Setelah tidak sengaja menyenggol Adel hingga jatuh, Elissa tidak peduli dan segera menuju kursi. Di sana dia menumpahkan tangisnya yang sudah tidak terbendung lagi.
“El, apa yang kamu lakukan?” Adel mendekati Elissa yang menangis di meja belajarnya. Adel memberi Elissa sebuah tisu yang dia miliki.“Kenapa kamu dekat-dekat! Aku miskin, aku sudah sering mengganggumu,” katanya dengan nada keras.“Bukankah teman menemani teman saat susah, meski dia tidak pernah dianggap teman?” Kata-kata itu membuat Elissa menghentikan amarahnya dan menatap wajah Adel yang saat ini berada di sampingnya.“Kamu serius? Jadi selama ini aku banyak merepotkanmu, tapi kamu masih menganggapku teman? Kamu tidak malu berteman denganku yang malang ini?”“Elissa, bagiku sahabat yang saling mengerti. Selama ini aku berusaha baik sama kamu, tapi apa kamu tidak mengerti aku? Aku butuh teman, dan tidak ada yang menemaniku. Apa salahku? Dan apa salahnya jika Aku baik padamu? Kita berteman 'kan?” Adel membuka kesempatan untuk Elissa saat ini yang tengah terpuruk dalam kesedihannya. Adel tahu, Elissa pasti butuh teman yang mengerti dia saat ini.“Adel, maafkan aku! Selama ini aku selalu mengganggumu. Meskipun kamu tidak pernah marah, bahkan sekarang kamu mau datang dan menemaniku ketika aku sendirian.”“Sudahlah, jangan sedih lagi, oke?”“Oke, kita berteman ya!”“Ya teman.” Ucap Adel.“Janji!” Elissa mengulurkan jari kelingking untuk saling mengikat janji.“Ya, aku berjanji, Elissa!” Adel pun menyetujui dan mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Elissa.Siapa sangka, orang yang selalu diremehkan Elissa, selalu di ganggu, ternyata adalah orang yang selama ini setia menemani Elissa diam-diam dalam situasi sulit. Adel tergolong anak yang pendiam, selama ini Adel hanya berteman dengan buku. Di mana pun Adel berada, hanya ada buku yang selalu Adel bawa dan baca. Namun kali ini, Adel berhasil menarik perhatian Elissa.‘Adel, tapi sepertinya dia lebih bisa diandalkan daripada Audrey. Awas kamu, Audrey!’ Gumamnya penuh kekesalan di dalam hatinya kepada sahabat yang kini menjadi pengkhianat.Saatnya istirahat, Elissa menuju ke tempat di mana kebanyakan anak laki-laki biasanya bermain basket, Leon dan timnya akan bermain. Karena itulah Elissa langsung pergi ke tempat itu.Leon adalah pria idola Elissa yang kedua selain Frans yang dia sukai. Entah berapa banyak pria yang Elissa suka.“Lagi pula, aku harus mendapatkan Leon. Mau tidak mau, titik! Tak peduli perjodohan dengan anak Paman Daniel.” Dia berkata sendiri saat melihat Leon dan yang lainnya bermain basket di lapangan.“Leon, semangat!” Kata Audrey saat itu menyemangati. Hal itu membuat Elissa kesal lagi. Terlebih lagi, melihat Leon menanggapi perkataan Audrey dengan senyuman. Status dan hari mengubah segalanya. Apa yang Elissa miliki sebelumnya sepertinya meninggalkannya dalam sekejap. Apa lagi yang dihadapi teman penghianat seperti Audrey. Hanya butuh dan dekat saat Elissa menjadi orang kaya.“Awas saja kamu, Audrey!”“Hei, suka boleh. Bodoh jangan!” Ucap Arga yang tiba-tiba berdiri di sampingnya. Tampan, tinggi, berkulit putih, tapi sayangnya musuh yang dibenci Elissa selama ini. Sepertinya cerita masa itu, tidak pernah dilupakan Elissa. Di mana Arga yang terus mengganggunya. Apa lagi kini harus bertemu lagi dengan Arga di kampus setelah pertemuan di hari hujan kemarin.“Uh, masalah. Kenapa kamu harus muncul lagi di depanku. Ah! Bikin aku kesal saja!” Elissa meninggalkan Arga saat itu juga. Arga hanya melebarkan senyumnya.“Lagi pula, siapa yang ingin bertemu denganmu di kampus ini.” Katanya setelah Elissa pergi.***“Ma,” Elissa datang untuk memeluk mamanya ketika dia baru saja pulang.“Apa yang kamu lakukan sayang?”