Share

Bab 7: Seperti dijadikan Pembatu?

“Sudahlah, saya kerja dulu. Tidak penting juga bicara sama kamu,” kata Nick sebelum bergegas pergi dari dapur. 

Oliv menautkan alis dan menatap punggung pria itu yang semakin menghilang dari pandangannya. “Ngeselin banget,” gumamnya. Ia mengambil lap untuk membersihkan meja itu supaya bersih kembali.

Setelah mendengarkan suara mobil di luar sana, Oliv segera keluar dari rumah dan melihat mobil Nick yang sudah berjalan pergi dari halaman rumah. 

Oliv menghela napas pelan. “Ternyata gini ya, kalau punya keluarga. Bahkan kita nggak saling mencintai, jadi agak hambar juga,” gumamnya. 

Tak mau berlama di depan rumah. Oliv akhirnya masuk ke dalam dan menutup kembali pintu. Dia tak ingin pria itu marah jika kembali, akhirnya dia harus membersihkan sekeliling rumahnya itu agar terlihat bersih.

“Akhirnya selesai juga,” gumamnya. Oliv menepis keringat yang berada di keningnya. “Mau mandi dulu ah, habis itu siap-siap ke stand.”

Oliv kembali ke kamar dan melihat ke sekeliling kamar yang masih belum tertata rapi. “Astaga, lupa lagi!” ucapnya sambil menepuk keningnya sekilas. 

“Sumpah, ini mah aku disuruh jadi babu di rumah ini, bukan istri!” gerutu Oliv, kemudian ia bergegas untuk membersihkan kamarnya itu. 

Setelah selesai, Oliv duduk di sofa dan mengatur napasnya pelan. “Pengen aku omelin, tapi dia sudah tua juga,” gumamnya. 

Oliv beranjak dari sofa dan mengambil handuk. Kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk melakukan ritual di dalam sana.

Setelah mandi, Oliv mengambil pakaian yang disiapkan Nick kemarin. Ternyata tidak seburuk itu outfit yang dipakai sekarang. 

Kaos dilapisi kemeja dan tidak lupa dengan celana pendek jeans sebagai bawahan. Kemudian ia mengikat rapi rambutnya itu dengan hiasan poni di sana. 

“Sudah rapi, tinggal cus!” Oliv mengambil tas dan memasukkan beberapa barang yang perlu di bawa nanti. Kemudian memakai sandal biasa supaya tidak terlalu wah untuk bekerja. 

Oliv melangkahkan kakinya keluar dan mengunci rumah itu sebelum berjalan ke arah halte. Ya, kali ini dirinya memutuskan untuk memakai bus supaya tidak boros uang. 

Setelah sampai di halte, Oliv duduk di sana untuk menunggu bus datang. “Mendung ternyata, nanti bakalan hujan nggak ya,” gumamnya.

Tiba-tiba saja ada suara ponsel berdering di dalam tasnya itu. Dia segera mengambil ponselnya di dalam, keningnya mengkerut saat melihat nama Nick di layarnya. 

“Kenapa lagi sih? Heran banget ini cowok, ganggu orang mulu,” gerutunya, kemudian ia segera angkat telepon itu. 

“Ya, Tuan Nick yang terhormat? Ada apa ya?” tanya Oliv sambil memutarkan bola matanya malas. 

‘Kenapa lama? Masih di rumah kan? Bisa tolong ambilkan hp aku yang satunya di laci? Saya lupa membawanya,’ kata pria itu.

“Aku udah diluar, emang kenapa?” kata Oliv. 

‘Bisa balik tidak? Ambilkan ponsel aku, saya mohon.’

“Gila banget! Enak aja, dikira aku nggak butuh perjuangan apa dari rumah ke halte?” kata Oliv dengan nada tidak terima. 

‘Oh gitu? Mau kalau uangmu itu saya potong?’ ancam Nick.

“E–eh! Jangan dong! Kan itu sudah kesepakatan kita kan!” Oliv terdiam sejenak. “Yaudah, aku ke sana habis ini. Tapi TF habis ini yang setengah, cepet!”

‘Dasar cewe mata duitan. Kirim nomor rekeningmu, saya transfer,’ kata Nick sebelum mematikan teleponnya.

Oliv menghela napas kasar dan menatap layar teleponnya sendiri. “Beneran ngeselin! Bisa-bisanya aku dibudak sama tuh cowo!” gerutunya.

Dengan kesalnya, ia segera beranjak dan berlari kecil menuju ke rumah Nick kembali.

“Teledor banget. Harusnya dia balik sendiri tanpa ngerepotin aku kan bisa,” gerutunya. Oliv masuk ke dalam rumah itu dan mengambil ponsel yang berada di laci. 

Setelah memasukkan ke tasnya itu, Oliv segera keluar dan kembali ke halte. 

Oliv menelpon Nick untuk meminta lokasi kantor. Tak lama, pria itu mengangkat teleponnya. “Hallo? Di mana kantor kamu? Aku udah di halte.”

‘Ke kantor Kharisma, kamu jangan lama kalau ke sini. Saya mau rapat soalnya.’

Oliv berdehem pelan, kemudian mematikan panggilan itu. Ia segera masuk ke dalam bus dan menduduki kursi di dalam sana. 

“Bukan repot lagi, tapi aku bakalan telat buka standku sendiri,” gerutunya. 

Oliv menghela napasnya kembali dan menatap ke arah luar di mana banyak kendaraan yang ingin mendahului bus ini. 

“Semoga saja urusan aku sama Nick bakalan selesai. Biar nggak ada masalah lagi. Mama pasti mikirin aku di sana,” gumamnya.

Tak lama, suara ponselnya itu berbunyi sehingga membuat Oliv segera membukanya. “Mama? Baru aja diomongin udah nelpon aja,” gumamnya. 

Oliv segera mengangkatnya dan mendekatkan ke telinga. “Hallo, Ma? Kenapa?”

‘Hallo, Oliv. Kamu baik-baik saja kan di sana? Mama khawatir di sini. Mama sangat kepikiran kamu.’

Senyuman Oliv terulas dibibirnya. “Tenang Ma. Oliv baik-baik saja kok di sini. Oh ya? Kondisi Mama baik-baik saja kan di sana?” tanyanya balik. 

‘Baik kok Oliv. Baguslah kalau kamu baik-baik saja di sana. Kalau kenapa-kenapa biar Mama yang marahin Nick.’

Oliv tertawa kecil. “Nggak Ma. Mereka memperlakukan Oliv seperti ratu kok.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status