Share

Bab 4

Operasi pengangkatan kanker pankreas pada sang ibu sedang berjalan. Shania di temani oleh Leonard di ruang luar ruang operasi.

"Shania, ibu pasti baik-baik saja. Percayalah," ucap Leonard mencoba menengkan Shania.

Shania hanya mengangguk dan mulai bersandar pada dada bidang Leonard. Sembari Leonard mengusap kepala Shania, jika dilihat mereka persis seperti sepasang kekasih.

Tanpa keduanya sadar, Steven telah berdiri tidak jauh dari mereka. Dia melihat posisi romantis itu dengan matanya sendiri. Steven pun mengepalkan tangannya lalu meninggalkan rumah sakit itu dalam keadaan marah.

Sementara Shania masih bersandar, tiba-tiba ponselnya kentangnya itu berbunyi. Nama Steven tertera pada layar ponsel.

Shania menjawab tanpa mau bergerak seinci pun dari dada bidang Leonard.

"Aku masih menunggu ibu ku operasi," ucap Shania lebih dulu.

"Iya, sambil bermesraan bersama kekasihmu!" sahut Steven dari seberang sana.

"Aku tidak ada kekasih, jangan membual sembarangan," jawab Shania polos.

"Terus yang sandari itu siapa? Kau kira aku buta!" ujar Steven emosi.

"Oh, Leonard. Hmm," sahut Shania lalu bergumam.

Leonard yang namanya disebut pun menjawab Shania dan suara Leonard terdengar di dalam panggilan telepon Steven.

"Ada apa Shania?" jawab Leonard dengan tangan masih betah mengusap kepala Shania.

"Tidak, Leo," ujar Shania.

Sementara, Steven yang mendengar nada suara Shania yang lebih lembut ketika berbicara kepada Leonard langsung mematikan panggilan secara sepihak.

"Sial! Perempuan ini benar-benar tidak tahu diri!" maki Steven, "Sean, kau harus menambah poin terakhir dalam kontrak itu dan katakan tidak boleh berhubungan dengan pria lain!" lanjut Steven lagi.

Sean mengangguk lalu segera menambahkan poin pada kontrak perjanjian itu. Kebetulan, Seam sedang menggunakan laptop untuk memeriksa beberapa laporan sebelum dikirim langsung ke email Steven.

Kembali ke rumah sakit di mana Shania berada.

"Leo, Steven mengira kau kekasih ku," ucap Shania.

"Terus dia memarahi kau? Apa aku harus menjaga jarak dengan kau juga?" tanya Leonard dengan wajah penasaran.

"Mungkin dia akan meminta aku menjauhi kau, tetapi tenang saja tidak semudah itu dia bisa mengawal setiap gerak gerikku!" jawab Shania.

Sepertinya, Shania sudah mulai menebak sifat asli Steven. Namun, Shania tidak akan membiarkan dirinya dikekang apalagi hubungan pernikahan ini menurutnya akan terjadi sementara saja.

Shania telah berfirasat bahwa Steven akan menyulitkan dirinya. Oleh itu, Shania tinggal hanya menunggu hal itu terjadi lalu memikirkan rencananya sendiri.

***

Keesokannya, Shania telah pulang ke rumah miliknya dengan sang ibu. Dia bersyukur karena operasi semalam berjalan dengan lancar.

Shania pulang ke rumahnya karena ingin membersihkan diri, namun belum saja dia melangkah masuk ke kamar, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah Shania dengan kuat.

"Siapa? Siang-siang begini?" tanya Shania pada dirinya sendiri.

Shania pun tidak menunggu lama dan langsung saja membuka pintu utama rumah itu. Mata Shania dibuat membulat ketika melihat wajah Steven, pria yang merupakan suami dadakannya kini berada di hadapan pintu rumahnya.

Tanpa permisi, Steven menolak pintu itu dengan lebar lalu memasuki rumah Shania. Dia melihat ke sekitarnya dan mulai duduk di atas sofa ruang tengah.

"Kalian periksa setiap sudut!" perintah Steven.

Shania yang masih berdiri dekat pintu pun harus menepi karena beberapa pria asing masuk dan langsung memeriksa isi rumah Shania.

"Ck, kau cari apa?" tanya Shania.

"Cari kekasih sialan kau itu!" jawab Steven dingin.

