Arga terus berusaha mengejar lawannya. Sedangkan di urutan ketiga adalah temannya yang akrab disapa Boy, yaitu teman dekat Arga.
Beberapa menit berlalu, Arga hampir bisa menyalip mobil yang kini berada di posisi nomor satu itu. Tapi pemandangan di belakang sepertinya ada sesuatu yang terjadi.Brak! Tabrakan keras dari mobil belakang Arga yang lepas kendali menghantam mobil Arga yang ada di depannya. Hal ini mengakibatkan tabrakan fatal yang membuat setiap mobil terlempar hingga rusak parah. Keadaan mobil Boy saat itu juga terpental jauh. Namun beruntungnya Boy berhasil keluar sebelum mobilnya hancur menabrak bangunan, sehingga dia selamat dari kecelakaan maut terserah. Sementara itu, mobil Arga melaju di luar kendali dan menabrak pohon besar di jalan. Sehingga kaca mobil pecah dan wajah Arga terbentur keras oleh gagang setir mobil. Saat itu, wajah Arga terluka parah. Kemudian, setiap orang yang mengalami kecelakaan langsung dibawa ke rumah sakit.Salah satu teman Arga menghubungi papanya Arga. Ia menjelaskan semua kejadian yang dialami Arga dan lainnya malam itu. Mendengar itu, Papa Daniel langsung pergi ke rumah sakit di mana Arga di rawat saat ini.Sesampainya di rumah sakit, Papa langsung masuk ke kamar. Tanpa bertanya terlebih dahulu apakah Arga dirawat di ruang mana. Dia langsung masuk ke salah satu ruangan.“Arga, Papa bilang jangan keras kepala. Begini kejadiannya? Kamu benar-benar tidak bisa di bilangi ya!” Papa marah pada laki-laki yang wajahnya dibalut perban. Papa Daniel mengira pria itu adalah Arga.“Maaf, Pak. Siapa ya?”“Heh, anak kurang ajar. Kamu lupa dengan Papa? Atau pura-pura lupa? Apa kamu amnesia?”“Pak, saya benar-benar minta maaf. Saya tidak tahu, Pak. Saya Andra, bukan Arga.”“Hah? Singa?” Kata Papa salah dengar.“Andra, Pak. Bukan singa.” Dia menjelaskan lagi dengan menepuk dahinya. Karena terlalu kuat menepuk keningnya sendiri, Andra merintih kesakitan. Kemudian, kebetulan dokter masuk ke ruangan untuk memeriksa kondisi pasien.“Permisi, Pak. Dengan siapa Anda?Kok saya baru lihat.” Ungkap Dokter bertanya pada papa Daniel.“Ini, saya papanya Arga. Pasien ini, lupa atau apa, Dokter?”“Maaf, Pak. Sepertinya Anda yang salah. Nama pasien ini adalah Andra.” Jelas dokter itu lagi.“Jadi di mana anak saya, Dokter?”“Mungkin yang Anda maksud adalah pasien Arga yang baru saja mengalami kecelakaan dan memang ada luka di wajahnya. Sekarang dia di ICU. Bukan di sini, Pak!”“Ya ampun! Jadi aku salah kamar? Maaf ya.”“Bapak tidak percaya sih dari tadi aku jelaskan.” Kata pasien bernama Andra tadi sambil terkekeh. Papa Daniel hanya menyeringai malu lalu berjalan keluar ruangan. Dokter hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah papa Daniel yang mungkin sedang panik saat itu.“Ada-ada saja,”“Ya, namanya juga orang tua, Dokter. Karena panik.”“Ya, itu mungkin. Karena pasien yang baru datang mengalami luka serius di wajahnya.”“Oh, begitu? Pantas saja. Mungkin dia mengira aku anaknya karena perban di wajahku.”“Benar. Mari kita periksa bagaimana keadaanmu sekarang, oke?”“Baik, Dokter. Silahkan!”Sementara itu, papa Daniel kembali mencari Arga. Akhirnya papa menemukan Arga yang pingsan dengan luka di wajahnya.“Arga, kenapa kamu bisa sampai seperti ini?” Dia tidak menyadari air mata mengalir di wajah ayahnya. Melihat anak tunggalnya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Namun saat itu, Papa tidak bisa melihat secara langsung. Karena Arga masih dirawat oleh dokter saat itu.***“Tampaknya sepi, di mana mereka? Permisi!” Elissa datang ke rumah papa Daniel. Seperti yang dia rencanakan kemarin. Jika dia ingin mengetahui secara langsung siapa yang akan dijodohkan dengannya. Rasa penasaran membuat Elissa tidak bisa tidur nyenyak tadi malam. Dengan percaya diri dan berani, hari itu juga Elissa datang langsung ke kediaman Daniel.