Share

Apa yang Akan Mereka Lakukan?

“Appa akan terus bersikap tak tahu malu begini?” tanya Quitta dengan muka masam sambil mengamati sang pria yang hanya memilih membuka koper, mengeluarkan beberapa pakaian.

“Kenapa harus tak tahu malu saat harus menjaga bocah yang sudah kurawat sejak bayi?” balas Bobby masih dengan nada santai, sama sekali tak pernah memberikan intonasi lebih tinggi atau sekadar tampang dilipat.

Inilah yang membuat Quitta begitu menyukai keribadian sang ayah asuh, orang lain tanpa hubungan darah tersebut jusru sangat menenangkan setiap kali melontarkan kata. Jauh berbeda dengan Bimby, perempuan yang ia sebut ibu justru tak memberikan kesempatan hidup tenang. Bagaimana dirinya bisa membenci sosok pria maskulin itu?

Entah kapan Quitta menyadari perasaannya, dia menjadi sangat merindukan Bobby. Mengira perasaan yang ada hanya tentang kangen terhadap sosok yang merawat ketika bayi, nyatanya tidak demikian. Sang gadis sangat kesakitan setiap kali melihat pria yang kini menjadi guru di sekolah berdekatan bersama perempuan lain.

Saat mengetahui kedekatan Bobby dengan Anya, Quitta mengalami sedikit masalah. Perih yang tiba-tiba muncul di balik dada, perasaan kacau hingga tak rela. Semua dirasakan dalam satu aktu sehingga menempatkannya pada situasi rumit yang begitu menyulitkan.

“Appa, apa hatimu di Neraka?” Kembali Quitta melontarkan kalimat sadis, “kenapa masih bisa tersenyum begitu manis setelah menusukkan belati di hatiku?”

“Kapan aku melakukannya?” sanggah Bobby sambil menghentikan gerakan tangan mengambi beberapa pakaian, “oh, malam itu … kamu merasa appa sangat kejam?”

Quitta tak memberikan tanggapan, dia hanya terlihat menahan diri untuk tidak menangis. Kenapa Bobby begitu menyebalkan? Namun, hatinya justru merasa senang meski diperlakukan begitu kejam.

“Quitta, appa masih sangat merindukanmu. Ingin kita kembali seperti dulu, jangan menciptakan jarak. Biarkan ….”

“Katakan itu pada Tuhan!” potong Quitta cepat dengan muka gusar, “tanyakan juga dengan jelas, kenapa Dia membuat perasaan bodoh ini kalau ternyata hanya menjadikannya penyakit yang menjijikkan?”

Setelah berucap demikian, Quitta membalikkan badan. Pintu dibanting hingga menimbulkan bunyi cukup keras, Bobby terlihat menjatuhkan kedua lengan di samping tubuh. Lemas!

Pria itu mundur, duduk di sisi tempat tidur. Menutup wajah dengan kedua telapak tangan, mengatur napas yang sudah tak karuan. Kenapa dirinya selalu tidak bisa menolak keinginan Bimby?

Dia sudah memutuskan akan mencoba kehidupan lain, menjalin hubungan normal bersama wanita dewasa. Tidak lagi terjebak pada bayang-bayang sang cinta pertama, tetapi apa ini? Bobby justru kembali dihadapkan pada persoalan hati paling rumit, mengatasi Quitta.

“Ahjussi, aku mohon, ya ….” Bimby memohon dengan wajah memelas, meminta untuk bersedia tinggal di rumah lama. Sebab, mereka curiga telah terjalin kesepakatan konyol antara Quitta dan Alo yang bisa melahirkan sesal di kemudian hari.

“Kamu tahu apa yang terjadi dengan putri kita?” balas Bobby pada dua orang yang mengangguk kompak, “lalu, kalian memintaku tetap berada di sisinya setelah menyakiti hati Quitta cukup parah?”

Lagi-lagi mereka hanya mengangguk kompak, siapa lagi yang bisa mengendalikan Quitta? Gadis itu tak akan patuh jika dia dan Jofan mengatakan sesuatu, mana mungkin mau mendengarkan ketika sudah benar-benar terluka oleh Bobby. Satu-satunya cara terbaik yang bisa dilakukan adalah menempatkan si Pembuat Luka di sisi sang buah hati.

