. Jadi biarlah. Dia pasti kembali lagi nanti.”“Iya Mama juga tahu, Papa. Tapi,” Mama berhenti. Saat dia melihat Elissa masuk kembali ke dalam rumah. Bahkan hanya dalam hitungan menit, Elissa sudah kembali masuk. Tidak tahu apakah ada yang tertinggal, atau entah apa yang akan dilakukan Elissa.“Elissa, ada apa?” Mama bertanya, sedikit memiringkan kepalanya, melihat Elissa masuk kembali dengan koper yang dipegang Elissa.“Kenapa? Uangmu tidak cukup, ini Papa tambahkan.”“Pa, ini benar-benar buruk, Papa tega mengusir anakmu sendiri.”“Haha, siapa yang mengusir? Bukannya kamu ingin keluar sendiri.”“Papa Jahat! Bukannya di tahan, malah menyuruhku pergi. Ucapnya kesal dan langsung masuk ke kamar. Mama dan Papa hanya tertawa melihat kelakuan Elissa, anak manja yang tidak mungkin keluar rumah.Sementara itu, Elissa di dalam kamar langsung membanting kopernya ke tempat tidur. Elissa sangat marah dan kesal saat membayangkan wajah Arga.“Bagaimana aku bisa hidup di luar, dan bagaimana aku bisa menikah dengan Arga. Semua ini karena Papa bangkrut. Lalu untuk apa bertemu dengan mereka? Kenapa juga harus menikah dengan Arga. Coba saja dengan pria lain, yang lebih tampan, baik hati, dan mempesona, aku pasti akan menyukainya.”Elissa terus menggerutu tak karuan, kaki yang hendak melangkah dan ingin pergi dari tempat itu benar-benar tidak bisa. Elissa masih terus membayangkan wajah Arga yang di bencinya.“Apa yang harus aku lakukan setelah ini, aku tidak mau menikah dengan Arga. Bagaimana caranya! Tidak mungkin aku bisa keluar dari tempat ini, di mana aku akan tinggal nantinya. Semua ini membuatku pusing. Arrrhhhh! Bagaimana bisa aku menolak?”Pintu dibuka. Mama pergi ke kamar Elissa. Elissa yang semula tidur miring, langsung bangun dan duduk. Mama melihat lebih dekat dan duduk bersama Elissa. Mama mengelus bahu Elissa saat itu.“Elissa, Mama tahu. Pasti berat untukmu saat ini. Namun, kami tidak punya pilihan lain. Kamu pasti ingin melakukan itu semua demi orang tuamu ‘kan?”Elissa menarik napas dalam-dalam dan mulai kesal dengan mamanya saat itu. Alih-alih membantu, Mama malah ikut mendukung papa Rajendra.“Biarkan aku sendiri saat ini, Ma. Aku tidak ingin di ganggu. Aku mohon!”“Hem, baik lah kalau itu yang kamu mau.” Mama pun keluar dari kamar Elissa.“Arga, akhirnya kamu sadar juga. Bagaimana kabarmu?”“Papa, aku baik-baik saja kok.”“Ya, syukurlah.”“Maafkan aku, Pa!”“Untuk apa?” Papa mengerutkan kening saat Arga meminta maaf pada papa Daniel.“Aku tidak mendengar apa yang Papa katakan. Andai aku tidak pergi malam itu. Mungkin tidak seperti ini jadinya.”“Yah, mungkin sudah jalannya. Jadikan ini pelajaran untuk kamu. Jangan banyak berpikir lagi, Papa sudah memaafkanmu. Tapi jangan lakukan lagi ya? Tolong hentikan, sayang.”“Aku tidak ingin berjanji, Pa. Karena sudah menjadi kebiasaanku. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin.”“Dengan keadaan kamu seperti ini, akan tetapi kamu belum bisa melepaskan kebiasaan buruk itu?”“Ada apa denganku, Papa? Aku baik-baik saja kok.”“Ini yang kamu maksud baik?”Papa memberikan telepon dan menyalakan kamera. Papa ingin menyadarkan Arga bahwa wajahnya hancur akibat kecelakaan itu. Tetapi karena Arga belum menyadarinya, Papa memberi tahu langsung wajah Arga yang di bungkus perban.“Lihat ini, lih