“Permisi! Assalamualaikum.”Elissa berkali-kali menyapa, tapi tidak ada jawaban. Hingga beberapa menit kemudian, Elissa yang masih menunggu di depan dan berharap jawaban dari dalam, akhirnya keluarlah sang pembantu.“Ya, siapa yang kamu cari?”“Paman Daniel ada?”“Pak Daniel sekarang di rumah sakit, mungkin sebentar lagi pulang. Masalahnya sudah ada sejak tadi malam.”“Siapa yang sakit?”“Tuan Arga mengalami kecelakaan tadi malam. Jika Anda ingin menunggu di sini, silahkan. Atau Anda ingin langsung ke rumah sakit?”“Arga?” Elissa berpikir sejenak mendengar nama itu, lalu dia melihat sekilas foto keluarga besar di sudut ruang tamu. Sehingga ada keinginan Elissa masuk ke dalam untuk melihat foto tersebut.“Bibi, bolehkah saya masuk sebentar? Setelah itu, saya ingin pergi ke rumah sakit untuk berkunjung.”“Silakan. Tapi sebelumnya, maaf. Siapa ya?”“Saya calon Arga.” Elissa berkata tanpa basa-basi bahwa dia adalah calon suami Arga.“Oh ya. Aku lupa, Nona Elissa ya!” Bibi Lusy menepuk keningnya karena lupa dengan wajah cantik Elissa saat itu.“Ya, Bibi!”“Ya silahkan masuk. Maaf, Nona. Saya benar-benar lupa. Saya baru datang ke sini kemarin.”“Ya, Bibi. Ya, tidak apa-apa.”Elissa masuk sebentar untuk melihat langsung foto itu.“Apa?” Elissa terkejut saat melihat foto itu.“Ada apa, Nona? Tuan Arga tampan, bukan?” kata Bibi Lusy.“Hmm, eh. Iya, Bi!” kata Elissa gugup.‘Mengapa aku tidak melihat foto ini kemarin? Ternyata pria yang ingin di nikahkan dengan aku adalah Arga? Pria sombong, angkuh dan ceroboh itu? Astaga, bagaimana aku katakan kalau dia calonku tadi?’ Elissa bergumam sedikit melamun. Kemudian Bibi Lusy mengejutkan Elissa dan membuyarkan lamunannya.“Nona kenapa melamun? Terpesona dengan ketampanan Tuan Arga ya? Beruntung jika dijodohkan dengan Tuan Arga. Tuan Arga adalah anak tunggal dan kesayangan Pak Daniel, juga ahli waris Pak Daniel yang hebat. Ya, meskipun Tuan Arga kadang jarang pulang, jarang mandi, dan agak nakal. Mungkin itu akan berubah setelah dia menikahi Nona Elissa. Apa lagi, Nona Elissa adalah anak yang baik, sopan, ramah, dan tentunya cantik. Jadi sangat cocok untuk Tuan Arga” kata Bibi Lucy panjang lebar, yang membuat Elissa semakin bergidik membayangkan menikahi seseorang yang tidak disukainya.“Bibi, maaf. Aku harus pulang sekarang. Permisi!” Elissa langsung bergegas keluar rumah.“Loh kok buru-buru? Mau ke rumah sakit ya, Non?” tanya Bibi Lusy menebak. Namun, Elissa tidak peduli dan segera meninggalkan tempat itu.Dalam perjalanan, perasaan kacau benar-benar mengganggunya saat itu. Bagaimana tidak? Setelah bertemu Arga di kampus, kini kamu harus menghadapi perjodohan ini.“Astaga! Kenapa sih hidup aku sial banget. Kenapa masalah, masalah dan masalah terus yang harus aku hadapi. Sekarang apa aku harus menikah dengan Arga? Ya Allah, ogah banget deh.” Gerutu Elissa sepanjang jalan menuju rumahnya.Akankah Elissa melanjutkan perjodohan itu setelah mengetahui calon suami yang akan di nikahkan kepadanya?“Aku harus katakan semua ini dengan mama dan papa. Kalau aku tidak ingin teruskan perjodohan ini. Ya! Aku harus katakan dengan mereka.” Ucapnya lagi.“Pa, aku tidak mau dijodohkan! Batalkan perjodohan ini segera.” Elissa tampak sangat marah dengan wajah yang sudah mulai merah merona. Sepertinya masalah itu sangat serius baginya. Tas ransel kesayangan yang selalu dibawa Elissa ke kampus di banting ke kursi tamu. Saat itu, Papa sedang bersantai membaca koran di kursinya. Kemudian papa Rajendra terkejut dengan sikap dan perkataan Elissa, yang tiba-tiba berbicara dengan nada tinggi dan melampiaskan amarahnya saat itu. “Apa maksudmu, Elissa! Tidak bisakah kamu sedikit turunkan nada bicaramu itu?" Ucap papa masih dengan nada rendah dan mencoba meredam amarah Elissa. Sembari sesekali meneguk kopinya.“Pa, pokoknya aku tidak mau dijodohkan. Titik!”“Kenapa? Bukannya kamu juga sudah setuju?” Papa masih bersikap tenang dan mulai meletakkan koran yang dipegangnya. Sambil sesekali menyeruput kopi yang sudah dingin di atas mejanya lagi. “Kapan aku bilang setuju? Aku tidak pernah menyetujui perjodohan ini. Aku bukan siti Nurbaya. Dijodohkan be
