Share

Bab 8. Membuat Gaduh

‘Yasudah kalau begitu, kamu baik-baik di sana ya?’

Oliv mengulas senyuman kecilnya dibibirnya. “Pasti Ma, Mama jaga diri baik-baik ya di sana. Kalau ada apa-apa bilang sama Oliv, ngerti?”

‘Iya, Sayang. Mama tutup dulu ya, kapan-kapan Mama main ke sana, sampai ketemu nanti, princes.’

Oliv tersenyum lembut dan melihat ke layar ponselnya. “Tunggu Oliv ya, Ma. Pokoknya mama harus terus cek kondisi Mama biar nggak makin parah,” ucapnya lirih. 

Setelah sampai. Oliv segera membayar dengan memakai tapcash dan turun dari halte. Dia melihat ke sekitar, ternyata kantor milik Nick sangatlah luas. 

Tak mau berlama, akhirnya Oliv segera masuk ke dalam kantor tersebut. Dia mengedarkan pandangannya dan menatap kagum. 

“Ehm! Mau ngapain di sini? Lihat pakaian kamu, apa pantas, hah?”

Langkah kaki Oliv terhenti seketika ketika melihat seorang wanita yang mencegatnya. “O–oh, ya. Saya mau ketemu Tuan Nick, apa dia ada di kantor?”

“Nick? Emang kamu sudah janji sama dia?” kata wanita itu sambil menatapnya dari bawah ke atas. 

Oliv nampak bingung dengan tatapan wanita itu. Dia ikut menatap ke dirinya sendiri. “Sudah, apa ada yang salah dari pakaian saya?”

“Tidak pantas saja. Mending kamu keluar dari sini sebelum ada yang datang untuk mengusirmu,” ucap wanita itu. 

Kening Oliv mengkerut. Bisa-bisanya mulut wanita itu sangat tidak sopan. “Coba bilang sekali lagi? Baru jadi karyawan aja bangga?!” kata Oliv dengan nada terima. 

“Heh! Berani ya kamu sama aku! Kamu tidak tau aku itu siapa?” kata wanita itu tidak terima. 

Oliv mendecih pelan. “Aku nggak peduli ya, harusnya kamu punya antitude kalau kamu udah bekerja di kantor besar ini.”

”Kamu yak!” Wanita itu hampir saja menjambak Oliv. Namun ada suara pria yang mencegah mereka. 

“Stop! Apa-apaansih kalian bertengkar di sini!”

Kedua perempuan itu menoleh ke sumber suara. Dan ternyata Nick yang sudah berada di sana dan melihat kegaduhan mereka. 

“Engh– ma–maaf, Tuan. Dia duluan yang membuat saya emosi,” kata wanita itu dengan menundukkan kepala. 

Oliv meringis pelan. 

“Yasudah, Audrey. Kamu kembali bekerja, jangan urusin dia.”

Audrey mengangguk kecil dan segera bergegas pergi dari sana. 

Oliv mendesis pelan. “Dasar, cari muka itu sama Nick,” gumamnya terus memandangi punggung Audrey.

“Kamu, ikut saya,” kata Nick sebelum berjalan terlebih dahulu. 

Oliv melirik ke Nick. Kemudian ia mengikuti pria itu dari belakang. Dia terdiam saat pintu lift tertutup rapat di sana. 

Tidak ada suara apapun di sana. Oliv melirik dari samping, ia melihat Nick nampak memasang wajah datarnya sedari tadi. 

“Baru saja kamu ke sini, sudah membuat ulah saja,” kata Nick. 

“Ulah? Enak aja! Yang bikin ulah itu karyawan kamu duluan, aku cuma tanya keberadaan kamu itu aja nggak lebih!”

Nick mendecih pelan. Mata Oliv membulat saat melihat respon pria itu yang acuh. “Sialan banget, nyesel aku hormat sama orang kayak kulkas dan juga nyebelin kayak kamu. Pantes aja mereka kayak gitu ternyata suhunya juga begini modelannya,” ucapnya sambil mendesis. 

“Tutup mulutmu, atau saya yang akan menutup mulutmu itu.”

Oliv sontak menutup mulut dan melihat Nick yang keluar dari sana. Ia mengikuti pria itu dari belakang, ternyata pandangan karyawan yang berada di sana mengarah ke arahnya. 

Banyak bisikan kecil yang masih masuk ke telinganya. “Nick, itu mulut karyawan kamu bisa disumpel sedikit nggak?” kata Oliv pelan. 

“Mending kamu sumpel sendiri,” ucap pria itu sebelum masuk ke dalam ruangan. 

Oliv menerjapkan mata pelan. Seharusnya sebagai istri pria itu mengikut permintaannya bukan? Kenapa ini malah sebaliknya? 

Oliv segera masuk ke dalam sana dan menutup pintunya kembali. “Kenapa harus ke sini sih? Kan aku cuma nganterin hp kamu doang.”

“Biar kamu nggak rusuh lagi seperti tadi. Saya sangat malu serius,” ucap Nick sambil membuka jas dan meletakkan di kursi khusus untuk boss.

Oliv menggerutu pelan, ia melihat nama Nick yang terpampang di papan nama di meja. “Keren banget ya udah duduk di kursi CEO. Pantes uangnya banyak,” ucapnya. 

Nick melirik ke arahnya, kening pria itu mengkerut. “Mulutmu bisa diam tidak?”

“Kamu yang harusnya diam. Mentang-mentang kamu bos bisa seenaknya sama aku, dih!”

“Percuma bicara sama kamu. Mana hp-ku jangan bikin rusuh di sini.”

“Kamu belum ngirim uang ke rekeningku, kirim dulu.”

Nick menghela napas pelan. “Kamu belum mengirim rekeningnya ke saya, jangan bikin saya emosi ya,” kata pria itu seakan menahan emosinya di sana. 

Oliv mendesis pelan, kemudian ia mengambil hp Nick di tas dan memberikan ke Nick. “Nih!” 

Nick mengambil ponsel itu dari tangan Oliv. “Sudah sana!”

Oliv mendesis pelan. “Awas aja ya kamu, kalau nyuruh-nyuruh aku seenaknya lagi,” katanya sambil menunjuk-nunjuk wajah Nick. 

Nick menyunggingkan senyuman miris dan mencekal pergelangan tangan Oliv. Kemudian menyondongkan wajah ke arahnya. Sehingga membuat Oliv membulatkan mata shock. 

“Saya tidak takut ya. Lagipula, kamu istri saya bukan?”

“Tuan saya mau–”

Suara itu membuka Oliv dan Nick menoleh ke ambang pintu di mana ada seorang sekretaris di sana. 

“M–maaf, Bos. Saya cuma–”

Oliv segera menepis tangan pria itu dan mendorong untuk menjauh darinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status