Tanpa disadarinya Aspen tertidur di sofa bersama Amerika sementara Niko terbangun dan terkejut saat melihat isi ruangan kosong tidak ada Aspen di sana.
Bergegas Niko bangun dari tempat tidur, dia berjalan keluar.
Niko langsung menuju ruangan yang ada di sebelahnya, saat dia membuka pintu Aspen ada di sana.
Niko mendengus saat menemukan Aspen, dia sudah panik sebelumnya khawatir terjadi sesuatu pada Aspen.
Bukan tanpa alasan, kejadian donor danar membuatnya merasa bersalah.
“Aspen bangunlah.” Niko menyentuh lengan Aspen yang tertidur dengan duduk di sofa.
“Hmm ...” Aspen membuka matanya, melihat Niko sudah berdiri di hadapannya dia sedikit terkejut, kedua alisnya bertaut.
“Niko.” Sapa Aspen saat melihat Niko.
“Hm ...”
“Cepat bangun. Kenapa kau tidak tidur dengan baik Aspen.”
Niko menjatuhkan tubuhnya ke sofa tatapannya lurus pada gadis di depannya.
“Hmm … semalam aku melihatnya, penasaran apa yang terjadi dengannya.”
Kata Aspen saat Niko bertanya kepadanya.
“Apa dia baik-baik saja?”
“Semoga dan menurut perawat dia akan segera bangun.”
“Syukurlah. Bagaimana dengan semua jadwalku hari ini, apa sudah kau batalkan?”
“Ah Niko, kau jangan mencari alasan untuk bolos berkerja.”
“Hey, Aspen ...” Niko melirik Aspen lalu keduanya tersenyum.
“Jangan khawatir semuanya sudah beres, kau bisa beristirahat dengan tenang hari ini. Ingat hanya untuk hari ini.” Jelas Aspen pada Niko.
“Hmm, terima kasih sepupuku.” Kata Niko menepuk paha Aspen.
Aspen hanya menggeleng tersenyum melihat tingkah laku Niko.
---
“Apa aku sedang bermimpi, Mom, kenapa ada dua malaikat tampan di hadapanku?”
Amerika baru saja membuka kedua matanya dengan berat saat dia tersadar dua lelaki tampan tengah berdiri di hadapannya.
Wajah mereka tertempa sinar matahari dari jendela bening yang besar.
Sungguh ketampanan yang paripurna, bathin Amerika.
Dia mengusap kedua matanya tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
“Apa aku sedang ada di surga?”
Amerika kali ini memukul kepalanya sendiri. Dua pria tampan, yang satu berambut ikal separuhnya menutupi wajah lelaki itu, warna coklat matanya yang tajam semakin terlihat menawan, tubuhnya yang tinggi menjulang dengan balutan pakaian super mahal jelas terpancar seperti malaikat.
Sementara yang satunya dengan potongan rambut cepak dengan badan sedikit kekar, mereka serupa tampannya yang berbeda warna bola mata yang ini biru, rahangnya tegas berbeda dengan lelaki yang satunya.
Sungguh, apa mereka berdua malaikat yang akan membawaku, bathin Amerika.
“Auw, ini bukan mimpi atau aku melihat hantu.” Amerika memiringkan kepalanya lalu dia tersadar saat tangan kanannya terasa nyeri, dia melihat dan semakin terkejut saat mendapati balutan perban yang kini melingkar pada bahunya.
Aspen dan Niko saling berpandangan berdiri di depan tempat tidur, mereka berdua juga bingung dengan apa yang dikatakan Amerika barusan.
“Siapa kalian berdua?” tanya Amerika pada akhirnya dengan masih terkejut.
“Akhirnya kau sadar juga. Syukurlah.” Kata Niko.
Amerika mengedipkan kedua matanya lalu dalam hitungan menit berikutnya dia langsung menutup mulutnya dengan tangannya, “Auw ...” jerit Amerika tanpa sadar tangan kanannya masih sakit.
Aspen bergegas mendekat, sementara Amerika beringsut terlihat ketakutan.
Amerika mencoba mencerna semuanya ...
Lalu dia teringat oleh sesuatu, “Aku harus cepat pulang ... sialan mereka pasti akan menemukanku segera.” Kata Amerika bergumam sendiri tangan kirinya berusaha melepas jarum infus tapi dengan cepat Aspen mencegahnya.
“Nona, jangan gegabah, kau masih belum pulih.” Kata Aspen menahan tangan Amerika.