“Arga, akhirnya kamu sadar juga. Bagaimana kabarmu?”“Papa, aku baik-baik saja kok.”“Ya, syukurlah.”“Maafkan aku, Pa!”“Untuk apa?” Papa mengerutkan kening saat Arga meminta maaf pada papa Daniel.“Aku tidak mendengar apa yang Papa katakan. Andai aku tidak pergi malam itu. Mungkin tidak seperti ini jadinya.”“Yah, mungkin sudah jalannya. Jadikan ini pelajaran untuk kamu. Jangan banyak berpikir lagi, Papa sudah memaafkanmu. Tapi jangan lakukan lagi ya? Tolong hentikan, sayang.”“Aku tidak ingin berjanji, Pa. Karena sudah menjadi kebiasaanku. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin.”“Dengan keadaan kamu seperti ini, akan tetapi kamu belum bisa melepaskan kebiasaan buruk itu?”“Ada apa denganku, Papa? Aku baik-baik saja kok.”“Ini yang kamu maksud baik?”Papa memberikan telepon dan menyalakan kamera. Papa ingin menyadarkan Arga bahwa wajahnya hancur akibat kecelakaan itu. Tetapi karena Arga belum menyadarinya, Papa memberi tahu langsung wajah Arga yang di bungkus perban.“Lihat ini, lih
Semenjak jatuh miskin, mama Belinda membuat kue untuk usaha kecil-kecilannya. Pagi itu mama sudah sibuk di dapur dengan berbagai macam kue sudah siap dan di masukkan ke dalam kotak kue. Elissa baru saja bangun untuk mandi, namun dia menatap heran dengan mamanya yang sudah membuat kue sebanyak itu. Dengan menenteng handuk, rambut awut-awutan, Elissa datang mendekati mamanya yang masih sibuk.”“Ma, tumben buat kuenya banyak sekali.” Sambil mengambil satu kue dan memakannya.“Ini usaha baru Mama, kemarin waktu Mama jenguk Arga, dan banyak ngobrol sama papanya. Mereka beri kesempatan kita untuk berjualan di depan perusahaannya.”“Apa? Jadi Mama mau saja begitu?” Ucapnya tidak percaya, kalau mantan anak konglomerat sekarang jadi anak tukang jualan kue. ‘Duh, bahaya kalau sampai tahu teman kampus, apa lagi kalau Audrey tahu. Lagi-lagi, Paman Daniel lagi. Kenapa sih hidup aku rumit banget!’ Gumam Elissa kesal. Namun mulutnya saat itu terus menyantap beberapa kue di hadapannya.“Kalau tidak d
“Ya, ya, semoga rencana kita kali ini berhasil. Yang penting, saya berhasil membuat cerita ini seolah-olah keluarga Rajendra difitnah dan bangkrut. Dengan begitu, akan mudah bagi kita untuk menjalankan misi selanjutnya.” Perkataan papa Daniel saat itu membuat Elissa berpikir dan memutar otaknya dengan keras.“Nama papa disebut? Berarti sekarang yang sedang dibicarakan adalah papaku. Apa mungkin Paman Daniel ada hubungannya dengan ini? Jika benar, dia adalah teman yang telah mengkhianati papaku. Wah, ini tidak boleh dibiarkan!” ucapnya pelan, lalu mendengarkan percakapan selanjutnya yang dibicarakan papanya Elissa.Ada suara sumbang lain di balik dinding berbicara dengan seseorang di telepon. Hal ini membuat Elissa semakin yakin bahwa paman Daniel terlibat dalam masalah ini. Tiba-tiba pelayan paman Daniel keluar dan menangkap basah Elissa.“Nona Elissa, mengapa kamu ada di situ?”“Hei Bibi Lusy. Aku baru saja mengantarkan kue, maaf aku harus pulang!“Oh, kue yang kami pesan dari Mama n
