Niko masih memandangi gadis itu, dan saat itu juga dia tersadar kalau gadis yang tengah terbaring adalah gadis yang sama, penata rambut yang beberapa saat yang lalu membantunya.
Niko mendesah dalam dan terlihat khawatir, kenapa gadis ini sangat berani dan rela membantunya mengorbankan dirinya.
Setelah Amerika dibawa oleh mobil ambulance, Niko dan Aspen dengan cepat juga menuju mobil miliknya lalu pergi meninggalkan tempat kejadian tanpa seorang pun yang tahu kepergian mereka, karena semua orang sibuk menyelamatkan diri mereka masing-masing.
Dengan cepat mobil ambulance sudah tiba di rumah sakit terdekat.
Di depan UGD beberapa perawat sudah bersiap dengan brankar dorong.
Berita perihal penembakan model terkenal di kota Paris langsung ramai hampir di seluruh berita televisi, wajar saja para perawat yang bertugas sudah bersiap.
Niko masih dengan wajah panik duduk di kursi penumpang dengan kedua tangan gemetar. Mereka berdua berhasil melarikan diri dari kerumunan saat semua orang panik mencarinya.
“Nik, are you ok?” tanya Aspen melirik di balik kemudi, terlihat panik juga.
Aspen merasa bersalah dengan situasinya, beruntung gadis itu menyelamatkan Niko. Apa jadinya kalau Niko yang tertembak, Aspen berpikir lebih jauh. Keluarga Niko tidak akan membiarkannya hidup kalau Niko sampai terbaring di rumah sakit.
“Aku tidak apa-apa. Ayo kita ke rumah sakit.”
“Nik ...”
“Aku tidak ingin membiarkan gadis itu sendirian.”
“Berbahaya sekali Niko, kalau kita ke sana sekarang.”
“Aku tidak peduli. Apa kau tidak melihatnya, dia begitu saja melakukannya. Aku penasaran kenapa dia sampai berani mengorbankan dirinya.”
“Apa kau tahu siapa dia?”
Tanya Aspen pada Niko dengan serius menyetir.
“Iya, dia gadis yang kita temui di jalan dan juga penata riasku. Apa kau tidak mengingatnya?”
Aspen menghela napas dalam, ternyata Niko mengingatnya.
Padahal Niko selama ini tidak pernah peduli dengan orang yang dia temui.
”Aku harus menemuinya Aspen, Ayolah kau bisa mengebut bukan?”
“Niko ...”
“Aku hanya khawatir.”
“Hey ... kau ... sejak kapan peduli dengan orang lain.”
“Aspen, ini tentang nyawa orang, apa kau tidak merasa kasihan pada gadis itu?”
“Hmm ... baiklah. Aku sudah meminta orang kita untuk menyelidiki tempat kejadian. Malam ini juga kita akan mendapatkan informasinya.”
“Oke, aku yakin itu pasti perbuatan Amanda.”
Niko menggeram kuat tatapan matanya tajam keluar mobil.
“Nik, apa sebaiknya kau balik saja ke apartemen biar aku saja yang ke rumah sakit.”
“Aspen, apa sekarang kau mulai membantah apa yang aku katakan.” Suara Niko terdengar tinggi.
Aspen terkejut, baru kali ini dia mendengar Niko, teman sekaligus atasannya itu berbicara dengan keras.
“Baiklah. Asal kau menurut dengan apa yang aku katakan nanti. Aku tidak ingin semua orang melihatmu dan kau akan kesusahan pastinya.”
“Kau jangan terlalu banyak berpikir, mengemudi saja yang kencang dan fokus segera bawa aku ke rumah sakit, Kau berisik sekali Aspen.”
Aspen tersenyum mendengar kalimat Niko, sudah lama sekali dia tidak mendengar Niko memarahinya.
Dan kali ini Aspen sedikit senang karena pada akhirnya Niko kembali seperti dulu, selama ini Niko sangat dingin dan Aspen seperti kehilangan teman masa kecilnya beberapa tahun.
Aspen mengemudi dengan kencang, mereka berdua terdiam.
Beberapa saat kemudian mobil memasuki kawasan rumah sakit.
Aspen dengan tenang mengendarai mobil sambil memperhatikan sekitar rumah sakit, dia khawatir kalau-kalau ada wartawan atau awak berita yang sudah standby di sana.
