Share

BAB 4 Perpustakaan

Dari sosok asap hitam yang halus, perlahan asap hitam itu makin tebal dan berubah menjadi padat. Itu adalah Death yang perlahan membentuk sosok manusia. Seorang pria dengan jubah hitam lengkap dengan tudung khas malaikat pencabut nyawa namun tanpa membawa sabit. Ia berdiri di samping Herrscher.

“Tampaknya kau sedang suntuk. Bagaimana bila kita pergi ke perpustakaan di kota ini?” ujar Death memberi saran. Death berencana mengajak Herrscher untuk mendatangi sebuah perpustakaan di kota. Dengan wujud yang kasat mata, Herrscher bisa berbicara dengan Death selayaknya berbicara dengan manusia.

“Ah, ide bagus!” Herrscher menyetujui ide Death. Herrscher berpikir, mungkin ia bisa mendapatkan ide dari buku yang ia baca di perpustakaan. Tiba – tiba Herrscher teringat sesuatu, “Namun sebelum itu, kau harus mengganti tampilanmu. Tampilanmu saat ini sangat tidak sesuai dengan budaya di sini.” Herrscher menunjuk jubah yang Death gunakan.

Dalam sekejap, Death berubah tampilan menjadi pria muda yang menggunakan kaos hitam yang bertuliskan ‘Death’ dan kemeja lengan panjang yang juga berwarna hitam. Ia juga menggunakan celana jins hitam. Seluruh pakaian Death bernuansa hitam.

“Nah, kalau seperti ini, tampilanmu jadi lebih normal di jaman ini,” ucap Herrscher sambil mengacungkan jempolnya.

Death segera mengarahkan telapak tangannya ke arah Herrscher. Seketika pakaian Herrscher pun berubah seperti yang Death kenakan. Baju santai dengan nuansa hitam.

“Wah, kau benar! Pakaianku pun harus disesuaikan dengan jaman ini,” kata Herrscher mengetuk kepala dengan jarinya. Ia lupa kalau pakaiannya juga tidak sesuai dengan jaman itu.

“Baiklah, ayo kita segera menuju perpustakaan!” ajak Death terburu – buru.

“Ayo!” sahut Herrscher.

Bergeraklah mereka dari puncak gedung itu.

ZAPPP!!!

Mereka telah tiba di depan sebuah perpustakaan umum di kota itu. Seperti biasa, tidak ada seorang pun menyadari kehadiran Herrscher dan Death yang tiba – tiba. Kedatangan mereka tidak disadari orang – orang sekitar karena mereka selalu datang di bawah bayang – bayang pohon. Dengan tampilan mereka yang serba hitam, tentu saja keberadaan mereka tersamarkan oleh bayangan. Mereka mulai berjalan menuju gerbang ke arah perpustakaan. Perpustakaan dengan area parkir yang cukup luas untuk menampung beberapa puluh mobil di sekitarnya. Warna pavingnya cukup terang ketika terkena sinar matahari. Herrscher dan Death yang berjalan di atas paving terlihat seperti kegelapan di tengah – tengah cahaya.

Mereka telah masuk di dalam perpustakaan. Tumpukan buku tersusun rapi di dalam rak yag berjejer membentuk sebuah barisan yang rapi. Terdapat area sangat luas yang dapat digunakan oleh pengunjung yang ingin bersantai sambil membaca buku. Di dekat area tepi perpustakaan, banyak berjejer stand yang menyediakan minuman yang dapat dinikmati ketika membaca.

Bagi Herrscher, perpustakaan adalah tempat yang kuno karena di jamannya segala informasi di dapatkan secara digital dan sangat mudah dicari. Tidak seperti perpustakaan yang saat ini ia datangi. Ia harus repot mengelilingi barisan rak buku dan memfokuskan mata hanya untuk membaca judul buku satu per satu. Herrscher tetap melangkahkan kakinya sambil menggerutu di tengah – tengah perpustakaan.

“Mencari informasi di jaman ini ternyata tidak semudah di jamanku,” kata Herrscher yang masih saja melirikkan matanya ke kanan kiri untuk menemukan judul buku yang menarik baginya.

“Ini adalah masa lalu. Teknologinya belum secanggih di jamanmu. Berhentilah menggerutu!”

Herrscher memalingkan wajahnya dari Death. Ia melanjutkan langkahnya.

“Kau mencari judul buku secara random. Lalu apa bedanya dengan di jamanmu? Kau bahkan tidak tahu buku apa yang sedang kau cari,” ucap Death tiba – tiba.

Tepat setelah Death mengatakan hal itu, Herrscher berhenti melangkah. Matanya tiba -tiba tertuju pada salah satu rak di perpustakaan itu. Entah apa yang membuatnya tertarik dengan rak tersebut.

“Aku merasa kalau buku yang ku cari ada di rak itu,” ucap Herrscher sambil menunjuk ke salah satu rak buku. Ia mulai berjalan ke rak buku yang cukup jauh dari tempat ia berdiri saat ini. Ia melangkahkan kakinya hingga tibalah di rak yang ia tuju.

Mata Herrscher tertuju pada salah satu buku yang berwarna biru. Buku itu berjudul Herrscher, sama seperti namanya. Awalnya dia berpikir bahwa itu hanyalah sebuah kebetulan. Herrscher lalu mengambil buku itu dan membaca paragraf di belakang cover tersebut. Kumpulan kalimat tersebut ternyata menceritakan pengalaman seorang tokoh cerita yang bernama Herrscher. Hal itu sangat mirip dengan apa yang telah terjadi di kehidupannya. Herrscher mulai membaca beberapa halaman dari buku itu secara acak. Dia tidak menyangka bahwa cerita tentang dirinya ternyata telah tertulis di jaman ini. Ia melihat kategori buku yang tercantum di atas rak tersebut. Tertulis kata fantasi, yang berarti buku yang ia baca saat ini hanyalah khayalan dan tidak nyata.