“Lihat ini! Kulitku kusam, kering, panas. Kalau tiap hari begini aku tidak bisa, Ma. Masa aku harus naik ojek setiap hari. Beli mobil, Ma!”“Apa yang kamu katakan, Elissa? Mobil? Kamu tidak lihat, kamu tidak tahu ini semua! Kita tinggal di sini saja menumpang. Kamu harusnya berterima kasih!” Tiba-tiba Papa menyambar perkataan Elissa yang sedang manja dengan mamanya.“Cukup, Papa. Jangan ribut lagi!” Kata mama perlahan. Namun Elissa langsung marah dengan sikap papanya barusan.“Semua ini karena Papa. Kalau saja kita tidak bangkrut dan miskin, pasti kita tidak akan seperti ini. Bukan hanya kemewahan, bahkan teman-teman juga menjauh dariku saat ini, Pa!”“Kamu harus bisa menilai, lebih baik kamu kehilangan seribu teman saat kamu kaya. Tapi kamu mendapatkan satu teman yang setia saat kamu sedang susah, Elissa. Papa juga tidak mau jatuh miskin seperti ini, tapi Papa sendiri yang direndahkan, difitnah oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kamu juga harus bersyukur, masih ada orang yang peduli dengan kita saat ini. Lagi pula, Papa tidak mau tahu, kamu harus menikah dengan anak paman Daniel.”“Tapi, Pa!”“Tidak perlu berdebat. Pokoknya Papa akan segera mengatur jadwal pertemuan untukmu nanti.” Kata-kata Papa kali ini benar-benar membuat Elissa ketakutan. Elissa baru saja memasang wajah menyedihkan pada mamanya. Karena saat ini hanya Mama yang bisa menahan diri untuk membujuk Papa. Tapi percuma, sepertinya mama juga tidak bisa membantu Elissa kali ini.“Ma, aku tidak mau!” Ucapnya dengan wajah yang terlihat seperti sedang merayu mama Belinda.“Maafkan, Mama. Saat ini Mama tidak bisa membantumu, sayang!”“Mama,” ucapnya kesal.Elissa segera pergi dan masuk ke kamar yang ada di lantai atas. Elissa langsung duduk di dekat jendela.“Wanita secantik aku harus jatuh miskin, lalu diatur seperti Siti Nurbaya. Masa depanku akan seperti apa!” Kata-kata Elissa benar-benar membuat siapa saja tertawa mendengarnya. Sambil merenung, tiba-tiba Elissa melihat Arga melintas di depan rumahnya dengan berjalan kaki.“Mengapa dunia ini begitu kecil!” dia menggerutu. Kemudian dengan cepat Elissa mengambil pulpen. Elissa dengan cepat melemparkannya ke Arga. Lalu Elissa langsung bersembunyi di balik tirai jendela. Di balik tirai, Elissa tertawa. Karena pulpen yang dilempar Elissa tepat sasaran.“Aaaa! Siapa yang melempar pulpen ini?” Arga mengerang.Arga mengambil pulpen yang mengenai kepalanya. Kemudian terus berjalan tanpa peduli lagi siapa yang sudah melemparnya itu.Seperti biasa, pada malam hari Arga pasti akan pergi ke tempat diadakannya balapan mobil liar. Namun sebelum Arga melakukan balapan, tiba-tiba papanya datang.“Arga pulang. Papa ingin bicara denganmu.”“Bicara saja!” Dia berkata singkat dan tidak melihat wajah papanya sama sekali.“Sampai kapan kamu akan seperti ini?”“Aku tidak punya waktu lagi, Pa.”“Arga, kamu sedang berbicara dengan Papamu. Tolong hormati kata-kata Papa. Ayo kita pulang!” Papa Daniel memegang dan menarik tangan Arga.“Arrggh! Lepas!” Arga melemparkan tangan papa Daniel. Saat itu dia benar-benar malu dengan sikap dan ucapan papa yang mendatangi dirinya di depan teman-temannya.Papa Daniel, ternyata papa Arga. Yang artinya Arga akan dijodohkan dengan Elissa. Bagaimana mungkin musuh tapi menikah? Apakah perjodohan akan terjadi setelah keduanya mengetahui siapa yang akan dijodohkan kepada mereka?“Maaf, Papa harus lakukan ini. Kamu harus ikut Papa sekarang juga.” Papa Daniel harus menarik Arga untuk masuk ke dalam mobil. Malam itu banyak disaksikan oleh teman-teman Arga yang melihat langsung kejadian tersebut. Arga tidak bisa menahan diri sampai dia masuk ke dalam mobil. Teman-temannya hanya mengejek Arga saat itu juga.“Haha, anak Papa dijemput lagi.” Teman-teman Arga mengejek Arga.“Iya, takut diculik tante kalau tidak pulang mungkin. Haha!”“Bisa jadi!” Sahut yang lain lagi.Itulah yang mereka katakan satu sama lain. Sempat terdengar di telinga Arga dan ingin marah saat itu juga. Tapi papa tetap menarik Arga dengan paksa.“Awas saja kalian!” Ancamnya dari balik kaca mobil.“Arga, ayo. Ayo kita pulang!”Tiga puluh menit perjalanan, Arga dan papa Daniel tiba di rumah. Tempat balap mobil Arga memang tidak jauh. Karena itulah Arga lebih memilih untuk mengikuti hobinya bersama teman-teman lainnya.“Papa, apa yang salah? Main paksa saja. Di mana aku taruh wajahku ketika mereka se
