"Aku cuma bertanya," jawab Steven dingin.Shania memasang wajah datar. Lalu berkata, "Ok, oh ya, aku ingin keluar sedikit, ada yang aku harus beli."Steven diam, dia menatap Shania dengan intens seperti ingin membaca pikiran Shania. Namun, apa yang dia cari tidak terlihat."Terserah, yang penting kau harus pulang sebelum jam 12 malam," sahut Steven."Aku hanya pergi ke toko 24 jam di seberang jalan, tidak butuh sampai berjam-jam," ujar Shania.Steven menjeling lalu lanjut memasuki kamar miliknya, dia tidak ingin peduli tentang Shania. Selama, Shania tidak berhubungan dengan pria lain.Setelah melihat Steven menutup pintu kamar dengan rapat, Shania kembali membalas pesan Leonard. Dia memberitahu Leonard untuk menemuinya, di toko 24 jam seberang jalan yang berdekatan dengan apartemen Steven.Shania pun bersiap-siap untuk keluar. Dia menggunakan baju yang agak tebal karena masih merasa kedinginan.Ketika telah tiba di toko seberang jalan, Shania menunggu Leonard di dalam toko dan berdiri
Leonard menatap wajah Shania penuh kasih. Dia tersenyum lalu mengusap puncak kepala Shania."Kau mau aku menganggap kau seperti apa?" bukan menjawab, Leonard malah kembali bertanya.Shania hanya diam, dia juga tidak tahu ingin menjawab seperti apa. Apalagi, dirinya sudah berstatus istri. Andai saja Leonard mau mengerti mungkin Shania bisa lebih yakin dalam memberi jawaban."Terserah kau, Leo," jawab Shania. "Kalau begitu, apa kau mau menganggapku sebagai satu-satunya keluarga yang ada di dunia ini?" ujar Leonard sembari bertanya.Sudut bibir Shania terangkat ke atas, dia lantas memeluk Leonard. Sangat berharap urusannya bersama Steven cepat selesai."Leo, aku harus pergi. Nanti, kita bertemu lagi ya. Kau tetap jaga diri dan selalu berhati-hati," ucap Shania setelah melepaskan pelukkannya."Kau juga, jangan terlalu khawatir. Aku bisa menjaga diriku sendiri dan yang harus dikhawatirkan itu kau, jangan mudah termakan jebak
"Shania? Bukankah kau ...?" Leonard terlihat kaget."Aku sebenarnya, kebutulan ingin mampir loh," jelas Shania.Leonard mendekati Shania yang mengenakan masker putih dan kaca mata biasa, agar bisa menutupi dirinya. Namun, penampilannya mudah ditebak oleh Leonard."Kita makan siang yuk," ajak Leonard.Shania mengangguk lalu memasuki taksi yang telah menunggu Leonard sedari tadi. Sepanjang perjalanan, Shania terlihat diam."Shania, kita sudah hampir mencapainya," ucap Leonard memecah keheningan di antara mereka."Leo, kalau suatu hari aku jadi jahat. Aku minta padamu teruskan rencana kita," ujar Shania."Jahat? Apa maksud kau?" Leonard bingung.Shania pun mengeluarkan botol kecil dari dalam tas selempangnya, lalu ditunjukkan pada Leonard.Mata Leonard membulat, dia menatap Shania tidak percaya lalu kembali menatap botol kecil itu. Leonard mulai menunjukkan raut wajah khawatir."Paman, berhenti di taman depan," ucap Leonard tiba-tiba.Singkatnya, kini Leonard dan Shania sudah duduk di ba
"Kenapa mereka juga berada di sini?" tanya Leonard pada Shania.Shania menoleh sekilas ke arah Stella dan Steven yang berada tidak jauh dari brankar Leonard. Dia pun mengendikkan bahunya."Bagaimana perasaan kau?" tanya Shania kemudian."Baik saja, tetapi suasana hatiku benar-benar buruk," jawab Leonard.Tiba-tiba Stella memberanikan diri mendekati brankar Leonard. Stella juga memasang wajah bersalah dan sangat berharap Leonard bisa memaafkannya."Leo, aku ... kami meminta maaf atas kesalahpahaman selama ini," kata Stella dengan nada rendah.Leonard hanya menoleh sekilas ke arah Stella, lalu di menatap Shania dengan tatapan yang sulit diartikan."Shania, aku ingin beristirahat, bisakah biarkan aku sendiri," pinta Leonard.Shania hanya mengangguk lalu segera keluar dari kamar dan disusuli oleh Steven. Sementara, Stella masih berdiri di tempat, menatap Leonard dengan penuh berharap."Leo," panggil Stella.Leonard mengabaikan Stella, dia menutup matanya lalu menarik selimut menutupi hing