Tapi ternyata di sana terlihat sepi.
Aspen memarkirkan mobilnya dengan pelan setelah memastikan semuanya baik-baik saja dan aman untuk keluar.
“Nik. Kau harus menggunakan ini.” Aspen memberikan topi kepada Niko.
Awalnya Niko enggan, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Akan lebih baik kalau dia mengikuti apa yang dikatakan Aspen.
Bukan hanya sebuah topi saja, di dalamnya ada pula masker penutup wajah.
Niko mendesah lagi ...
“Kalau kau tidak mau, kita pulang saja.” Ancam Aspen.
“Baiklah!” jawab Niko langsung mengenakan topi dan masker.
Setelah memastikan kalau Niko tidak dapat dikenali, Aspen baru membuka pintu mobil.
Bukan tanpa alasan Aspen melakukan itu, wajah Niko saat ini ada di hampir semua berita terkini.
Dia tidak ingin capek mengurusi semua orang yang ingin berusaha mengambil kesempatan dan bahkan kalau mereka tahu siapa sesungguhnya Niko, semua rencananya selama ini bersama Niko akan hancur.
Tidak apa-apa, mereka masih memberitakan asumsi tentang Niko yang tertembak. Karena belum ada satupun orang yang melihatnya dengan jelas.
Semua berita itu akan berakhir setelah diselesaikan oleh orang-orang mereka.
Aspen tersenyum melirik Niko yang berjalan di sisinya.
Mengingatkan pada kenangan saat mereka masih kuliah dan jauh dari masalah.
Saat mereka melewati pintu masuk terdengar suara perawat dengan suara kencang.
“Tolong, apakah ada seseorang yang memiliki golongan darah AB rhesus positif. Ada seorang gadis sedang sekarat saat ini membutuhkan darah itu.”
Niko yang mendengar langsung terdiam tidak bergeming.
Pun dengan Aspen.
Apakah yang disebut oleh si perawat adalah gadis yang menolong Niko.
Mereka berdua berdiri mematung saling berpandangan, terlihat tegang.
Bersambung..
“Ada di sini.” Teriak Niko lantang dengan tangan kanan terangkat lurus ke atas, sontak semua orang yang ada di sana menengok ke tempatnya berdiri.Sementara itu Aspen yang berdiri di sisi kanan Niko terlihat pucat, dia paham dengan apa yang dilakukan Niko.Niko lalu menatapnya saat tangannya sudah kembali turun dan seorang perawat dengan sedikit berlari mendekat ke arah mereka.“Niko ...” gigi Aspen bergemeretak saat itu juga dia sadar kalau yang dimaksud oleh Niko adalah dirinya sendiri.“Hey, jangan bilang kau masih takut dengan jarum suntik Aspen Larsen.” Goda Niko menyeringai saat mendapati perubahan wajah Aspen, pucat pasi.Niko menahan senyum melihat Aspen gugup.
Langkah kaki ketiganya dan suara roda brankar yang melewati lorong itu terdengar kencang malam itu. Beberapa orang yang melihatnya ikut panik dan menatap dengan rasa was-was juga meski mereka tidak tahu apa yang tengah terjadi tapi mereka berpikir pasti ada seseorang yang sedang sekarat saat ini.Sampai di depan ruang operasi Niko melepas mereka dan duduk di kursi tunggu yang dingin dengan gusar.Niko hanya bisa duduk terdiam tanpa sedikit pun bergerak, sudut kedua matanya menggenang air yang berusaha dia tahan.Sudah hampir dua jam lebih lampu itu belum juga berubah warna, saat Niko menoleh untuk memastikannya.Apa yang harus dia lakukan pada gadis itu.Bagaimana dengan keluarganya, Niko semakin memikirkannya dia semakin cem
Aspen sudah kembali seperti semula setelah istirahat beberapa jam.Setelah menyelesaikan segalanya baik administrasi rumah sakit dan kamar inap VIP yang dia pesan dua kamar, satu untuk dia dan Niko dan satunya untuk Amerika.Aspen sudah kembali ke ruangan saat itu Niko tengah tertidur pulas.“Ada apa denganmu sepupuku, tidak biasanya kau bersikap seperti ini.” Kata Aspen lirih menatap Niko dengan tersenyum kecil.Suara ponsel Aspen berbunyi, dia langsung memeriksanya.Ada banyak foto yang diterimanya dari pesan pribadi Aspen.Foto-foto itu adalah tempat tinggal Amerika yang dia minta kepada anak buahnya beberapa jam yang lalu setelah dia berdiskusi dengan Niko.
