Share

Bab 2. Kontrak Dimulai

Pagi ini sangat cerah. Seorang perempuan itu masih saja tertidur pulas di atas ranjang empuknya itu. Tiba-tiba terbangun karena ada seseorang yang menelponnya, 

“Astaga, siapa sih,” lirihnya. Dengan mata terpejam, Oliv segera mengambil ponsel yang kini berada di meja dan mengangkatnya tanpa melihat nama. 

“Hallo, siapa?”

‘Maaf Nona Oliv. Saya asisten pribadinya Tuan Nick. Saya sudah di depan rumah Nona untuk menjemput Noona.’

Oliv terdiam sejenak. Sedetik pula ia membulatkan matanya dan bangun dari tidurnya. “Bentar, Pak? Di depan rumah saya?” tanyanya kembali untuk memastikan. 

‘Iya, Nona.’

Oliv segera bangkit dari kasur dan mengintip dari sela horden. Ternyata benar, ada sebuah mobil mewah di depan rumahnya. “Astaga, kenapa mendadak sih? Kan bisa kirim pesan dulu si Nick,” batinnya.

“Engh–baik, Pak. Tunggu di depan ya. Saya siap-sial dulu,” katanya sebelum mematikan panggilan di sana. 

Oliv merasa bingung. Kemudian ia buru-buru untuk mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi untuk melakukan ritual mandi di dalam sana. 

Setelah rapi dengan memakai dress dan makeup naturalnya itu. Oliv segera keluar dari kamarnya. Ia melirik ke kamar mamanya itu, sepertinya mamanya belum bangun. Papanya? Sudah pisah dengan mamanya sejak satu tahun yang lalu.

Perempuan itu segera keluar dan mendekat ke pria masih muda yang masih menunggu di depan sana. “Tuan Nick, di mana ya, pak?”

“Dia masih di kantor, dia akan ke sana setelah selesai tugas di sana. Nona akan dikenalkan keluarga Tuan di sana. Silakan masuk, Nona.” Pria yang bernama Mark itu membuka pintu mobil untuk Oliv. 

Oliv mengangguk paham. Seperti pria itu tidak seperti pria diluar sana. Sangat penting, pantas saja pria itu mengirimkan asisten untuk menjemputnya. Perempuan itu masuk ke dalam mobil itu, tepatnya di belakang. Dan Mark masuk juga di jok pengemudi, sebelum menjalankan mobil itu. 

Di sana Oliv hanya diam dan menatap punggung Mark. Beberapa menit kemudian, mereka akhirnya sampai di kediaman Nick. 

Oliv segera menuruni mobil dan melihat rumah megah. “Rumahnya bagus banget,” gumamnya. 

“Makasih Mark. Ayo masuk, jangan menghabiskan waktu saya.”

Oliv menyadarkan lamunannya. Ia menatap punggung Nick. “Kalau gitu, kenapa harus asistennya yang menjemput? Gila ya dia?” gumamnya, kemudian ia mengikuti pria itu dari belakang. 

Oliv nampak gugup saat sudah masuk ke dalam rumah itu. Tangannya terasa dingin kali ini. 

“Tenangkan dirimu, orang tuaku tidak akan menggigitmu,” kata Nick setelah melihat gelagat Oliv. 

Oliv melirik ke samping dan menghela napas kasar. “Siapa juga yang bilang mereka mau gigit?” ucapnya sambil mendesis pelan. 

Pertemuan antara dirinya dan orang tua Nick cukup menggugupkan. Apalagi, orang tua Nick menyuruh mereka menikah Minggu depan. 

“Mau minum?” tawar Nick sambil memberikan segelas wine ke Oliv. 

Oliv menautkan alis saat pria itu menawarkan alkohol untuknya. “Nggak, minum aja sendiri. Aku nggak minum kayak gituan.”

Nick mendesis pelan. “Begitu? Saya tidak yakin kalau kamu tidak akan minum minuman alkohol,” kata pria itu sambil meneguk minuman itu. 

Oliv menatap Nick dengan sinis. Dia melihat ke sekitar halaman rumah itu. Dekor yang sangat cantik. Sepertinya orang tua Nick benar-benar niat untuk ini. 

“Bagaimana? Rumah saya sangat bagus kan? Nanti kamu akan tinggal di tempat ini. Jika kamu mau. Tapi, sepertinya saya akan membawamu ke apartemen pribadi saya setelah sebulan pernikahan.”

Oliv memutarkan bolamatanya sekilas. “Terserah kamu sih, aku nggak ikut campur. Yang penting kamu nggak macem-macem saja sama aku,” katanya. Kemudian ia melangkahkan kakinya ke meja makan dan mengambil cake yang sudah disediakan. Lalu memakannya dengan pelan. 