“Lepasin aku, jangan ikut campur, Aku baik-baik saja dan aku harus segera kembali bekerja kalau tidak mereka akan memecatku.” Amerika histeris berusaha melepaskan tangan Aspen.
Tapi sayangnya Aspen lebih kuat dari dirinya dan Amerika tidak bisa berbuat apa-apa.
Sementara Niko hanya berdiri menyaksikan apa yang sedang mereka lakukan.
“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Amerika pada Niko saat menyadari Niko menatapnya tajam seolah ingin memangsanya.
Aspen lalu menoleh ke Niko, tersenyum.
“Tenangkan dirimu dulu baru kita bicara baik-baik.” Aspen menenangkan, tangannya masih menggenggam tangan Amerika.
“Lepaskan tanganku.”
“Aku akan melepaskannya kalau berjanji tidak akan melakukan hal serupa tadi.”
“Hmm.. apa mau kalian?”
Amerika mendesah lalu menyerah pasrah.
Dia paham kedua lelaki tampan ini, yang tengah menatapnya adalah model yang dia bantu menata rambutnya dan lelaki yang satunya dekat dengannya ini adalah sosok yang membantunya di lorong saat itu.
“Apa kau sudah sadar sekarang?” tanya Niko dengan suara dingin dan tatapan tajam pada Amerika.
“Apa mau kalian? Kenapa tidak biarkan saja aku mati, iishhh sialan!” gerutu Amerika.
Niko dan Aspen berusaha sabar, gadis ini bersikap liar karena dia terbiasa hidup keras jadi wajar kalau dia bersikap tidak sopan pada mereka berdua.
“Mengapa kau menolongku?” tanya Niko pada Amerika.
Mendengar pertanyaan itu Amerika tersenyum masam memalingkan muka, menatap bahunya yang terbalut perban.
“Harusnya aku sudah mati, kenapa kalian justru menyelamatkanku.”
“Apa? Kau ingin mati.” Niko yang mendengar kalimat Amerika tersulut amarah.
“Nik, tenanglah.” Aspen segera mendekati Niko menahan lengannya.
“Dia sedang terguncang jangan dengarkan dia.” Kata Aspen.
“Apa kau sudah gila.” Niko berbalik lalu duduk di sofa menenangkan diri.
Ternyata gadis itu hanya ingin bunuh diri bukan berniat menyelamatkan dirinya, kenyataan itu membuat Niko kesal.
Bersambung ...
“Nona, bisakah kau sedikit sopan.” Kata Aspen pada Amerika.Amerika terdiam untuk beberapa saat, dia menunduk mengapa hidupnya setragis ini. Dia hanya ingin dengan begitu semua masalah hidupnya akan terselesaikan.Tapi pada kenyataannya peluru itu justru membuatnya masuk ke dalam masalah lagi, dua orang ini tidak akan membiarkan dirinya lepas begitu saja.Lalu bayangan para penagih hutang yang selalu mengejarnya membuatnya semakin bergidik. Amerika terisak tanpa dia sadari air mata jatuh dengan deras.Aspen dan Niko bingung melihat Amerika menangis histeris.Tiba-tiba ruangan itu hening …Suara tangisan Amerika pecah.
