Share

Bab 8 - Malaikat Tampan

Tanpa disadarinya Aspen tertidur di sofa bersama Amerika sementara Niko terbangun dan terkejut saat melihat isi ruangan kosong tidak ada Aspen di sana.

Bergegas Niko bangun dari tempat tidur, dia berjalan keluar.

Niko langsung menuju ruangan yang ada di sebelahnya, saat dia membuka pintu Aspen ada di sana.

Niko mendengus saat menemukan Aspen, dia sudah panik sebelumnya khawatir terjadi sesuatu pada Aspen.

Bukan tanpa alasan, kejadian donor danar membuatnya merasa bersalah.

“Aspen bangunlah.” Niko menyentuh lengan Aspen yang tertidur dengan duduk di sofa.

“Hmm ...” Aspen membuka matanya, melihat Niko sudah berdiri di hadapannya dia sedikit terkejut, kedua alisnya bertaut.

“Niko.” Sapa Aspen saat melihat Niko.

“Hm ...”

“Cepat bangun. Kenapa kau tidak tidur dengan baik Aspen.”

Niko menjatuhkan tubuhnya ke sofa tatapannya lurus pada gadis di depannya.

“Hmm … semalam aku melihatnya, penasaran apa yang terjadi dengannya.”

Kata Aspen saat Niko bertanya kepadanya.

“Apa dia baik-baik saja?”

“Semoga dan menurut perawat dia akan segera bangun.”

“Syukurlah. Bagaimana dengan semua jadwalku hari ini, apa sudah kau batalkan?”

“Ah Niko, kau jangan mencari alasan untuk bolos berkerja.”

“Hey, Aspen ...” Niko melirik Aspen lalu keduanya tersenyum.

“Jangan khawatir semuanya sudah beres, kau bisa beristirahat dengan tenang hari ini. Ingat hanya untuk hari ini.” Jelas Aspen pada Niko.

“Hmm, terima kasih sepupuku.” Kata Niko menepuk paha Aspen.

Aspen hanya menggeleng tersenyum melihat tingkah laku Niko.

---

“Apa aku sedang bermimpi, Mom, kenapa ada dua malaikat tampan di hadapanku?”

Amerika baru saja membuka kedua matanya dengan berat saat dia tersadar dua lelaki tampan tengah berdiri di hadapannya.

Wajah mereka tertempa sinar matahari dari jendela bening yang besar.

Sungguh ketampanan yang paripurna, bathin Amerika.

Dia mengusap kedua matanya tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

“Apa aku sedang ada di surga?”

Amerika kali ini memukul kepalanya sendiri. Dua pria tampan, yang satu berambut ikal separuhnya menutupi wajah lelaki itu, warna coklat matanya yang tajam semakin terlihat menawan, tubuhnya yang tinggi menjulang dengan balutan pakaian super mahal jelas terpancar seperti malaikat.

Sementara yang satunya dengan potongan rambut cepak dengan badan sedikit kekar, mereka serupa tampannya yang berbeda warna bola mata yang ini biru, rahangnya tegas berbeda dengan lelaki yang satunya.

Sungguh, apa mereka berdua malaikat yang akan membawaku, bathin Amerika.

“Auw, ini bukan mimpi atau aku melihat hantu.” Amerika memiringkan kepalanya lalu dia tersadar saat tangan kanannya terasa nyeri, dia melihat dan semakin terkejut saat mendapati balutan perban yang kini melingkar pada bahunya.

Aspen dan Niko saling berpandangan berdiri di depan tempat tidur, mereka berdua juga bingung dengan apa yang dikatakan Amerika barusan.

“Siapa kalian berdua?” tanya Amerika pada akhirnya dengan masih terkejut.

“Akhirnya kau sadar juga. Syukurlah.” Kata Niko.

Amerika mengedipkan kedua matanya lalu dalam hitungan menit berikutnya dia langsung menutup mulutnya dengan tangannya, “Auw ...” jerit Amerika tanpa sadar tangan kanannya masih sakit.

Aspen bergegas mendekat, sementara Amerika beringsut terlihat ketakutan.

Amerika mencoba mencerna semuanya ...

Lalu dia teringat oleh sesuatu, “Aku harus cepat pulang ... sialan mereka pasti akan menemukanku segera.” Kata Amerika bergumam sendiri tangan kirinya berusaha melepas jarum infus tapi dengan cepat Aspen mencegahnya.

“Nona, jangan gegabah, kau masih belum pulih.” Kata Aspen menahan tangan Amerika.

“Lepasin aku, jangan ikut campur, Aku baik-baik saja dan aku harus segera kembali bekerja kalau tidak mereka akan memecatku.” Amerika histeris berusaha melepaskan tangan Aspen.

Tapi sayangnya Aspen lebih kuat dari dirinya dan Amerika tidak bisa berbuat apa-apa.

Sementara Niko hanya berdiri menyaksikan apa yang sedang mereka lakukan.

“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Amerika pada Niko saat menyadari Niko menatapnya tajam seolah ingin memangsanya.

Aspen lalu menoleh ke Niko, tersenyum.

“Tenangkan dirimu dulu baru kita bicara baik-baik.” Aspen menenangkan, tangannya masih menggenggam tangan Amerika.

“Lepaskan tanganku.”

“Aku akan melepaskannya kalau berjanji tidak akan melakukan hal serupa tadi.”

“Hmm.. apa mau kalian?” 

Amerika mendesah lalu menyerah pasrah.

Dia paham kedua lelaki tampan ini, yang tengah menatapnya adalah model yang dia bantu menata rambutnya dan lelaki yang satunya dekat dengannya ini adalah sosok yang membantunya di lorong saat itu.

“Apa kau sudah sadar sekarang?” tanya Niko dengan suara dingin dan tatapan tajam pada Amerika.

“Apa mau kalian? Kenapa tidak biarkan saja aku mati, iishhh sialan!” gerutu Amerika.

Niko dan Aspen berusaha sabar, gadis ini bersikap liar karena dia terbiasa hidup keras jadi wajar kalau dia bersikap tidak sopan pada mereka berdua.

“Mengapa kau menolongku?” tanya Niko pada Amerika.

Mendengar pertanyaan itu Amerika tersenyum masam memalingkan muka, menatap bahunya yang terbalut perban.

“Harusnya aku sudah mati, kenapa kalian justru menyelamatkanku.”

“Apa? Kau ingin mati.” Niko yang mendengar kalimat Amerika tersulut amarah.

“Nik, tenanglah.” Aspen segera mendekati Niko menahan lengannya.

“Dia sedang terguncang jangan dengarkan dia.” Kata Aspen.

“Apa kau sudah gila.” Niko berbalik lalu duduk di sofa menenangkan diri.

Ternyata gadis itu hanya ingin bunuh diri bukan berniat menyelamatkan dirinya, kenyataan itu membuat Niko kesal.

Bersambung ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status