"Iya, kami udah sampai, Nad, tapi belum ketemu sama orangnya," jelasku pada Nadia melaui sambungan telepon. "Hati-hati, ya, Mas. Aku merindukanmu. Kamu harus pulang ke rumah sebelum maghrib. Aku mau buatkan makanan spesial untukmu," balas wanita yang akrab disapa Bunda oleh anak-anakku. "Iya, Mas juga merindukanmu," bisikku, lalu menutup telpon. Takut kalau Nurul cemburu dan justru itu bisa memperngaruhi kesehatannya. Aku mau memutar badan saat ponselku bersering lagi, ada panggilan masuk dari bosku. Aku begitu antusias saat mendengar kabar gembira dari bos. "Baik, Pak. Makasih telah mempercayakan saya untuk proyek besar ini. Bapak memang orang baik, sangat peduli dengan karyawan biasa seperti saya. Saya akan segera ke sana," ujarku, mengakhiri perbincangan melalui ponsel dengan atasan. Berita ini sangat bagus karena aku memang butuh biaya banyak. Aku punya dua istri dan tiga anak yang merupakan tanggung jawabku. Aku tidak mau kalau Nadia terlalu banyak mengeluarkan uang untuk ke
"Tidak usah dengarkan dia, Nurul. Jangan sampai hatimu merasa terpaksa mengiyakan keinginan anak ini. Dia pergi dan meninggalkan luka untuk kita semua. Sekarang Bapak adalah orang tuamu, jadi turuti perkataan Bapak," tegas pria yang memiliki andil menghadirkan aku ke dunia ini. Matanya berkaca-kaca, tapi tetap menampilkan ketegasan di hadapan semua orang. Bapak, orang yang sangat membelamu sejak dulu. Sekarang beliau begitu marah kepadaku. "Kamu memang gak punya malu, ya, Qin. Baru pertama berjumpa setelah sekian tahun, kamu berani mengajaknya dalam kesusahan. Bikin malu saja. Orang mengajak bahagia saja, masih ada susahnya juga. Apalagi niatnya mau menyusahkan Nurul."Ibu pun ikutan bicara. Nurul masih saja bungkam. Jika memang dia menolakku, aku sudah siap. Aku hanya mengekspresikan rasa yang ada dalam hati ini. Aku butuh dia. Dia, wanita sempurna di hatiku dan selamanya akan begitu."Aku ingin tanya satu hal, boleh?" tanya Nurul. Aku mengangguk pasti. Mendengar suaranya saja s
Yaqin menautkan jemarinya yang dingin saat berkali-kali menghapal ijab qobul sebelum pengantin wanitanya datang."Kayak baru pertama kali mau ijab qobul aja, Mas. Keringatan gitu. Santai saja dong," ledek Pandi, calon suami sang pemilik panti. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Yaqin yang ia dengar kabar pernah beristri dua. "Ini jauh lebih mendebarkan, Pan. Sebentar lagi kamu juga akan merasakan hal yang sama saat mau menikahi Isma," balas Yaqin. Pandi tersenyum dan melirik calon istrinya sekilas. Mereka ikut bahagia melihat kisah cinta yang tak biasa itu. Tak berapa lama, rombongan pengantin sudah datang. Sengaja tak menggelar acaranya di hotel agar anak-anak panti ikut menyaksikan acara bahagia itu. Pandi yang merupakan pengusaha sekaligus youtuber terkenal sudah menyiapkan tim untuk mengabadikan kisah mengharukan ini. Mengabarkan pada dunia bahwa pasangan ini layak disebut sebagai pecinta sejati. Kesalahpahaman yang sempat memisahkan, tapi kalau sudah ditakdirkan be
ISTRI SEMPURNAKU"Pita! Cepat mandi, Nak! Mama lagi suapin adek. Wandi! Cepat susun mainannya, Nak!"Suara istriku bergema dari arah dapur. Sepertinya Nurul tak mendengar suara kenderaan roda empatku berhenti di halaman, karena biasanya dia langsung menyambut dan mencium tanganku dengan takzim.Hari ini aku memang sengaja pulang lebih cepat untuk melihat aktivitas istriku. Setiap aku pulang, semuanya sudah bersih dan dia juga berdandan menyambutku. Tiada pernah ia bercerita kalau anak-anak kami begitu menyibukkannya setiap hari.Aku masuk tanpa mengucapkan salam dan kebetulan pintu rumah terbuka sedikit.Pandanganku nanar menatap anak kedua kami yang berusia tiga tahun. Semua mainan berserakan di lantai karena anak lelaki kami itu sangat aktif."Mandinya yang bersih, Nak!" seru istriku lagi. Ia menyusul ke kamar mandi untuk melihat anak perempuan kami yang berusia lima tahun. Dapat kulihat dengan jelas, dia masih menggendong bayi tujuh bulan kami yang belepotan bubur nasi. Dari ruang