“Elissa, kok diam!” Mama membuyarkan lamunan Elissa.“Ha?” Elissa terperangah kaget.“Hem, ya sudahlah lupakan. Ayo kita pulang.” Akhirnya, Mama mengajak pulang.“Iya, Ma.”Akhirnya, mereka semua pulang. Sepanjang jalan, Elissa terdiam ragu. Meskipun dia diam, pikirannya ada di tempat lain.“Elissa, kenapa kamu diam saja sejak tadi? Ada apa?” Tanya Mama.“Oh iya, kamu bilang mau ngomong sama Mama. Kayaknya penting banget, maaf. Mama lagi sibuk.” Tambah mama lagi.Di ruang tamu, dan menikmati sisa kue buatan mama. Papa dan mama duduk di kursi sofa, Elissa duduk di depan orang tuanya. Elissa masih terdiam ragu, sebenarnya ini adalah kesempatan untuk membicarakan hal ini dengan Mama dan Papa.“Elissa, ada apa? Kenapa juga kamu pulang lebih awal hari ini? Bukannya kamu pulang sore seperti biasanya?”“Hmm, aku terlambat. Jadi aku pulang saja.”“Kenapa? Terlambat, ‘kan bisa minta maaf.”“Itu dia, Ma. Aku tidak boleh masuk, jadi kenapa juga aku harus tetap di sana. Lebih baik aku pulang saja
Di balik topeng, malam itu Arga diam-diam melakukan penyamaran. Demi ingin mengetahui kebenaran tentang Gea, kekasihnya yang hilang kabar sejak kecelakaan itu. Arga hanya ingin mengetahui kebenarannya secara langsung untuk membenarkan perkataan Boy, temannya.“Aku tidak bisa tinggal diam, aku harus pergi malam ini juga. Pasti Gea dan yang lainnya akan ada di sana malam ini. Walaupun aku kesal dengan Gea, aku harus memastikan. Semoga apa yang di katakan Boy itu salah.” Katanya sambil melihat ke cermin dan dengan rapi menata kain yang menutupi wajahnya. Malam itu Arga bertekad pergi ke tempat biasanya dia balapan mobil.“Oke, sudah siap. Sepertinya aku harus pergi sekarang.” Arga melangkah keluar melalui pintu. Namun, langkahnya terhenti ketika teringat yang pasti ayahnya saat itu sedang menonton televisi seperti biasa di ruang tamu. Lalu, Arga melangkah mundur dan tanpa pikir panjang lagi Arga membuka jendela itu dan bertekad untuk keluar dari jendela itu. Dengan sangat hati-hati dia m
Sekitar jam 9 malam, Arga merayap kembali ke kamar melalui jendela. Setelah berhasil masuk ke dalam ruangan yang gelap, dan memang sengaja mematikan lampu sebelum berangkat tadi. Kemudian Arga menyalakan lampu di kamarnya. Spontan Arga terkejut melihat papanya duduk santai di tempat tidur. Arga hanya tersenyum saat melihat papanya sudah menganggukkan kepala berkali-kali ketika melihatnya saat itu. Padahal, Arga sudah terbiasa melakukan hal tersebut, bahkan papa Daniel pun tak heran lagi dengan kebiasaan Arga tersebut.“Apakah kamu sudah selesai dengan bisnis kamu?” tanya papa sambil main ponselnya. Pantulan kaca mata yang digunakan saat itu terlihat jelas Papa sedang sibuk melihat sosial medianya.“Cukup, Pa.” Dia menjawab dengan santai dan melepas pakaian dan topeng di wajahnya.“Haruskah, dengan berdandan seperti itu dan keluar tanpa izin? Jangan bilang kamu akan ikut balapan itu lagi.” Kata papa. Namun Arga tetap diam dan tidak mau menjawab pertanyaan papa.“Kenapa? Kamu malu kelua
“Elissa, barusan Mama mau telpon kamu. Untung kamu sudah datang. Ayo masuk, semuanya sudah tunggu kamu.” Mama berbalik dan masuk lebih dulu. Elissa berjalan pelan dengan ragu. Seolah-olah jalan di depan penuh duri atau pecahan kaca sehingga sulit untuk dilalui. Dengan tatapan tajam dan waspada melihat ke arah rumah. Elissa terus berjalan, dengan sesak napas yang tidak teratur. Mata tetap fokus melihat ke depan. Sehingga Elissa hampir terjatuh saat melangkah melewati pintu. Ujung kakinya tersandung pintu yang dilewatinya.“Oooo!” Posisinya yang hampir terjatuh membuat Elissa sangat malu. Karena banyak yang memandangnya dan tertawa.“Hati-hati, Elissa!” Kata Papa Daniel. Elissa menyeringai malu-malu dan terus menatap semua orang.“Untung Arga tidak ada di sana. Jika Arga melihatku jatuh, aku akan ditertawakan.” Dia berkata dengan lembut lalu berdiri dan bergabung dengan yang lain.“Ayo makan dulu, nanti setelah selesai makan kita mulai pembicaraan kita. Oh iya, Bik Lusy. Tolong panggil