Share

Perjodohan Kalangan Atas

Suite Room Starla Hotel

“Menikah?” ulang seorang pria termuda di antara mereka yang ada dalam ruangan, sosok paling terlihat tenang tersebut mendadak membolakan mata dengan sempurna ketika pembahasan serius dilontarkan.

Tatapannya beralih pada wanita yang terlihat berpura-pura membenarkan posisi rok yang tak bermasalah, sementara sang ayah tampak berdeham tanpa perasaan berdosa. Berbeda dengan lelaki yang usianya sekitar tiga atau empat tahun di atasnya, pengacara keluarga sekaligus teman dekat beberapa tahun terakhir tersebut mendelik sebagai isyarat untuk tetap santai. Sementara lelaki tua dengan kedua tangan bertopang pada tongkat elbow itu hanya menjadi pendengar dengan raut muka datar.

“Apa ini masuk akal?” tambahnya masih dengan nada tinggi yang khas, “Ma, katakan kalau kakek sedang bercanda.”

Perempuan itu hanya bisa komat-kamit dengan bentuk mata yang dibuat selebar mungkin, sang ayah pun terlihat mengedip-ngedip agar dirinya lebih tenang. Masih saja temperamen sekalipun usianya sudah mencapai angka 27, menempuh pendidikan terbaik dan sudah di-training bertahun-tahun di luar negeri. Tetap putra tunggal mereka tak berubah menjadi lebih baik, enggan membedakan sikap tepat serta keliru terhadap orang yang lebih tua.

“Jika kamu menolak, aku akan memanggil Galen. Dia pasti langsung menyanggupinya,” ujar sang kakek masih tanpa ekspresi, memaksa pemuda tampan itu membeku di tempat.

Nama Galen bukan saja menyebalkan untuk didengar, laki-laki itu merupakan saingan terburuk baginya. Sepupu yang memiliki peluang paling besar dalam merebut posisi di perusahaan sekaligus sebagai cucu terbaik, persaingan kalangan atas yang rumit. Dia tak mungkin kalah setelah melalui banyak hal selama 10 tahun terakhir.

“Kakek mengancam?” tanyanya dengan sikap skeptis yang begitu serius, “Ini hanya akal-akalan Kakek bukan?”

“Alo!” sentak ibunya yang sudah kehabisan akal dengan sikap sang buah hati, selalu bertingkah suka-suka tanpa menunjukkan sikap hormat.

“Ini sudah sepuluh tahun dari kebodohan kalian, apa anak seperti dia masih bisa dianggap bagian dari keluarga kita?” timpal sang kakek yang menarik ujung bibir kanan Alo Pratama, cucu tertua di keluarga Pratama Laksana tersebut mulai menyeringai.

Putra tunggal Jasmine Maharani tersebut memang tidak memiliki hubungan baik dengan sang pemilik Starla Group karena pernikahan orang tuanya tanpa restu, Prasetyo Anugerah yang hanya menjadi sopir pribadi kala itu nekat menjalin kasih dengan putri sulung Pratama. Kemudian, mereka memilih menikah diam-diam dan hidup mandiri di kota lain. Namun, berita memalukan 10 tahun lalu memaksa sang pemilik perusahaan besar tersebut mengambil tindakan tegas, membawa pulang kembali putri beserta cucunya.

Kemampuan Alo yang memang di atas rata-rata sejak masih kanak-kanak, menciptakan banyak masalah serius ketika remaja. Selama itu pula sang kakek memantau perkembangan cucu tertua dari jauh, membantu di balik layar menuntaskan beberapa konflik. Jika saja tidak memilih turun tangan, tentu Diamond Group masih akan memandang remeh seorang Alo Pratama.

“Apa hanya karena Alo Agler berubah menjadi Alo Pratama, lantas hidupku sekarang menjadi milik kakek?” tantangnya masih dengan wajah menyebalkan, “Jika begitu, kembalikan tujuh belas tahunku yang Kakek abaikan!”

Pratama Laksana hanya mendesaukan napas gusar, anak tersebut memang sulit dikendalikan. Dua puluh tujuh tahun bukan waktu muda untuk seorang pria, Alo sudah pantas menjalin satu ikatan sakral bernama pernikahan. Jika masih membiarkannya bersikap semena-mena dalam kehidupan, semua orang akan merasa tertekan.

Dia baru didatangkan dari Kanada, menempatkannya sebagai Presiden Direktur di perusahaan ekspedisi sebagai bagian dari bisnis Starla Group. Perusahaan raksasa yang merupakan milik sang kakek berada di urutan ketiga terbesar di Asia Tenggara, menyaingi Diamond Group yang sempat membuat Alo hampir dijebloskan ke penjara. Anak usil tersebut meretas sistem keamanan dan mencuri uang dari sana.

“Alo Agler hanya peretas amatir yang berprofesi sebagai pencuri, lalu menjadi budak bodoh yang ….”