Arga terus berusaha mengejar lawannya. Sedangkan di urutan ketiga adalah temannya yang akrab disapa Boy, yaitu teman dekat Arga.Beberapa menit berlalu, Arga hampir bisa menyalip mobil yang kini berada di posisi nomor satu itu. Tapi pemandangan di belakang sepertinya ada sesuatu yang terjadi.Brak! Tabrakan keras dari mobil belakang Arga yang lepas kendali menghantam mobil Arga yang ada di depannya. Hal ini mengakibatkan tabrakan fatal yang membuat setiap mobil terlempar hingga rusak parah. Keadaan mobil Boy saat itu juga terpental jauh. Namun beruntungnya Boy berhasil keluar sebelum mobilnya hancur menabrak bangunan, sehingga dia selamat dari kecelakaan maut terserah. Sementara itu, mobil Arga melaju di luar kendali dan menabrak pohon besar di jalan. Sehingga kaca mobil pecah dan wajah Arga terbentur keras oleh gagang setir mobil. Saat itu, wajah Arga terluka parah. Kemudian, setiap orang yang mengalami kecelakaan langsung dibawa ke rumah sakit.Salah satu teman Arga menghubungi papa
“Pa, aku tidak mau dijodohkan! Batalkan perjodohan ini segera.” Elissa tampak sangat marah dengan wajah yang sudah mulai merah merona. Sepertinya masalah itu sangat serius baginya. Tas ransel kesayangan yang selalu dibawa Elissa ke kampus di banting ke kursi tamu. Saat itu, Papa sedang bersantai membaca koran di kursinya. Kemudian papa Rajendra terkejut dengan sikap dan perkataan Elissa, yang tiba-tiba berbicara dengan nada tinggi dan melampiaskan amarahnya saat itu. “Apa maksudmu, Elissa! Tidak bisakah kamu sedikit turunkan nada bicaramu itu?" Ucap papa masih dengan nada rendah dan mencoba meredam amarah Elissa. Sembari sesekali meneguk kopinya.“Pa, pokoknya aku tidak mau dijodohkan. Titik!”“Kenapa? Bukannya kamu juga sudah setuju?” Papa masih bersikap tenang dan mulai meletakkan koran yang dipegangnya. Sambil sesekali menyeruput kopi yang sudah dingin di atas mejanya lagi. “Kapan aku bilang setuju? Aku tidak pernah menyetujui perjodohan ini. Aku bukan siti Nurbaya. Dijodohkan be
“Arga, akhirnya kamu sadar juga. Bagaimana kabarmu?”“Papa, aku baik-baik saja kok.”“Ya, syukurlah.”“Maafkan aku, Pa!”“Untuk apa?” Papa mengerutkan kening saat Arga meminta maaf pada papa Daniel.“Aku tidak mendengar apa yang Papa katakan. Andai aku tidak pergi malam itu. Mungkin tidak seperti ini jadinya.”“Yah, mungkin sudah jalannya. Jadikan ini pelajaran untuk kamu. Jangan banyak berpikir lagi, Papa sudah memaafkanmu. Tapi jangan lakukan lagi ya? Tolong hentikan, sayang.”“Aku tidak ingin berjanji, Pa. Karena sudah menjadi kebiasaanku. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin.”“Dengan keadaan kamu seperti ini, akan tetapi kamu belum bisa melepaskan kebiasaan buruk itu?”“Ada apa denganku, Papa? Aku baik-baik saja kok.”“Ini yang kamu maksud baik?”Papa memberikan telepon dan menyalakan kamera. Papa ingin menyadarkan Arga bahwa wajahnya hancur akibat kecelakaan itu. Tetapi karena Arga belum menyadarinya, Papa memberi tahu langsung wajah Arga yang di bungkus perban.“Lihat ini, lih
