Share

Bab 4: Satu Atap Dengan Nick

Nick melirik dari sudut mata sambil menyunggingkan senyuman devilnya. “Memangnya kenapa hah? Bukannya kamu sudah mendapatkan ciuman dari pacarmu itu? Otomatis kamu pernah melihat tubuh pacarmu itu, kan?”

Mata Oliv membulat seketika dan membuka matanya. Perempuan itu menatap ke pria itu tajam dan bangkit dari tidurnya. “Coba bilang sekali lagi!”

Nick mengangkat bahunya acuh dan segera masuk ke dalam kamar mandi. 

Oliv menghela napas kasar, ia bangkit dari tidurnya dan menatap dirinya sendiri di depan cermin. “Seorang Oliv sekarang menikah. Apa ini nggak mimpi?” gumamnya. 

Perempuan itu menghela napas kasar, kemudian ia melangkahkan kakinya untuk membuka horden di sana. Senyuman lembut teukar dibibirnya sendiri. “Kayaknya aku harus mengenal lebih Tuan Nick. Dia benar-benar sangat tertutup,” gumamnya. 

“Dih kenapa malah mikir kayak gitu sih? Biarin aja si cowok tadi idup seenaknya. Kenapa aku mikirin tuh cowo?” gerutunya. 

Oliv menggelengkan kepala cepat untuk menepis semua pikirannya di otaknya. Kemudian ia segera membuka lemari untuk mencari baju untuknya. Ternyata hanya ada pakaian laki-laki sana di lemari itu. 

Perempuan itu menutup kembali lemari dan menghela napas kasar. “Dia niat sih kasih kontrak aku? Kalau niat, kenapa dia nggak nyiapin pakaian untuk aku coba? Pelit banget serius?!” gerutunya.

“Kamu bicara apa? Pelit? Siapa yang pelit?”

Oliv terkejut saat mendengarkan suara laki-laki di belakangnya. Dia berbalik arah dan ya, ternyata pria itu sudah keluar dari bilik kamarnya dengan memakai handuk yang berada di pinggangnya saja. 

Oliv menerjapkan mata pelan dan menggelengkan kepala kikuk. “Engh–enggak kok, Tuan ... Nick. Aku tadi cuma ngomong sendiri. Jangan salah paham ya,” ucap Oliv dengan gugup. 

Nick mendesis pelan, pria itu mendekat kearahnya dan berdiri di hadapan Oliv. “Coba ulangi sekali lagi?”

Oliv mendongakkan kepala untuk menatap prua itu. Rasa gugup kini menyelimuti dirinya. Dia menelan ludahnya susah payah saat melihat wajah tegasnya itu terpampang tepat dihadapannya sendiri. “Engh– a–aku–”

“Lebih baik kamu hati-hati kalau bicara, Nona Oliv. Kamu sudah menjadi keluarga Nick, mengerti?” ucap Nick sambil berbisik pelan di telinga Oliv. 

Spontan membuat mata Oliv terpejam dan mendengarkan ucapan pria itu barusan. Bulu kuduknya mendadak berdiri. Wajahnya mendadak memerah dan tentunya membuat Nick tertawa jahat. 

“Sepertinya aku salah menikahi kamu. Tck!”

Oliv membuka mata dan menatap punggung Nick dengan amarah. “Sialan, Nick! Mau kamu apa sih hah! Aku udah ikutin kemauan kamu, tapi masih aja marah terus!”

“Kamu penakut.”

Oliv mengepalkan tangannya. Dia melirik ke botol handbody yang terlihat sudah habis dan mengambil untuk demparkan ke punggung pria itu. “Makan tuh! Heran banget udah ngeselin, ngolok-ngolok lagi! Kamu tau, hah! Harusnya kamu nggak cium aku di depan mereka! Kan kita cuma akting kan?! Pikir pakai otak!”

Nick meringis kecil dan memegang punggungnya itu. Kemudian berbalik arah kembali. “Ya, cuma akting. Terus apa ciuman harus akting juga. Harusnya kamu juga pakai otak. Saya tidak bisa akting kalau masalah cium-mencium,” ucap pria itu sembari mendesis pelan. 

Oliv menghela napas pelan dan memejamkan mata sekial. Sepertinya dirinya harus sabar menghadapi orang kaya seperti Nick ini. “Nggak ngomong sama udang,” gerutunya. 