Shania menggelengkan kepalanya. Siapa Melinda? Kenapa wanita asing ini bertanya padanya dengan nada sedikit menyindir."Terus kau siapa?" tanya wanita itu lagi."Shania," jawab Shania jujur dan singkat.Wanita tadi memicingkan matanya, dia sepertinya coba mengingat nama Shania jika dia pernah mendengarnya. Akan tetapi, nama itu tidak pernah keluar dari mulut Steven."Kau buat apa di sini?" Wanita itu kembali bertanya."Aku istri pria tadi." Lagi-lagi Shania menjawab dengan jujur.Mata wanita tadi membulat hingga kakinya melangkah mundur karena saking kagetnya. Dia meneguk air liur, kenapa dia baru tahu bahwa Steven mempunyai istri."Err.. maafkan aku karena bersikap sedikit sombong, kenalkan aku Kaila, teman sekaligus sekretaris tuan Steven," ucap wanita tadi yang bernama Kaila.Shania mengerutkan dahinya, dia menatap tangan Kaila yang ingin bersalaman padanya. Kaila saat ini terlihat lebih sopan, ketimbang beberapa menit tadi, walaupun pakaiannya sangat terbuka."Jangan terlalu sopan
"Leo, kau di mana?" tanya Shania lewat panggilan telepon."Aku masih di lapangan, ada apa? Kau terdengar cemas?" sahut Leonard dari seberang sana."Aku cuma mengkhawatirkan kau, Leo," jawab Shania jujur.Leonard yang berada di seberang sana tersenyum mendengar ucapan Shania. Andaikan tidak ada batas pemisah antara mereka sudah tentu Shania akan menjadi satu-satunya wanita yang akan mendampingi dirinya."Aku akan pulang besok, kita bisa bertemu lusa," beritahu Leonard."Aku menunggumu! Cepatlah pulang dan senantiasa berhati-hati di mana pun kau berada," pesan Shania.Beberapa menit kemudian, Shania akhirnya bisa tenang walaupun jantungnya masih saja berdebar."Mungkin aku hanya terlalu banyak berpikir. Sudahlah, aku harus tetap positif," ucap Shania sembari mengusap dadanya.Shania pun melanjutkan pekerjaannya yang tertunda tadi. Dia memberesi serpihan kaca, lalu membuangnya ke dalam tong sampah setelah membungkusi kaca tersebut menggunakan kain lusuh miliknya.Singkatnya, malam telah
Steven keluar dari apartemen tanpa memakan sarapan paginya. Raut wajahnya terlihat begitu cemas setelah berbicara bersama Carry lewat panggilan telepon.Huh..Shania hanya bisa menghela napas panjang sambil menatap sarapan sereal buah-buahan yang telah dia siapkan.Sementara, Steven pula telah melajukan mobilnya menuju ke bandara. Dia akan menaiki pesawat secara dadakan demi memastikan ucapan Carry.Sepanjang perjalanan, Steven begitu berharap sebuah keajaiban, karena sudah lebih dari 5 tahun ini dia masih belum bisa melupakan sosok wanita yang sangat dia cintai.***Kembali ke satu jam yang lalu, ketika Steeven menerima pesan dari Carry yang merupakan salah satu temannya. Dalam pesanan yang dikirim oleh Carry, dia mengatakan bahwa telah melihat sosok wanita yang mirip dengan mantan tunangan Steven, Melinda.Carry juga tidak lupa menyertakan dengan foto yang memperlihatkan wajah yang dimaksudkan oleh Carry.Oleh itu, Steven merasa kaget sekaligus bingung, karenna wajah wanita itu sam
Leonard hanya menatap sinis ke arah wanita itu. Tidak mungkin dia mau menikahi wanita yang sebenarnya dia benci. Tanpa banyak berbicara, Leonard langsung saja berdiri dan kembali mengenakan jaketnya dan keluar dari kamar hotel itu tanpa berpamitan."Ck, aku akan memaksa papa agar menjadi milikku!" ucap wanita itu lirih.Leonard pula, langsung melajukan mobilnya dengan kelajuan tinggi, dengan perasaan bersalah terhadap Shania. Ini bukan kehendaknya, namun dia juga telah berpikir berulangkali. Dirinya sangat tidak layak berdiri di samping ShaniaTujuan ingin kembali ke rumah, malah mobil Leonard berhenti di seberang jalan di mana apartemen Steven berada. Leonard menatap apartemen itu dengan sendu.Rasa bersalah semakin menghimpit dadanya hingga membuat Leonard sesak. "Aku harus menghindarinya untuk berapa hari ini," ucap Leonard.Leonard pun akhirnya melajukan mobil dengan cepat. Tanpa dia sadar, Shania berdiri di hadapan toko grosir menatap ke arah Leonard."Kau terlihat aneh, Leonard