Share

Bab 3

Pernikahan antara Shania dan Steven terjadi sekelip mata. Kini mereka telah pulang dari pemberkatan oleh pendeta di gereja.

Shania tidak bisa berkata apa-apa, entah kenapa dia hanya diam dan mengikuti saja ucapan kedua beradik tersebut. Sementara, Stella pula terlihat begitu puas.

"Oh ya, Kak Shania. Sekarangkan, Kakak sudah menjadi seorang istri. Jadi aku harap, Kakak bisa memutuskan hubungan Kakak dengan pacar Kakak karena status Kakak bukan lagi lajang," saran Stella yang penuh dengan maksud tersirat.

"Maaf, tetapi aku tidak punya pacar," jawab Shania.

"Le-- err maksud aku, benarkah?" tanya Stella lagi.

Shania hanya mengangguk saja untuk membenarkan kata-katanya, sedangkan Steven hanya diam menatap ke arah jalan raya yang penuh dengan kenderaan.

Tiba-tiba Shania teringat dengan kejadian 2 minggu yang lalu dan ternyata ini bukanlah kali pertama dia bertemu dengan Steven dan Stella.

'Ck, ternyata waktu itu ya! Pantas saja dia tahu tentang ibu,' batin Shania sambil dalam diam mencuri pandang ke arah Steven.

Kini mereka telah sampai di apartemen milik Steven, sedangkan Stella pamit untuk pergi ke kantor dan memberikan waktu untuk Shania dan Steven bersama.

"Uang 1 miliar yang kau janjikan?" tanya Shania.

Steven menoleh ke arah Shania lalu tersenyum miring. Dia pun berjalan ke arah Shania dan ketika mereka telah berhadapan, Steven mencengkaram dagu Shania dengan kuat.

"Wanita matre! Ternyata kau sengaja menjebakku," ucap Steven. "Aku akan memberimu uang, tetapi aku harus tahu dulu. Uang itu untuk apa?" lanjut Steven.

"Kau sudah sepakat denganku dan jangan masuk campur urusanku!" jawab Shania ketus.

Steven berdecih, dia melepaskan cengkeram tangannya pada dagu Shania dengan kasar. Dia membalikkan tubuhnya lalu mengeluarkan kartu atm dan dilemparkan ke atas lantai.

"Di dalam itu ada uang 1 miliar dan pinnya 000000. Silakan ambil," ucap Steven.

Steven dengan jalan santainya meninggalkan Shania di ruang tamu sendiri. Sebenarnya dia sendiri merasa pusing dengan keputusan yang dia ambil.

Shania langsung saja mengambil kartu atm itu lalu keluar dari apartemen Steven. Dia tidak peduli dengan dirinya yang direndahkan karena yang penting dia mendapatkan uang biaya pengobatan sang ibu.

Setelah tiba di rumah sakit, Shania langsung melunasi biaya pengobatan sang ibu dan biaya untuk operasi pengangkatan kanker.

Mahen mengatakan pada Shania bahwa operasi akan dijalankan besok malam dan meminta Shania berdoa untuk kelancaran dan keselamatan sang ibu.

Saat ini, Shania sedang duduk di sisi ranjang brankar ibunya. Dia tersenyum sembari mengusap tangan milik ibunya.

"Ibu, Nia sudah mendapatkan uang. Ibu akan sembuh dan Nia berjanji akan terus berusaha dan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik kita," ucap Shania.

Tiba-tiba pintu ruang inap ibu Shania terbuka dan muncullah Leonard.

"Shania ...," panggil Leonard.

"Ibu, Nia keluar sebentar ya. Nanti Nia akan kembali menemani Ibu," pamit Shania pada ibunya.

Shania keluar dari ruang inap sang ibu dan disusuli oleh Leonard.

"Shania, apa maksud pesanmu? Aku tidak mengerti," ucap Leonard.

"Kita bicara di kafe depan saja, Leo," jawab Shania.

Leonard dengan wajah yang khawatir pun mengikuti saja ucapan Shania karena dirinya memang butuh penjelasan dari Shania tentang pesan yang dikirim oleh Shania tadi pagi.

Di kafe depan rumah sakit.

"Apa maksudmu kau sudah menikah? Menikah dengan pria mana? Apa jangan-jangan kau menjual diri kau ke om-om biar bisa dapat uang?" tanya Leonard dengan beruntun.