Tanpa disadarinya Aspen tertidur di sofa bersama Amerika sementara Niko terbangun dan terkejut saat melihat isi ruangan kosong tidak ada Aspen di sana.Bergegas Niko bangun dari tempat tidur, dia berjalan keluar.Niko langsung menuju ruangan yang ada di sebelahnya, saat dia membuka pintu Aspen ada di sana.Niko mendengus saat menemukan Aspen, dia sudah panik sebelumnya khawatir terjadi sesuatu pada Aspen.Bukan tanpa alasan, kejadian donor danar membuatnya merasa bersalah.“Aspen bangunlah.” Niko menyentuh lengan Aspen yang tertidur dengan duduk di sofa.“Hmm ...” Aspen membuka matanya, melihat Niko sudah berdiri di hadapannya dia sedikit terkejut, kedua al
“Nona, bisakah kau sedikit sopan.” Kata Aspen pada Amerika.Amerika terdiam untuk beberapa saat, dia menunduk mengapa hidupnya setragis ini. Dia hanya ingin dengan begitu semua masalah hidupnya akan terselesaikan.Tapi pada kenyataannya peluru itu justru membuatnya masuk ke dalam masalah lagi, dua orang ini tidak akan membiarkan dirinya lepas begitu saja.Lalu bayangan para penagih hutang yang selalu mengejarnya membuatnya semakin bergidik. Amerika terisak tanpa dia sadari air mata jatuh dengan deras.Aspen dan Niko bingung melihat Amerika menangis histeris.Tiba-tiba ruangan itu hening …Suara tangisan Amerika pecah.
Di sebuah apartemen pinggiran kota Paris yang sedikit kumuh, beberapa orang pria dengan tubuh kekar dan tampan seram tengah mendobrak sebuah kamar tak berpenghuni, setelah pintu terbuka salah satu dari mereka mendengus kesal.“Sialan! Ke mana kaburnya gadis jalang itu.”Pria itu mengepalkan tinju, rahangnya mengeras.“Bro Dimitri, sepertinya dia sudah melarikan diri.” Kata salah satu anak buahnya setelah dia mengitari kamar itu.“Ah, sialan!” Pria yang disebut Dimitri itu langsung menendang sembarang benda dengan kesal.Klontang!Suara benda-benda yang jatuh ke lantai membuat keributan.Sementara di
“Ah, maafkan aku! Kupikir dia gadis yang berbeda,” jawab Aspen tersipu malu karena telah salah mengira.“Boleh aku tahu di mana barang-barang pribadiku?” tanya Amerika pada mereka berdua.“Sebentar,” Aspen memberikan tas kertas coklat yang sudah dibawanya kepada Amerika.Tas warna coklat itu berisi barang-barang pribadi Amerika.Dengan tangan kirinya Amerika menerimanya dari Aspen.Tanpa pikir panjang dan mengacuhkan kedua pria itu, Amerika langsung mencari ponsel miliknya. Saat dia menemukannya wajahnya terlihat tersenyum kecil, merasa lega.Lalu dia langsung memeriksa pesan pribadi yang masuk dan banyak sekali panggilan telepon dari seseorang
Aspen hanya meringis saat dia menoleh pada Niko yang terlihat kesal mendengar perkataan Aspen.Amerika hanya bisa bengong, pria tampan berotot di hadapannya ini ternyata bisa bersikap manis juga, pikir Amerika.“Baiklah, hari ini kau bisa pulang setelah menyelesaikan semua urusan administrasi. Dan ini ada beberapa resep obat yang harus kau minum juga agar kau cepat pulih kembali. Semoga lekas kembali sehat Nona Amerika. Ah, kulitmu sungguh bagus sekali, aku sebagai wanita iri melihatnya, di mana kau merawatnya?”Mendengar kalimat si dokter, Amerika hanya tersenyum, sejak kapan dia perawatan kulit. Bahkan untuk biaya hidupnya saja dia kesusahan, batin Amerika yang pada akhirnya hanya meringis tanpa menjawab sepatah kata pun.“Gadis sekarang memang