Semenjak jatuh miskin, mama Belinda membuat kue untuk usaha kecil-kecilannya. Pagi itu mama sudah sibuk di dapur dengan berbagai macam kue sudah siap dan di masukkan ke dalam kotak kue. Elissa baru saja bangun untuk mandi, namun dia menatap heran dengan mamanya yang sudah membuat kue sebanyak itu. Dengan menenteng handuk, rambut awut-awutan, Elissa datang mendekati mamanya yang masih sibuk.”“Ma, tumben buat kuenya banyak sekali.” Sambil mengambil satu kue dan memakannya.“Ini usaha baru Mama, kemarin waktu Mama jenguk Arga, dan banyak ngobrol sama papanya. Mereka beri kesempatan kita untuk berjualan di depan perusahaannya.”“Apa? Jadi Mama mau saja begitu?” Ucapnya tidak percaya, kalau mantan anak konglomerat sekarang jadi anak tukang jualan kue. ‘Duh, bahaya kalau sampai tahu teman kampus, apa lagi kalau Audrey tahu. Lagi-lagi, Paman Daniel lagi. Kenapa sih hidup aku rumit banget!’ Gumam Elissa kesal. Namun mulutnya saat itu terus menyantap beberapa kue di hadapannya.“Kalau tidak d
“Ya, ya, semoga rencana kita kali ini berhasil. Yang penting, saya berhasil membuat cerita ini seolah-olah keluarga Rajendra difitnah dan bangkrut. Dengan begitu, akan mudah bagi kita untuk menjalankan misi selanjutnya.” Perkataan papa Daniel saat itu membuat Elissa berpikir dan memutar otaknya dengan keras.“Nama papa disebut? Berarti sekarang yang sedang dibicarakan adalah papaku. Apa mungkin Paman Daniel ada hubungannya dengan ini? Jika benar, dia adalah teman yang telah mengkhianati papaku. Wah, ini tidak boleh dibiarkan!” ucapnya pelan, lalu mendengarkan percakapan selanjutnya yang dibicarakan papanya Elissa.Ada suara sumbang lain di balik dinding berbicara dengan seseorang di telepon. Hal ini membuat Elissa semakin yakin bahwa paman Daniel terlibat dalam masalah ini. Tiba-tiba pelayan paman Daniel keluar dan menangkap basah Elissa.“Nona Elissa, mengapa kamu ada di situ?”“Hei Bibi Lusy. Aku baru saja mengantarkan kue, maaf aku harus pulang!“Oh, kue yang kami pesan dari Mama n
“Elissa, kok diam!” Mama membuyarkan lamunan Elissa.“Ha?” Elissa terperangah kaget.“Hem, ya sudahlah lupakan. Ayo kita pulang.” Akhirnya, Mama mengajak pulang.“Iya, Ma.”Akhirnya, mereka semua pulang. Sepanjang jalan, Elissa terdiam ragu. Meskipun dia diam, pikirannya ada di tempat lain.“Elissa, kenapa kamu diam saja sejak tadi? Ada apa?” Tanya Mama.“Oh iya, kamu bilang mau ngomong sama Mama. Kayaknya penting banget, maaf. Mama lagi sibuk.” Tambah mama lagi.Di ruang tamu, dan menikmati sisa kue buatan mama. Papa dan mama duduk di kursi sofa, Elissa duduk di depan orang tuanya. Elissa masih terdiam ragu, sebenarnya ini adalah kesempatan untuk membicarakan hal ini dengan Mama dan Papa.“Elissa, ada apa? Kenapa juga kamu pulang lebih awal hari ini? Bukannya kamu pulang sore seperti biasanya?”“Hmm, aku terlambat. Jadi aku pulang saja.”“Kenapa? Terlambat, ‘kan bisa minta maaf.”“Itu dia, Ma. Aku tidak boleh masuk, jadi kenapa juga aku harus tetap di sana. Lebih baik aku pulang saja
Di balik topeng, malam itu Arga diam-diam melakukan penyamaran. Demi ingin mengetahui kebenaran tentang Gea, kekasihnya yang hilang kabar sejak kecelakaan itu. Arga hanya ingin mengetahui kebenarannya secara langsung untuk membenarkan perkataan Boy, temannya.“Aku tidak bisa tinggal diam, aku harus pergi malam ini juga. Pasti Gea dan yang lainnya akan ada di sana malam ini. Walaupun aku kesal dengan Gea, aku harus memastikan. Semoga apa yang di katakan Boy itu salah.” Katanya sambil melihat ke cermin dan dengan rapi menata kain yang menutupi wajahnya. Malam itu Arga bertekad pergi ke tempat biasanya dia balapan mobil.“Oke, sudah siap. Sepertinya aku harus pergi sekarang.” Arga melangkah keluar melalui pintu. Namun, langkahnya terhenti ketika teringat yang pasti ayahnya saat itu sedang menonton televisi seperti biasa di ruang tamu. Lalu, Arga melangkah mundur dan tanpa pikir panjang lagi Arga membuka jendela itu dan bertekad untuk keluar dari jendela itu. Dengan sangat hati-hati dia m