"Bisa tidak tanya tu cukup satu soalan saja," jawab Shania.

"Tidak-tidak! Aku sudah diberi tanggungjawab untuk menjaga kau, Shania dan kau tiba-tiba memberiku kabar yang aku sendiri tidak mengerti maksudnya," protes Leonard.

"Apa yang kau tidak mengerti, semuanya sudah aku katakan dalam pesan tadi pagi. Aku sudah menikah dan mendapatkan uang untuk pengobatan ibu," jelas Shania.

"Tapi alasannya apa? Kenapa kau tiba-tiba menikah?" tanya Leonard masih tidak puas.

Shania menatap Leonard dengan tatapan sendu, dia menghela napas panjang lalu menceritakan semua yang terjadi dan kenapa begitu cepat.

"Tapi kau menikah dengan orang yang kau tidak kenal dan sama sekali tidak mencintainya. Apa kau bisa? Pernikahan bukan hal main-main Shania," ucap Leonard setelah mendengar semua penjelasan Shania.

"Aku tahu, Leo. Aku tidak jamin pernikahan ini akan bertahan atau tidak tapi yang penting ibu sudah terselamatkan," jawab Shania.

"Maafkan aku, aku telah gagal menjaga kau ... Nia," sahut Leonard dengan lirih dan mulai menunduk karena merasa bersalah.

"Bukan salah aku, Leo. Anggap saja ini adalah takdir. Kau juga belum gagal, Leo. Kau sedang berusaha membantu aku mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milik aku dan ibu," kata Shania.

***

"Apa! Natalia akan dioperasi? Tapi dari mana mereka mendapatkan uang?" tanya Johnsen pada anak buah yang selalu memberi laporan tentang Shania dan ibunya.

"Maaf Tuan, saya belum bisa pastikan karena sudah 3 hari ini Shania tidak bisa ditemukan, tetapi ketika dia datang ke rumah sakit dia langsung melunaskan biaya pengobatan dan biaya operasi ibunya," jelas anak buah itu.

"Ck, jangan sampai mereka punya rencana kalau Natalia kembali sembuh, apalagi Shania sudah hampir genap berumur 19 tahun," ujar Johnsen yang terlihat khawatir.

Johnsen mulai mencari ide untuk menggagalkan rencana operasi Natalia berjalan lancar karena bisa saja setelah Natalia sembuh mereka menuntut hak milik mereka. Apalagi, dalam beberapa bulan lagi Shania akan genap berumur 19 tahun seperti di dalam surat wasiat yang pernah ditulis oleh mendiang ayah Shania.

Entah apa yang akan dilakukan oleh Johnsen, karena dia tidak akan membiarkan hal ini terjadi.

"Pah, kenapa tidak kita bunuh saja keduanya," ucap Calista yang merupakan istri Johnsen.

"Jika kita hendak melakukan itu, kita harus ada rencana yang mantap Sayang, jangan sampai bertindak gegabah," sahut Johnsen.

"Kita bisa lakukannya seperti 5 tahun yang lalu," ujar Calista memberi ide.

Johnsen melihat sang istri lalu tersenyum. Ada benarnya juga, kenapa tidak melakukan rencana seperti 5 tahun yang lalu. Johnsen memuji Calista karena sarannya sungguh masuk akal.

Untuk saat ini mereka akan berdiam saja karena Johnsen ingin melenyapkan sekaligus dua orang yang bisa menggugat posisinya di perusahaan yang dikendali oleh Johnsen saat ini.

'Cristo, maaf! Tapi perusahaan kau harus menjadi milikku,' batin Johnsen.

**

Steven membaca dokumen yang telah dia minta untuk ditandatangani oleh Shania. Sudut bibirnya terangkat.

"Bagus Sean! Semua ini akan memudahkan aku untuk membalas dendam 5 tahun lalu," ujar Steven.

'Shania, Shania ... aku akan membuat kau hidup menderita dan berakhir dengan tragis seperti yang dirasakan oleh Melinda,' ucap Steven dalam hati.

Steven meletakkan dokumen itu di atas meja lalu memasang wajah yang menakutkan. Rasa marah masih saja membuncah di dalam hatinya karena kematian mendiang tunangan yang sangat dia cintai.

"Kau tunggu giliranmu!"

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status