Share

Bab 10 - Salah Kamar

Di sebuah apartemen pinggiran kota Paris yang sedikit kumuh, beberapa orang pria dengan tubuh kekar dan tampan seram tengah mendobrak sebuah kamar tak berpenghuni, setelah pintu terbuka salah satu dari mereka mendengus kesal.

“Sialan! Ke mana kaburnya gadis jalang itu.”

Pria itu mengepalkan tinju, rahangnya mengeras.

“Bro Dimitri, sepertinya dia sudah melarikan diri.” Kata salah satu anak buahnya setelah dia mengitari kamar itu.

“Ah, sialan!” Pria yang disebut Dimitri itu langsung menendang sembarang benda dengan kesal.

Klontang!

Suara benda-benda yang jatuh ke lantai membuat keributan.

Sementara di dalam mobil dua orang pria berjas yang jaraknya tak jauh dari apartemen itu tengah mengawasi dari balik kemudi.

Salah satunya lalu mengambil ponsel dari dalam bajunya, menekan angka panggilan cepat.

“Hallo Bos, saya sudah di depan apartemen gadis itu, ada beberapa orang yang masuk ke kamarnya dengan paksa di lantai dua. Kami tengah mengawasinya, apakah kami harus melakukan sesuatu?”

“Tidak usah, kalian hanya perlu mengawasi saja. Kemungkinan mereka adalah para berandalan yang mengejarnya untuk menagih hutang.”

“Lalu apakah kami harus tetap seperti ini saja.”

“Iya, jangan berbuat macam-macam sebelum ada instruksi dari Tuan Niko, Ok!”

“Baik Bro Aspen, saya mengerti.”

Tak lama sambungan telepon itu terputus.

Di dalam kamar apartemen, semua pria itu akhirnya keluar dengan kesal.

“Kalian semua cari gadis itu di sekitar sini, segera temukan dia, aku tidak peduli dia masih hidup atau sudah mati pokoknya temukan dia dulu sebelum si bos murka sama kita semua, mengerti!”

Perintah Dimitri dengan kedua tangan mengepas giginya menggererak.

“Baik Bro.”

Setelah itu semuanya berjalan menuruni anak tangga dengan cepat menghilang.

“Kau telpon dengan siapa?” tanya Niko setelah keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk yang menutupi sebagian tubuhnya.

“Ah, itu tadi dari Caesar, memberitahu kita tentang keadaan tempat tinggal gadis itu.”

Jelas Aspen pada Niko.

“Apa kau menyuruhnya untuk mengawasi rumahnya?”

“Iya, bukankah kau yang memintanya kemarin kalau-kalau ada salah satu keluarganya dan kita bisa menghubunginya.” Aspen melirik Niko, kedua matanya memicing.

Niko tersenyum saat melihat raut wajah Aspen yang berubah dan berkata, “Ah, aku lupa.” 

Niko berlalu masuk ke dalam kamar pribadinya setelah itu.

Aspen hanya tersenyum menjatuhkan dirinya ke sofa lalu tangannya meraih remote tv.

Ada banyak berita tentang kejadian penembakan yang terjadi pada beberapa hari yang lalu dan untungnya tidak ada satupun yang menyebut nama Niko, semua berkat tangan dingin Caesar.

Beruntung Aspen menemukan sosok seperti Caesar yang dengan cepat bisa menyelesaikan semua masalah yang terjadi pada Niko selama di sini.

Saat itu juga Aspen teringat dengan gadis yang kini masih ada di rumah sakit tengah mengalami perawatan.

Kenapa aku tidak menanyakan langsung padanya siapa keluarganya? Ah, sialan!

“Ada apa? Kenapa raut wajahmu seperti itu?” Niko sudah berdiri di samping sofa memperhatikan Aspen yang terlihat kesal.

“Ah, aku hanya sedang memikirkan sesuatu.”

“Ayo kita pergi.” Ajak Niko pada Aspen.

“Pergi?”

Aspen terkejut, mereka baru beberapa jam sampai di apartemen ini dan Niko mengajaknya pergi lagi, ke mana. Hari ini seingat Aspen semua jadwal Niko sudah dibatalkan olehnya, semuanya.

Dengan wajah bengong Aspen menatap Niko, mulutnya terbuka lebar.

“Kenapa kau menatapku seperti itu?”

Tanya Niko dengan tersenyum kecil.

“Nik, kita baru saja sampai di rumah dan mau ke mana lagi?”

“Ke rumah sakit.”

“Hah?”

“Kenapa kau terkejut seperti itu Aspen. Bukankah kita harus merawatnya dengan baik selama belum menemukan wali gadis itu.”

“Kalau begitu aku mandi dulu.” Setelah mengatakan itu Aspen langsung berlalu meninggalkan Niko yang sudah siap untuk pergi.

“Aspen, bukankah kau jarang mandi selama ini,” teriak Niko tapi Aspen mengacuhkannya dengan hanya melambaikan tangan.

Mereka sudah berada di dalam mobil menuju rumah sakit, jalanan terlihat lengang dan di luar masih terasa dingin.

Tidak ada percakapan diantara keduanya, mereka terdiam suara musik yang mengiringi perjalanan mereka.

Hanya butuh beberapa menit mereka sudah tiba di depan rumah sakit.

Setelah memarkir mobil di parkiran keduanya keluar dari mobil dan bergegas menuju area dalam rumah sakit.

Amerika tengah berdiri menatap keluar jendela dengan pandangan kosong, tangan kanannya masih terikat perban dan setiap kali dia bergerak bahunya terasa sakit.

Dia sedang berpikir, bagaimana dengan semua masalah hidupnya dan apakah dia akan dipecat dari semua pekerjaan sampingannya karena dia tidak pergi bekerja, lalu di mana tas dan ponsel miliknya.

Memikirkan semua itu membuatnya terasa kepalanya ingin pecah.

Dia memang terlalu gegabah, ingin mati tapi ternyata justru sebaliknya.

Hidupnya kini semakin berantakan.

Ah, sialan!

Teriak Amerika dengan kencang saat itu juga pintu terbuka, Amerika menoleh.

Dua pria tampan masuk ke dalam ruangannya.

“Siapa lagi kalian?” tanya Amerika terkejut. Saat menoleh dua sosok pria ternyata yang masuk adalah orang yang dia kenali.

Keduanya saling berpandangan, sama terkejutnya.

Bukan karena ucapan Amerika kepada keduanya tapi lebih pada penampilan Amerika saat ini yang jauh berbeda dari sebelumnya.

Gadis itu terlihat cantik sekali berdiri di tengah jendela terbuka yang terkena sinar matahari.

Iya, pagi tadi perawat wanita membantu Amerika membersihkan dirinya karena Amerika tidak tahan tubuhnya terasa lengket dan wajahnya terasa penuh minyak, maka dia meminta si perawat untuk membantunya membersihkan diri dan rambut coklatnya yang indah bergelombang sebahu.

“Maaf, kami pikir kami salah kamar,” jawab Aspen malu-malu.

“Tidak Aspen, ini memang dia gadis yang sudah membantuku.” Jawab Niko berdiri masih menatap Amerika.

Mata coklat penuh rasa tidak percaya diri itu masih jelas teringat oleh Niko saat mereka bertatapan di ruang rias pada saat malam kejadian penembakan itu.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status