Shania mendengus ketika mendengar ucapan Steven. Namun, dia tidak bisa menjelaskan tentang Leonard dengan berlebihan apalagi Shania belum tahu semua tentang Steven.

"Sudah Tuan! Pria itu tidak berada di rumah ini," ucap salah satu pria tadi.

"Lah, memang Leonard tidak ada di sini. Emangnya dia mau buat apa di rumah aku?" sahut Shania dengan sinis.

"Kau sudah menikah dan kau berselingkuh!" bentak Steven.

Namun, tidak ada gurat gusar karena takut pada wajah Shania. Hal itu, membuat Steven semakin kesal lalu memanggil Sean untuk mengeluarkan kontrak yang telah dia sediakan.

"Silakan baca ini!" Steven melempar sekeping map yang berisi dokumen itu pada Shania.

Shania menatap tajam ke arah Steven karena sifatnya. Benar-benar pria kaya yang tidak memiliki sopan santun! Begitulah menurut Shania.

Shania pun membuka map tersebut lalu membaca setiap isi dokumen yang bertuliskan tentang kontrak pernikahan.

'Uang bulanan 2 miliar, ini cukup untuk memenuhi kebutuhan rawat kemotrapi ibu. Ck, sekali lagi aku harus menerima kontrak ini,' batin Shania.

"Bagaimana? Kalau se--" ucapan Steven terhenti ketika Shania mencapai pulpen yang berada di atas meja lalu menandatangan kontrak perjanjian pernikahan itu.

'Ternyata dia matre!' ejek Steven dalam hati.

"Sudah selesai dan kalau tidak ada apa-apa lagi, silakan pergi karena aku masih memburu waktu untuk ke rumah sakit," jelas Shania.

Steven menyeringai, dia terlihat begitu mengerikan di mata orang-orang yang menakuti dirinya, sedangkan bagi Shania, Steven hanyalah sebagai sumber uang perawatan sang ibu.

"Apa kau tidak membaca dengan seksama setiap poin di dalam kontrak itu? Kau harus tinggal bersama aku dan harus melayani aku seperti seorang istri yang melayani suami pada umumnya," ucap Steven memperingatkan Shania.

"Aku tahu, tetapi ibu aku baru saja selesai operasi dan kau sebagai suami pada umumnya harus mengerti," jawab Shania.

Steven tidak menyangka ternyata Steven berani menjawab ucapannya. Dia mulai tertawa kecil karena menganggap remeh seorang Shania.

"Baiklah, untuk seminggu ini aku izinkan kau merawat ibu kau, tetapi setelah seminggu kau harus pulang ke apartemen aku dan layani aku sebagai suami kau!" ujar Steven dengan tegas.

Shania hanya tersenyum dan tidak menjawab ucapan Steven. Dia mungkin bisa menebak teka teki yang ada pada pikiran Steven.

"Oh iya, jangan lupa poin terakhir. Putuskan pria itu dan kau tidak boleh berhubungan dengan pria lain selain aku," lanjut Steven, lagi-lagi memperingati Shania.

"Jangan khawatir, aku akan mengikuti semua syarat yang kau ajukan, tetapi aku ingin menambah satu syarat dari aku pada kontrak perjanjian ini, bisa kan?" ucap Shania dengan senyuman palsunya.

"Hanya satu? Bisa saja, kau hanya perlu tambah di bagian bawah poin terakhir." Steven kembali menyerahkan pulpen pada Shania.

Shania menerima pulpen dari Steven dan langsung saja menulis satu syarat yang dia maksudkan tadi. Setelah selesai, Shania menyerahkan dokumen itu pada Steven untuk dibaca dan ditandatangani.

Ketika Steven membaca syarat Shania, dia merasa sedikit kesal karena awalnya dia mengira Shania akan menulis tentang harta yang harus Shania dapati, tetapi yang Shania tulis sangat jauh dari pikirannya.

'Jangan mencampuri sedikit pun urusan pribadinya? Emang urusan pribadi apa yang dia ada? Kenapa dia tidak menulis untuk mendapat keuntungan dirinya dari aku. Ck, wanita ini memang aneh! Tapi tunggu saja, aku akan membuat kau menderita setelah kau merasa tersanjungi dengan sikapku!' ucap Steven dalam hati.

Bersambung...

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status