Share

BAB 3 Artikel

ZAPPP!!!

Pria dari masa depan berdiri di dekat pohon yang berdaun lebat dan rindang. Bayangan dari pohon tersebut menyembunyikan keberadaan pria tersebut. Pria dari masa depan telah tiba di lokasi yang berbeda dari sebelumnya. Lokasi yang sama padatnya dengan manusia yang berlalu lalang. Namun tidak ada manusia yang sadar akan kedatangan pria itu yang tiba – tiba hadir di antara mereka. Banyak mereka yang sibuk melihat gawai yang mereka pegang.

Ia melangkahkan kakinya, berjalan di trotoar. Kini ia berada di antara kerumunan orang – orang. Sesekali ia melihat gedung – gedung pencakar langit di sekitarnya. Entitas yang melihat gelagat pria itu, mengetahui bahwa pria itu sedang memikirkan sebuah rencana.

“Kau tahu kenapa aku membunuh mereka?” tanya pria itu kepada entitas di sebelahnya. Ia masih terus berjalan di tengah orang – orang yang berlalu lalang.

“Aku tahu,” jawab entitas tersebut.

Pria dari masa depan itu sama sekali tidak merasa bersalah atas kematian para pemuda itu. Dia beranggapan itu adalah contoh yang efektif untuk mengurangi beban negara. Baginya, semua yang tidak berguna sudah layak dan sepantasnya untuk dimusnahkan, tanpa pandang bulu. Adalah hal wajar baginya bila harus ada yang dikorbankan untuk mencapai hal tertentu.

“Seandainya aku memiliki kemampuan untuk menghapus eksistensi,” ucapnya.

Entitas itu kali ini tidak membalas perkataan pria itu.

“Kenapa kau tidak merespon perkataanku?” tanya pria itu kepada entitas.

“Kau memang tidak mampu menghapus eksistensi. Namun kau pasti tahu kalau kau bisa menghapus eksistensi dalam hal lain.”

“Aku paham maksudmu.”

Mereka masih melanjutkan perjalanan mereka yang entah kemana tujuannya. Pria itu masih sesekali memandangi gedung – gedung pencakar langit. Setelah sekian lama ia melihat gedung – gedung, ia tertarik dengan salah satu gedung di kota itu.

Tiba -tiba ia melihat dari jarak yang cukup jauh, seorang anak berlari di trotoar menuju ke arahnya. Ia mendengar suara orang memanggil suatu nama yang tak lain adalah nama anak itu. Pria itu melihat orang tua anak itu mengejar anak mereka. Ketika pria itu melihat wajah anak tersebut, ia teringat akan sesuatu. Ia segera melihat gawainya untuk mencari suatu informasi. Tak butuh waktu lama, ia menemukan informasi yang ia cari. Ia segera memikirkan suatu rencana. Lagi – lagi entitas menyadari hal tersebut.

Pria dari masa depan mengeluarkan sesuatu dari dalam blazernya. Sesuatu yang sangat kecil bahkan hanya terlihat seperti kertas struk yang dibuat berbentuk bola. Ia memelintir bola tersebut di jarinya dan menunggu waktu yang tepat. Pandangannya sesekali melihat ke arah jalan raya, tampak kendaraan melaju kencang. Ketika anak itu cukup dekat dengan pria tersebut, ia dengan sedikit gerakan tangan, melemparkan bola itu tepat di depan anak itu.

Ketika bola itu tepat menyentuh tanah, bola itu meletus seperti petasan. Suara petasan tersebut membuat anak itu kaget yang membuatnya melompat tiba – tiba ke jalan. Tepat seperti yang diperhitungkan pria itu. Sebuah mobil yang melaju cukup kencang, langsung menabrak anak itu dan menggilas kepalanya dengan ban. Anak itu mati seketika.

Orang – orang kaget dengan ledakan petasan tersebut. Namun mereka lebih tercengang melihat kecelakaan yang baru saja terjadi. Orang tua anak itu berteriak histeris melihat kematian anaknya. Wanita – wanita yang menyaksikan kejadian tersebut juga ikut histeris. Darah mengucur membasahi aspal. Orang – orang dengan sigap menghentikan mobil yang baru saja menabrak anak itu.

Melihat kejadian itu, pria dari masa depan sedikit demi sedikit menjauhi lokasi kejadian. Tidak ada yang menyadari bahwa kejadian tersebut adalah ulahnnya. Ia beranjak dari lokasi kejadian dengan santai, seakan tidak terjadi apa – apa.

Pria itu mengeluarkan robot berukuran kecil dari balik lengannya. Itu adalah robot yang berfungsi sebagai kamera pengintai. Ia mengeluarkan gawainya dan melihat tampilan anak yang baru saja mati.  Sambil berjalan, sesekali ia melihat gawainya untuk memastikan bahwa anak itu benar – benar mati. Setelah cukup dari kejadian, ia melakukan teleportasi dengan jam di lengannya.

ZAPPP!!! Pria itu menghilang tiba – tiba.

------------------------------

Pria dari masa depan tiba – tiba sudah berada di puncak gedung tertinggi di kota tersebut. Dari puncak tersebut, pria itu menyaksikan keramaian kota oleh lalu lalang kendaraan yang melintasi jalan. Dari situ pula ia bisa melihat lokasi kecelakaan tadi.