“Huh, untung saja buku ini termasuk dalam kategori fantasi. Orang – orang tidak akan berpikir kalau kejadian di buku ini memang benar – benar terjadi di masa depan,” ucap Herrscher lega.

Herrscher terkejut mengetahui buku tentang biografi dirinya yang ditulis oleh seseorang yang berasal dari jaman ini. Mungkinkah seseorang menulis tentang biografi seseorang di masa depan. Buku yang sangat aneh menurut Herrscher. Ia kembali membaca buku tentang biografi dirinya. Sayang sekali, buku itu tidak menceritakan kejadian ketika ia pergi ke masa lalu dan tiba di jaman ini. Ia tidak jadi mendapatkan petunjuk tentang apa yang harus ia lakukan lebih dulu di jaman ini. Herrscher menutup buku tersebut dan mengembalikannya di tempat semula.

“Kenapa tidak kau ambil saja buku itu. Bukankah kau tertarik dengan buku itu?” tanya Death.

“Untuk apa? Buku ini pasti sudah ada di sumber informasiku. Hanya saja aku tidak tahu kalau buku seperti ini ternyata ada. Aku hanya perlu mencari buku ini di sistemku. Tentu saja tidak pernah terpikir olehku kalau ada manusia di jaman ini yang menuliskan cerita tentangku. Apalagi aku berasal dari masa depan. Aku jadi tertarik, siapa yang menulis buku ini,” jawab Herrscher.

Herrscher melihat kembali cover buku tersebut. Tampaklah nama dari penulis itu. Dark Specialist. Itulah nama yang tertera di buku itu. Herrscher mengernyitkan dahinya. Pikirannya kemana – mana.

“Ini pasti nama samaran atau nama pena,” respon Herrscher membaca nama penulis. “Tenang saja, aku bisa mengetahui nama asli penulis ini. Hahaha.”

Dengan cepat, Herrscher  mengangkat tangannya dan mengarah kan layar jam ke mukanya. Death menahan tangan Herrscher sebelum Herrscher mengakses jamnya.

“Jangan gegabah! Ingat, kita berada di jaman yang berbeda. Jangan menggunakan teknologimu secara sembarangan! Apalagi ini adalah tempat umum. Nanti kau bisa menjadi pusat perhatian di sini.”

Death melepas genggamannya dan Herrscher segera menurunkan tangannya.

“Terima kasih telah mengingatkanku. Aku reflek, hahaha.”

“Kau sudah terlalu bergantung pada teknologi. Sekali – sekali cobalah lepas dari ketergantunganmu itu. Bila teknologimu mengalami fase error, kau akan kesulitan karenanya,” saran Death pada Herrscher.

“Iya, iya, akan aku coba. Cerewet sekali!” Herrscher menjadi dongkol karena saran Death.

Herrscher mengembalikan buku itu ke tempatnya semula, lalu ia meninggalkan rak tersebut. Setidaknya dia mendapatkan informasi bahwa ada seseorang di masa ini yang bisa mengetahui masa depan. Herrscher sangat tertarik untuk bertemu dengan penulis tersebut. Ia ingin mendapatkan informasi, apa yang harus ia lakukan di masa ini untuk mencapai tujuannya.

Herrscher dan Death beranjak menuju tempat duduk dan meja di perpustakaan itu. Mereka menduduki salah satunya. Herrscher mulai menunjukkan wajah yang serius kepada Death. Pikiran Herrscher mulai membuat rencana untuk negara itu. Suatu pemusnahan massal sebagai cara untuk memancing kedatangan dia yang disembunyikan.

“Terserah apapun caramu. Tapi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana cara kau memulainya?” tanya Death untuk memastikan bahwa apa yang direncanakan oleh Herrscher adalah masuk akal untuk dilaksanakan di jaman ini.

“Aku belum mempunyai ide. Apakah kau mempunyai ide?” tanya Herrscher penuh harap.

“Apa gunanya kau ke perpustakaan bila kau tidak bisa mendapatkan referensi dari sini. Atau sama seperti sebelumnya? Kau tidak tahu eksistensi dari suatu rencana itu ada, sehingga kau tidak pernah memikirkan hal itu,” balas Death dengan nada santai.

Herrscher menjadi sedikit kesal. Ia tahu kalau Death punya kuasa lebih dan bahkan jauh lebih hebat darinya, namun Death tidak pernah mau membantunya secara langsung. Death selalu berbelit – belit dengan menimbang dari urusan sebab akibat, meskipun terkadang Death juga dengan seenaknya mencabut nyawa manusia. Jalan pikiran Death memang tidak bisa dibaca oleh Herrscher.

“Kau mau protes?” tanya Death. Ia melipat tangannya ke depan dan menyandarkan punggungnya ke kursi. Gaya Death terlihat sangat arogan. “Jangan lupa. Aku mengetahui isi pikiranmu.”

“Kalau kau tahu isi pikiranku, kenapa kau bertanya?” tanya Herrscher kesal.

“Aku hanya memantik otakmu agar dapat berpikir lebih cepat. Setidaknya, pertanyaanku akan membantumu untuk memikirkan jauh ke depan. Apakah aku salah?”

Herrscher hanya diam. Dia tidak bisa membalas fakta yang dilontarkan Death.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status