“Meskipun rumahnya sangat mewah dan juga besar. Tapi rumahnya terlihat sepi. Sayangnya orang tua Nick langusng balik, sesibuk itukah mereka,” gumamnya. 

Oliv menghela napas kasar. Ia mengambil ponsel untuk mengambil selfienya sendiri. “Astaga, cantik sekali.”

“Sopan banget foto di rumah orang tidak izin yang punya dulu,” sindir pria itu. 

Perempuan itu menoleh ke sumber suara. Keningnya mengkerut ketika melihat pria itu sudah berada di sampingnya. 

“Dih, apa urusannya sama kamu?”

“Tapi ini rumah saya. Jadi, saya berhak untuk bicara seperti itu.”

Oliv memincingkan matanya. “Setres ya nih anak?” batinnya. 

“Saya habis ini tidak bisa menemanimu, kalau mau balik, balik saja.”

Oliv terdiam dan menatap pria itu dengan wajah tidak percaya. “Are you serious?”

Nick berdehem pelan. 

“Ah ya, pernikahan kita akan dilakukan seminggu lagi. Jadi, jangan sampai kamu tidak merawat diri kamu. Jangan pernah mempermalukan saya di depan orang banyak,” kata Nick sebelum pergi dari tempat itu. 

Oliv mencerna omongan pria itu barusan. Dia menatap punggung pria itu yang semakin menghilang dari pandangannya. “Sumpah, ngeselin banget sih tuh orang! udah disuruh balik sendiri bawel lagi,” gerutunya. 

Perempuan itu mengambil jus jeruk di sana dan meneguknya sampai habis. “Please, Oliv. Kamu harus sabar, ini demi mama kan? Biar Mama benar-benar sembuh dan aku nggak bakalan susah payah buat ngumpulin uang karena ada tabungan,” batinnya. 

Oliv menerjapkan mata sekilas dan mengatur napas untuk menenangkan pikirannya saat ini. “Okey, lanjutkan apa yang diinginkan Nick,” gumamnya. 

Perempuan itu melihat kanan-kiri. Sepertinya ia sudah saatnya untuk pergi. Dia segera melangkahkan kakinya keluar dari kediaman rumah Nick. Dia melihat sekeliling rumah itu, ternyata banyak pria gagah yang memakai seragam hitam di sana. “Bodyguardnya banyak banget ya,” batinnya. 

Perempuan itu bergidik ngeri. Dia mengambil ponselnya untuk memesan grab dan menunggunya di depan. 

“Gila emang, dia yang ngambil aku dari rumahku. Tapi nggak dibalikin,” gerutunya dengan wajah kesal. 

Tak lama kemudian, sebuah mobil pesanannya datang di hadapannya. Tak mau berpikir panjang, akhirnya Oliv masuk ke dalam mobil tersebut. 

Di setiap perjalanan, Oliv hanya diam sambil memainkan ponselnya di sana. Tak ada percakapan apapun dengan supir mobilnya. “Nguras emosi sama tenaga banget ternyata berurusan sama orang kaya,” gumamnya. 

Suara dering ponsel itu membuat Oliv menatap ke notifikasi. Beberapa deretan nama temannya terpampang di sana. Ternyata ada nama Nick juga di notifikasi itu. Oliv meringis kecil, kemudian membuka notifikasi dari pria tersebut. 

[Nick]

Apa kamu sudah balik?

Kalau kamu di kirimi pesan dari mamaku, kamu harus hati-hati membalasnya

Oliv menghela napas pelan, kemudian ia mengetik beberapa kata di sana untuk membalas calon suami kontraknya itu. 

[Oliv]

Iya, tenang saja

Nggak udah khawatir

“Emang apa yang dikhawatirin sih? Lagian aku cuma balas apa adanya kan?” desisnya. 

Setelah sampai di lokasi di mana standnya itu di pasang. Oliv segera menuruni mobil itu dan segera melangkahkan kakinya ke arah kedainya itu. 

Namun, nahasnya ada orang yang tiba-tiba mengambil ponselnya yang berada di tangannya tadi. “Astaga, copet!” 

Oliv reflek berteriak sekeras mungkin dan mengikuti pria itu dari belakang. “Tolong! Dia mengambil ponsel aku! woi! Berhenti nggak!” 

Tiba-tiba saja ada mobil yang menyerempet orang itu sehingga membuat orang yang mengambil ponselnya itu tersungkur. Tak lama ada seseorang pria yang keluar dan  mengambil ponselnya itu terjatuh di sana. 

“Cepat pergi, jangan terlalu lama di sini. Sebelum saya telpon polisi.”

Oliv nampak shock dan menghentikan langkahnya sambil menutup mulut. “Astaga,” gumamnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status