“Ini kedua kalinya kau menghilangkan nyawa manusia, Herrscher,” ujar entitas dengan nada datar. “Kau bahkan belum satu hari di jaman ini. Apakah itu tidak berlebihan?”

“Tentu kau tahu siapa anak itu, bukan?” balas Herrscher kepada entitas.

“Tentu saja aku tahu,” jawab entitas.

“Aku sudah mencari informasi tentang anak itu. Dia akan menjadi pejabat yang korup di masa depan. Jadi tidak ada masalah bila anak itu mati. Daripada banyak rakyat yang dikorbankan karena ulah korupsinya, lebih baik dia dihapuskan saja eksistensinya di dunia ini.”

“Lalu bagaimana dengan pengemudi yang menabrak anak itu? Kau sudah membawanya ke dalam masalah.”

“Harus ada yang dikorbankan demi sesuatu yang berakhir baik. Jadi tidak masalah bila pengemudi itu menjadi kambing hitam dari kejadian tadi. Lagipula CCTV pasti dapat menceritakan dengan jelas bahwa anak itu yang tiba – tiba melompat ke jalan. Tidak ada lampu lalu lintas di dekat lokasi, jadi tidak ada masalah bila mobil itu melaju cukup kencang. Bila pengemudi yang disalahkan akibat kejadian tersebut, maka keadilan di jaman ini harus dipertanyakan. Apalagi melihat orang tua dari anak itu adalah dari kalangan berada.”

“Mengapa kau tidak secara terang - terangan mendorong anak itu ke jalan? Bukankah dengan begitu kau tidak perlu membawa pengemudi itu ke dalam masalah?”

“Bukankah dengan begitu kita bisa melihat bagaimana polisi di jaman ini menyelesaikan masalah?”

Entitas diam sejenak tidak membalas perkataan Herrscher.

“Lagipula kalau aku berurusan dengan polisi di jaman ini, itu hanya akan menghabiskan waktuku untuk menjalankan rencanaku. Itu sungguh merepotkan.”

Perdebatan pun selesai dengan cepat.

Ia berpindah ke sudut lain dari puncak gedung untuk menyaksikan pemandangan kota dari sisi lainnya. Ia menyentuh pelipis kepalanya dan sebuah kacamata hologram menutupi mata pria tersebut. Dengan kacamata hologram itulah, pria tersebut bisa melihat sesuatu yang jauh dengan sangat jelas.

Tampak dari kejauhan para pengemis yang mendekati mobil di lampu merah. Namun di dekat jalan itu pula, dia melihat para pekerja menghabiskan uangnya hanya untuk sekedar menikmati secangkir kopi yang harganya jauh lebih mahal daripada di angkringan. Cukup aneh baginya melihat kesenjangan sosial seperti itu. Herrscher mencoba mencari informasi tentang pengemis tersebut.

Kacamata hologram menangkap wajah dari pengemis – pengemis itu. Dari data wajah itulah lalu diolah untuk mencari identitas dari para pengemis tadi. Herrscher terkejut dengan hasil yang ia dapatkan. Dari data yang ia dapatkan dari gawainya, ternyata mereka tidak benar – benar miskin.

Herrscher geram membaca hasil identifikasi. Namun ia tidak bisa apa – apa karena mendapatkan fakta bahwa para pengemis tadi memang sengaja berpura – pura miskin. Pandangannya terhadap jaman ini menjadi berubah. Dalam hatinya, ia ingin sekali membumihanguskan para pengemis itu. Wajahnya tampak sangat marah.

Tiba - tiba suara notifikasi terdengar dari jam tangannya. Pria itu membaca salah satu artikel berita yang muncul dari jam tangannya dan membentuk layar hologram. Tampak sebuah kalimat provokatif yang menyatakan bahwa banyak masyarakat mengeluh dengan mahalnya kebutuhan hidup di kota tersebut. Pria itu hanya menggeleng – gelengkan kepala ketika membacanya. Ia menutup layar hologram dengan menekan salah satu tombol di jamnya.

“Death, manusia – manusia ini tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki. Mereka dengan sukarela mengeluarkan uangnya hanya untuk mengikuti gaya hidup mereka. Namun mereka berkoar – koar mahalnya biaya hidup, padahal itu hanya karena mereka mengikuti gaya hidup. Tampaknya negara ini harus benar – benar di tata ulang,” ucap pria itu sambil tetap menyaksikan pemandangan kota dari ketinggian gedung. Angin berhembus kencang, namun tidak dapat mengurangi kestabilan pria tersebut yang saat ini berdiri di ujung gedung.

“Tidak juga. Beberapa dari mereka juga memang kekurangan. Yang kau lihat saat ini memang seperti itu karena kau sedang berada di tengah kota. Kawasan yang cukup elit. Namun aku juga tidak menyalahkan pendapatmu. Karena mereka yang memang saat ini kekurangan, juga ikut - ikutan bergaya yang tidak sesuai dengan kemampuan hidup mereka. Mengikuti gaya hidup hedon,” Death menyambut pendapat Herrscher. Death menyaksikan Herrscher memasang raut kesal di wajahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status