“Cukup!” Alo meradang dengan posisi tubuh sudah berdiri, Daffin yang melihat aksi sang sahabat langsung menarik lengannya. Memberikan bahasa tubuh paling mudah dipahami, menggeleng agar dia tetap menjadi anak baik.

Alo memang akan menjadi kasar setiap kali seseorang menyinggung masa lalu, baginya setiap kebodohan yang dibahas bukan perkara yang bisa dengan mudah dilontarkan. Semua itu memiliki kenangan, sangat berarti. Hanya dia dan Tuhan yang sanggup menjabarkan mengenai peristiwa masa lampau.

“Pilihanmu hanya dua, kembali menggelandang sebagai Alo Agler atau menjadi Alo Pratama dan mewarisi Starla Group.” Sang kakek pun terlihat masih menjunjung tinggi asas kepala batu yang dianut, tak mau mengalah terhadap cucunya.

Alo terlihat sedang berpikir, memutar bola mata sebelum berakhir pada wajah Daffin yang menggeleng. Mereka sudah membahasnya di pesawat, menolak keinginan sang kakek sama saja dengan memberikan semua peluang untuk Galen. Hal paling menjengkelkan baginya, dia tak mau keluarga adik kandung ibunya berkuasa dan kembali menindas wanita yang sangat ia cintai.

“Alo, duduk!” Jasmine memerintah dengan nada tinggi, sang buah hati hanya memilih patuh meskipun wajah itu menunjukkan ekspresi yang kontras.

“Kenapa harus pernikahan yang mendasari pengesahan warisan?” Alo meracau tanpa peduli dengan tangan sang ibu yang sudah menarik bagian kemeja di pinggang kanannya, “Ma!”

Dia hendak protes, tetapi malas untuk melanjutkan isi kepala saat ini. Alo hanya mengacak kasar rambut yang tertata rapi, apa pernikahan memang selalu dijadikan senjata akurat dalam melumpuhkan seseorang? Pria itu sama sekali tidak mempercayai pernikahan beserta tetek bengeknya.

“Baik, saya akan mengambil alih.” Daffin memulai perannya sebagai pengacara keluarga Pratama, “Pembacaan wasiat pembagian warisan dari Tuan Tama terkait penerus yang akan melanjutkan jabatan di perusahaan sekaligus penerima semua aset beserta kekayaan.”

Alo hanya bersandar kasar, memilih menjadi pendengar setia dengan sikap masa bodoh. Dia tidak sedang berada dalam posisi bisa menjadi pemberontak, ancaman terbesar bukan pada dirinya. Sang ayah serta ibu tercinta adalah prioritas utama kakek tua tersebut jika ia berani berulah kembali.

“Untuk Alo Pratama dan Galen Pratama, keduanya berhak mengikuti tantangan yang diberikan oleh Pratama Laksana selaku pemilik kuasa. Siapa pun dari mereka yang berhasil menjadi suami dari wanita pilihan Pemilik Kuasa, dialah yang akan menjadi pewaris tunggal keluarga Pratama. Sementara untuk pemberian status, jabatan, beberapa aset, dan kekayaan akan diserahkan sepenuhnya kepada suami sah sang wanita pilihan.” Daffin membaca kembali informasi yang sudah dibocorkan beberapa waktu lalu, masalahnya siapa wanita pilihan sang kakek?

Apa Alo harus menikah dengan perempuan tak jelas seperti di drama atau novel-novel super halu? Pria itu tak habis pikir dengan cara sang kakek yang kolot, menjodohkan dirinya hanya karena bisnis. Jika saja  bukan berpikir tentang nasib kedua orang tuanya, pasti sudah memilih menjadi cucu durhaka.

“Siapa yang harus kunikahi?” tanya Alo yang sudah kehabisan energi untuk berdebat, menolak dengan cara apa pun tak akan berhasil. Jalan satu-satunya adalah menemui perempuan yang diinginkan oleh pria tua tersebut.

“Putri pemilik Jenderal Utama, anak dari Jofan Dastarasta. Quitta Jofany.” Penjelasan sang kakek cukup detail, hal yang tak hanya membuat Alo mengangkat wajah. Untuk berkedip pun susah, dia tak salah dengar bukan?

Quitta Jofany, bocah ajaib yang sangat membenci dirinya?

“Qu—Quitta … Bocah Karbitan itu?” tanyanya dengan sedikit kesulitan mengatur diksi tepat untuk menggambarkan rasa terkejut dalam diri, tetapi kepalanya beralih pada sang ibu yang langsung mengangguk tegas.

“Apa ada putri lain di keluarga mereka?” Sang ibu balik bertanya pada sang putra yang terlihat shock, mereka memang sempat dipertemukan oleh kebetulan di masa lalu.

Alo memegangi kepala yang terasa lebih sakit dari sebelumnya, benak mengeja nama Quitta dengan cepat. Kenapa harus bocah itu? Tunggu, bukankah ini sudah belasan tahun dari pertemuan terakhir mereka? Seperti apa wujud Quitta sekarang?

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status