"Kenapa gak jadi pingsan, Bang? Nanti ceritain ya gimana rasanya pingsan," ujar istrikuWaduh? Aku lupa mau pingsan. Eh, emang bisa direncanakan ya? Coba dulu akh. Aku merebahkan kepala di paha Nurul, istri sempurnaku."Pingsan dulu akh," ujarku sambil memejamkan mata.Nurul terpingkal-pingkal hingga kepalaku pun ikut berguncang. Hal sederhana seperti ini saja, dia sudah tertawa bahagia. Kupandangi dengan seksama gurat kelelahan di wajahnya yang tirus. Aku mulai menyadari kalau wanitaku tidak secantik dulu. Ia mencoba menyembunyikan kelelahannya di balik senyum dan tawa di hadapanku.Aku harus mengembalikan bentuk tubuhnya yang ideal agar istriku kembali percaya diri. Aku tidak malu bagaimanapun keadaan Nurul karena dia begini sebab melahirkan tiga buah hati kami yang berjarak lumayan rapat. Tapi aku mulai sadar kalau dia pun ingin dimanjakan dan merindukan bentuk badannya yang dulu. Badannya tidak melebar, tapi bobot tubuhnya yang berkurang. Mungkin semua itu tidak bisa didapatkan
"Kenapa, Bang? Mau pingsan lagi?" cecar Nurul.Aku nyengir. Jangan sampai Nurul mengira kalau suaminya ini gak ikhlas belanjaain dia."Enggak kok, Dek? Abang gak berbakat untuk pingsan. Talenta Abang cuma membahagiakan keluarga," balasku sambil menjawil dagunya."Mending Abang ganti baju dulu, ya. Karena Adek bercahaya dan juga menghangatkan, Abang sampai lupa kalau celana Abang basah saat mandiin Wandi," ujarku sambil nyengir."Oh iya, ganti baju aja, Bang. Kelamaan nanti bisa masuk angin," balasnya tanpa menoleh dari layar ponsel.Aku menghela napas panjang. Apapun yang dibelikan istriku, pasti karena memang perlu. Dia bukan istri yang boros meskipun jabatanku sudah bagus. Dia juga tidak lupa diri dengan keadaan kami yang dulunya hanya manusia biasa dan sekarang telah menjadi … sama aja sih sebenarnya. Masih tetap manusia biasa yang mendapatkan sekelumit nikmat dari Yang Maha Kaya.Teringat akan firman Allah dalam surah Ibrahim ayat 7 yang artinya:'Dan ingatlah ketika Tuhanmu memak
"Makasih, ya, Dek, kamu sudah maafkan Abang. Lain kali Abang tidak akan terlalu laju, " ujarku, masih merasa bersalah. Nurul tertawa sekilas, menggenggam jemariku dengan erat. "Aku beruntung punya suami kayak Abang. Pengertian banget. Jarang ada suami sebaik Abang di dunia ini. Stoknya terbatas. Jaga hati Abang, ya, jangan sampai diincar pelakor," balasnya. Aku tertawa. Ucapan istriku berlebihan. Aku bukanlah pria tampan dan punya banyak uang berlebih. Aku cuma karyawan di perusahan orang lain dengan gaji yang cuma cukup membiayai keluarga dan sedikit menyimpan untuk tabungan masa depan. Aku tak punya modal untuk berfoya-foya dengan para pelakor yang biasanya mengincar harta korbannya, lalu mencampakkan setelah ia tak mendapatkan apa yang ia inginkan.Semoga hidup kami jauh dari hal-hal seperti itu. Cinta segitiga yang akan menyakiti salah satu pihak. Ya Allah, tetapkan hatiku agar selalu berada di dalam jalanMu. "Dek, pernah gak Adek marahi anak-anak?" tanyaku penasaran karena mel
"Neneeek! Kapan Nenek datang? Pita rindu banget sama Nenek," ujar putri sulungku sekaligus yang tercantik di antara dua adiknya. Ia langsung menghambur ke pelukan sang Nenek yang juga berbinar bahagia. "Masya Allah, cucu Nenek udah besar rupanya. Nenek baru saja datang karena rindu sama kalian. Perasaan minggu kemaren kamu belum segini deh, Ta. Kayak nambah beratnya sebutir jagung," balas Ibu melebih-lebihkan. Aku mengulum senyum. Sebutir jagung? Mana terasa kalau nambah. Memang ada saja ya ucapan Ibu yang bisa membuat cucunya tersenyum bangga. Pita langsung bercerita kalau dia lahap makan tanpa disuruh dan juga sudah bisa jaga adeknya. "Sana ganti baju, Bang. Biar aku yang gendong Dimas," bisik istriku. Oh iya, sampai kelupaan. Ternyata enak juga pakai daster yang memiliki banyak ventilasi. Ketiak jadi adem dan kaki pun lebih bebas bergerak. Kuserahkan anak bungsu kami kepada mamanya. Terlihat Dimas kebingungan, mungkin susah membedakan mana mamanya yang asli. Soalnya saat b