Sekitar jam 9 malam, Arga merayap kembali ke kamar melalui jendela. Setelah berhasil masuk ke dalam ruangan yang gelap, dan memang sengaja mematikan lampu sebelum berangkat tadi. Kemudian Arga menyalakan lampu di kamarnya. Spontan Arga terkejut melihat papanya duduk santai di tempat tidur. Arga hanya tersenyum saat melihat papanya sudah menganggukkan kepala berkali-kali ketika melihatnya saat itu. Padahal, Arga sudah terbiasa melakukan hal tersebut, bahkan papa Daniel pun tak heran lagi dengan kebiasaan Arga tersebut.“Apakah kamu sudah selesai dengan bisnis kamu?” tanya papa sambil main ponselnya. Pantulan kaca mata yang digunakan saat itu terlihat jelas Papa sedang sibuk melihat sosial medianya.“Cukup, Pa.” Dia menjawab dengan santai dan melepas pakaian dan topeng di wajahnya.“Haruskah, dengan berdandan seperti itu dan keluar tanpa izin? Jangan bilang kamu akan ikut balapan itu lagi.” Kata papa. Namun Arga tetap diam dan tidak mau menjawab pertanyaan papa.“Kenapa? Kamu malu kelua
“Elissa, barusan Mama mau telpon kamu. Untung kamu sudah datang. Ayo masuk, semuanya sudah tunggu kamu.” Mama berbalik dan masuk lebih dulu. Elissa berjalan pelan dengan ragu. Seolah-olah jalan di depan penuh duri atau pecahan kaca sehingga sulit untuk dilalui. Dengan tatapan tajam dan waspada melihat ke arah rumah. Elissa terus berjalan, dengan sesak napas yang tidak teratur. Mata tetap fokus melihat ke depan. Sehingga Elissa hampir terjatuh saat melangkah melewati pintu. Ujung kakinya tersandung pintu yang dilewatinya.“Oooo!” Posisinya yang hampir terjatuh membuat Elissa sangat malu. Karena banyak yang memandangnya dan tertawa.“Hati-hati, Elissa!” Kata Papa Daniel. Elissa menyeringai malu-malu dan terus menatap semua orang.“Untung Arga tidak ada di sana. Jika Arga melihatku jatuh, aku akan ditertawakan.” Dia berkata dengan lembut lalu berdiri dan bergabung dengan yang lain.“Ayo makan dulu, nanti setelah selesai makan kita mulai pembicaraan kita. Oh iya, Bik Lusy. Tolong panggil
‘Astaga, wajah Arga sangat imut. Kalau sudah begitu, siapa yang mau dekat dan jadi pacarnya. Aku saja tidak mau! Ha ha.” Elissa bergumam pada dirinya sendiri mengejek Arga saat itu yang berada di depannya. Arga masih terdiam dalam pandangan ke bawah. Karena sangat penasaran, Arga melirik wajah Elissa saat itu yang sejak tadi belum dia lihat. Di antara sibuknya percakapan kedua belah pihak orang tua Arga dan Elissa, Arga dan Elissa hanya saling melirih dan bergumam di hati masing-masing.‘Astaga, aku bersumpah aku sangat menyesal tidak melihat wajah Elissa malam ini. Ternyata dia sangat cantik? Kenapa tidak seperti biasanya. Malam ini dia sangat cantik. Aku belum pernah melihat gaun dan dandanannya seperti ini. Ternyata kalau dandan cantik juga dia. Artinya Bibi Lusy tidak salah lihat. Ya ampun, ada apa dengan aku.’ Arga bergumam setelah melirik wajah Elissa yang duduk tepat di depan Arga saat itu.‘Tidak, tidak, jangan tergoda oleh wajah Elissa. Elissa adalah musuhku, Elissa tidak bai