Semenjak jatuh miskin, mama Belinda membuat kue untuk usaha kecil-kecilannya. Pagi itu mama sudah sibuk di dapur dengan berbagai macam kue sudah siap dan di masukkan ke dalam kotak kue. Elissa baru saja bangun untuk mandi, namun dia menatap heran dengan mamanya yang sudah membuat kue sebanyak itu. Dengan menenteng handuk, rambut awut-awutan, Elissa datang mendekati mamanya yang masih sibuk.”“Ma, tumben buat kuenya banyak sekali.” Sambil mengambil satu kue dan memakannya.“Ini usaha baru Mama, kemarin waktu Mama jenguk Arga, dan banyak ngobrol sama papanya. Mereka beri kesempatan kita untuk berjualan di depan perusahaannya.”“Apa? Jadi Mama mau saja begitu?” Ucapnya tidak percaya, kalau mantan anak konglomerat sekarang jadi anak tukang jualan kue. ‘Duh, bahaya kalau sampai tahu teman kampus, apa lagi kalau Audrey tahu. Lagi-lagi, Paman Daniel lagi. Kenapa sih hidup aku rumit banget!’ Gumam Elissa kesal. Namun mulutnya saat itu terus menyantap beberapa kue di hadapannya.“Kalau tidak d
“Ya, ya, semoga rencana kita kali ini berhasil. Yang penting, saya berhasil membuat cerita ini seolah-olah keluarga Rajendra difitnah dan bangkrut. Dengan begitu, akan mudah bagi kita untuk menjalankan misi selanjutnya.” Perkataan papa Daniel saat itu membuat Elissa berpikir dan memutar otaknya dengan keras.“Nama papa disebut? Berarti sekarang yang sedang dibicarakan adalah papaku. Apa mungkin Paman Daniel ada hubungannya dengan ini? Jika benar, dia adalah teman yang telah mengkhianati papaku. Wah, ini tidak boleh dibiarkan!” ucapnya pelan, lalu mendengarkan percakapan selanjutnya yang dibicarakan papanya Elissa.Ada suara sumbang lain di balik dinding berbicara dengan seseorang di telepon. Hal ini membuat Elissa semakin yakin bahwa paman Daniel terlibat dalam masalah ini. Tiba-tiba pelayan paman Daniel keluar dan menangkap basah Elissa.“Nona Elissa, mengapa kamu ada di situ?”“Hei Bibi Lusy. Aku baru saja mengantarkan kue, maaf aku harus pulang!“Oh, kue yang kami pesan dari Mama n
“Elissa, kok diam!” Mama membuyarkan lamunan Elissa.“Ha?” Elissa terperangah kaget.“Hem, ya sudahlah lupakan. Ayo kita pulang.” Akhirnya, Mama mengajak pulang.“Iya, Ma.”Akhirnya, mereka semua pulang. Sepanjang jalan, Elissa terdiam ragu. Meskipun dia diam, pikirannya ada di tempat lain.“Elissa, kenapa kamu diam saja sejak tadi? Ada apa?” Tanya Mama.“Oh iya, kamu bilang mau ngomong sama Mama. Kayaknya penting banget, maaf. Mama lagi sibuk.” Tambah mama lagi.Di ruang tamu, dan menikmati sisa kue buatan mama. Papa dan mama duduk di kursi sofa, Elissa duduk di depan orang tuanya. Elissa masih terdiam ragu, sebenarnya ini adalah kesempatan untuk membicarakan hal ini dengan Mama dan Papa.“Elissa, ada apa? Kenapa juga kamu pulang lebih awal hari ini? Bukannya kamu pulang sore seperti biasanya?”“Hmm, aku terlambat. Jadi aku pulang saja.”“Kenapa? Terlambat, ‘kan bisa minta maaf.”“Itu dia, Ma. Aku tidak boleh masuk, jadi kenapa juga aku harus tetap di sana. Lebih baik aku pulang saja
Di balik topeng, malam itu Arga diam-diam melakukan penyamaran. Demi ingin mengetahui kebenaran tentang Gea, kekasihnya yang hilang kabar sejak kecelakaan itu. Arga hanya ingin mengetahui kebenarannya secara langsung untuk membenarkan perkataan Boy, temannya.“Aku tidak bisa tinggal diam, aku harus pergi malam ini juga. Pasti Gea dan yang lainnya akan ada di sana malam ini. Walaupun aku kesal dengan Gea, aku harus memastikan. Semoga apa yang di katakan Boy itu salah.” Katanya sambil melihat ke cermin dan dengan rapi menata kain yang menutupi wajahnya. Malam itu Arga bertekad pergi ke tempat biasanya dia balapan mobil.“Oke, sudah siap. Sepertinya aku harus pergi sekarang.” Arga melangkah keluar melalui pintu. Namun, langkahnya terhenti ketika teringat yang pasti ayahnya saat itu sedang menonton televisi seperti biasa di ruang tamu. Lalu, Arga melangkah mundur dan tanpa pikir panjang lagi Arga membuka jendela itu dan bertekad untuk keluar dari jendela itu. Dengan sangat hati-hati dia m