“Siapa suruh ngomong saya saya?” kata Nick, sebelum berganti pakaian di sana. 

Mata Oliv membulat seketika dan segera berbalik arah supaya tidak melihat tubuh pria itu secara keseluruhan. “Nick, b*doh! Kenapa kamu nggak ganti di dalam kamar mandi saja, hah!”

“Bukannya kita sudah menikah? Ini juga kamar saya kan? Apa salahnya saya berganti pakaian di luar?”

“Ya, tapi ada perempuan di kamar kamu, astaga!”

“Saya tidak peduli. Kamu kira saya akan menjadikan ratu di sini. Jangan harap.”

Oliv terdiam sejenak, dia mencerna apa yang dikatakan oleh pria itu barusan. “Benar juga, ya? Kenapa aku berharap lebih? Bukannya aku disini cuma numpang untuk mendapatkan uang?” batinnya. 

Ia meremas tangannya di bawah sana. Matanya memerah seketika karena menahan rasa kesal karena ucapan pria itu barusan. 

“Saya ambilkan pakaian kamu. Mandi sana, sebelum saya kembali,” kata Nick, kemudian keluar dari kamar sana dan menutup pintu itu kembali. 

Oliv memasang wajah datar. “Apa aku harus menerima tekanan dari orang itu?” gumamnya. 

Tak mau memikirkan hal yang tak penting. Oliv segera mengambil handuk dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi tersebut untuk melakukan ritual. 

Beberapa menit kemudian, Oliv kekuar dengan memakai handuk itu. Sebenarnya dia ragu untuk keluar. Tapi, untungnya pria itu tidak ada di dalam sana. 

“Terus aku pakai apa kalau kayak gini? Astaga ... Sampai kapan aku menahan kesabaran aku buat cowo gila itu, hah?” gerutunya. 

Tak lama, suara ponselnya berbunyi. Ia mengambil ponsel yang berada di mejanya itu dan melihat notifikasi dari Nick. 

[Nick]

Pakaianmu sudah saya letakkan di depan pintu

Cepat pakai, saya tunggu di bawah

Kening Oliv mengkerut, tanpa membalas satu kata-pun. Perempuan itu segera membuka pintunya sedikit dan ternyata benar ada sebuah paperbag yang berukuran besar di knop pintu. 

Oliv melihat kanan-kiri untuk memastikan tidak ada seseorang diluar sana. Ia segera mengambil paperbag itu dan menutup pintunya kembali. “Ini mah dia beliin aku, bukan ngambilin pakaian aku di rumah aku,” desisnya. 

“Ah sudahlah. Kalau debat juga nggak bakalan kelar nanti.”

Oliv membuka paperbag itu dan ternyata berisi beberapa kaos dan juga celana pendek di sana. Bukan hanya itu, dalamannya juga dibelikan juga? 

Wajah Oliv memerah seketika, sesekali melirik ke pintu. “Sumpah, demi apa? Dia belikan aku dalaman juga?” batinnya. 

“Apa si Nick sering kayak gini sama cewe di luar sana?”

Perempuan itu menggelengkan kepala cepat untuk menepis pikiran negatif. Lagian cuma membelikan pakaian saja kan? Pria itu juga pasti berniat baik untuknya. 

Malam harinya, Oliv memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Sangat sepi, bahkan gelap. Dengan ragu dia melangkahkan kakinya untuk turun dari sana.  

Tiba-tiba saja suara perutnya itu membuat Oliv meringis kecil. “Astaga, kenapa waktunya nggak pas sama sekali sih?” gumamnya. 

Oliv segera ke dapur sana. Ternyata makanan sisa tadi belum habis. 

“Mau ngapain?”

Oliv sontak terkejut mendengarkan suara berat dari suaminya itu. Dia memutarkan tubuhnya itu dan mundur beberapa langkah. “Astaga, kirain siapa?”

Nick mendecih pelan. “Kenapa tadi tidak turun? Bukannya saya menyuruhmu untuk turun ke bawah?”

Oliv terdiam sejenak, sejenak ia memikirkan pesan apa yang dikirimkan oleh Nick tadi. Dia meringis kecil dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Engh– maaf, aku beneran lupa tadi. Sumpah,” katanya sambil menunjuk dua jari di hadapan pria itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status