Di sebuah apartemen pinggiran kota Paris yang sedikit kumuh, beberapa orang pria dengan tubuh kekar dan tampan seram tengah mendobrak sebuah kamar tak berpenghuni, setelah pintu terbuka salah satu dari mereka mendengus kesal.“Sialan! Ke mana kaburnya gadis jalang itu.”Pria itu mengepalkan tinju, rahangnya mengeras.“Bro Dimitri, sepertinya dia sudah melarikan diri.” Kata salah satu anak buahnya setelah dia mengitari kamar itu.“Ah, sialan!” Pria yang disebut Dimitri itu langsung menendang sembarang benda dengan kesal.Klontang!Suara benda-benda yang jatuh ke lantai membuat keributan.Sementara di
“Ah, maafkan aku! Kupikir dia gadis yang berbeda,” jawab Aspen tersipu malu karena telah salah mengira.“Boleh aku tahu di mana barang-barang pribadiku?” tanya Amerika pada mereka berdua.“Sebentar,” Aspen memberikan tas kertas coklat yang sudah dibawanya kepada Amerika.Tas warna coklat itu berisi barang-barang pribadi Amerika.Dengan tangan kirinya Amerika menerimanya dari Aspen.Tanpa pikir panjang dan mengacuhkan kedua pria itu, Amerika langsung mencari ponsel miliknya. Saat dia menemukannya wajahnya terlihat tersenyum kecil, merasa lega.Lalu dia langsung memeriksa pesan pribadi yang masuk dan banyak sekali panggilan telepon dari seseorang
Aspen hanya meringis saat dia menoleh pada Niko yang terlihat kesal mendengar perkataan Aspen.Amerika hanya bisa bengong, pria tampan berotot di hadapannya ini ternyata bisa bersikap manis juga, pikir Amerika.“Baiklah, hari ini kau bisa pulang setelah menyelesaikan semua urusan administrasi. Dan ini ada beberapa resep obat yang harus kau minum juga agar kau cepat pulih kembali. Semoga lekas kembali sehat Nona Amerika. Ah, kulitmu sungguh bagus sekali, aku sebagai wanita iri melihatnya, di mana kau merawatnya?”Mendengar kalimat si dokter, Amerika hanya tersenyum, sejak kapan dia perawatan kulit. Bahkan untuk biaya hidupnya saja dia kesusahan, batin Amerika yang pada akhirnya hanya meringis tanpa menjawab sepatah kata pun.“Gadis sekarang memang
Merasa canggung buru-buru Aspen menarik diri menjauh dari Amerika, setelah posisi aman dia langsung menarik napas panjang dengan perlahan. Wajahnya memerah, Niko menangkap basah perubahan wajah Aspen yang tak biasa.Amerika masih tertunduk merasa malu, untuk pertama kalinya dia sedekat itu dengan seorang pria yang baru saja dia kenal.Pipinya merona terasa panas, meski begitu dia tetap wanita yang punya rasa juga terhadap lawan jenis jika sedekat itu. Apalagi Amerika belum pernah sekalipun sedekat itu dengan para pria.Selama ini Amerika sibuk dengan bekerja untuk mencari uang. Dia tidak pernah memikirkan tentang perasaan atau berteman dengan para pria selama hidupnya.Sungguh memalukan, batin Amerika. Kenapa dia terlalu mencolok dan canggung seperti ini.
Saat Aspen sudah selesai mengurusi semua administrasi rumah sakit, dia sedang berjalan menuju ruang pasien, seseorang menyapanya, “Hai, tunggu!”Aspen berhenti dan menoleh, sosok wanita tengah berjalan ke arahnya dengan tersenyum.“Eh?”Aspen menggaruk kepalanya merasa bingung dengan senyuman wanita itu.Ternyata dia dokter yang menangani Amerika, Aspen baru menyadari saat mereka sudah dekat satu sama lainnya.“Kau masih punya hutang padaku?” kata dokter wanita itu pada Aspen.Raut wajah Aspen terlihat bingung lalu berkata, “Hutang apaan?” tanya Aspen.“Tanda tangan super modelmu it
Ketiganya berjalan keluar gedung rumah sakit, Aspen yang tak tega melihat Amerika berjalan di sisinya segera membantunya. Tangan Amerika menggamit lengan Aspen dengan kuat, seperti ini membuatnya lebih baik dari sebelumnya.Meski terlihat sehat tapi bahu Amerika masih terasa nyeri dan itu membuatnya tidak nyaman setiap kali dia bergerak.Sambil menahan sakit, meringis sesekali Amerika masih bisa menahannya.Saat sudah sampai di parkiran belakang gedung, Aspen dengan cepat menekan tombol kunci otomatis pada mobil Porsche warna hitam yang terlihat mencolok.Amerika tertegun sesaat, menatap takjub mobil mewah di depannya. Benarkah dia akan naik mobil ini? Seumur hidupnya baru kali ini dia mencoba merasakannya.Amerika menatap As
Saat itu juga suara panggilan telepon berdering dari dalam saku pakaian Niko.Mom Calling …Secepat kilat Niko melempar ponsel miliknya ke Aspen.Seperti sudah biasa dengan kebiasaan Niko, Aspen menangkap ponsel itu dengan cepat dan tepat mendarat di tangannya.“Hallo … Yang Mulia … saya Aspen.”“ASPEN … MANA ANAKKU.”Suara teriakan dari ujung telepon dapat di dengar oleh semua orang termasuk Amerika yang sudah berdiri dengan mulut terbuka.“Pangeran Niko …” jawab Aspen lalu menatap Niko.Dengan cepat Niko