Menolak keinginan Bimby adalah perkara mustahil, perempuan tersebut memiliki ketangguhan paling bebal di dunia. Tidak akan pernah bisa digoyahkan ketika menginginkan sesuatu, harus diwujudkan sesuai imajinasi. Lihat saja, tanpa sungkan langsung meraih tangan Bobby.

“Ahjussi, mau, ya …?” Bimby kembali mengatakan hal yang sangat sulit untuk dituruti, “hem?”

“Jo!” sentak Bobby pada pria yang hanya memejamkan mata sembari bersandar santai, “istrimu.”

Jofan hanya menimpali dengan kedua bahu terangkat kompak, “Baru berapa menit? Aku semalaman enggak tidur, nikmati saja.”

Bobby langsung melempar bantal pada suami Bimby tersebut, cukup kesal karena justru pasrah begitu saja. Kemudian, tatapnya beralih pada Bimby yang masih menunjukkan tampang memelas. Bobby mengusap kasar muka perempuan yang masih mampu membuatnya tak bisa menolak.

“Kalian memintaku menjauhi Quitta dengan alasan perkembangan mental, tapi sekarang …?” Bobby hanya sedang tak habis pikir terhadap keputusan plin-plan pasangan tersebut, bagaimana dirinya bisa menunjukkan muka di depan gadis yang jelas-jelas sudah dibuat menangis malam itu?

“Ini di luar kuasa kita sebagai manusia, kejadian tak terduga.” Bimby menanggapi sembari cengengesan, “makanya, Ahjussi harus bertanggung jawab sekarang!”

“Kenapa harus aku?”

“Karena aku yang meminta,” jawab Bimby sambil melebarkan senyuman, “oke, besok akan kami jemput. Ayo, aku bantu Ahjussi mengemasi barang!”

Tanpa menunggu persetujuan, Bimby berlari menuju kamar Bobby. Pria itu langsung mengacak kasar rambut, kembali memandang Jofan yang masih bertingkah serupa. Hanya angkat bahu.

Begitulah cara mereka menjebak dirinya, apa takdir akan terus menawan Bobby dalam lingkar kehidupan pasangan absurd tersebut? Kini, dia benar-benar berada dalam situasi yang sangat rentan tergoyahkan. Bersama Quitta yang merupakan copy paste ibunya, bagaimana cara sang psikiater melepaskan diri?

Bobby memutuskan berdiri, dia hanya perlu mengontrol diri dengan mencari angin segar. Pria tersebut keluar, melirik pintu kamar di sebelah kanan. Di sana Quitta tengah menyetel musik cukup keras.

Laki-laki tersebut mendekati tangga, memutuskan untuk turun. Namun, dari arah berlawanan terlihat Alo sedang menuju lantai dua. Mereka sama-sama memilih diam di tempat.

“Mau keluar?” tanya Alo mengakhiri kecanggungan yang tak nyaman, dia hanya perlu membiasakan diri tinggal bersama orang asing tersebut.

Bobby mengangguk, tetapi ekor mata jelas memindai sang lelaki muda. Sosok yang akan menjadi teman hidup Quitta, Alo dengan ketampanan paling bisa diandalkan. Di atas rata-rata.

“Kalian akan tinggal satu kamar?” Bobby akhirnya mengeluarkan suara ketika mereka sejajar, “di atas hanya ada dua ruang untuk istirahat, apa yang akan kamu lakukan?”

“Kenapa bertanya saat ini rumahku?” balas Alo enggan lagi merasa menjadi tak berdaya di depan orang-orang dewasa, “seharusnya aku yang bertanya, kenapa tak tinggal di ruang tamu?”

Bobby hanya tersenyum sehingga cekungan di pipi kanan tampak begitu jelas, “Bagaimana kalau kita tidur bersama?”

Alo langsung bergidik, dia memilih berlari menuju lantai dua. Niatnya menemui Quitta, membahas ruang untuk tidur. Kenapa dirinya harus berada di bawah?

Rumah ini terbilang mewah, tetapi pelit kamar. Apa yang menarik di tempat tersebut? Alo hanya terus melangkah, menggedor pintu kamar Quitta. Namun, tak mendapat tanggapan.

Sang lelaki memilih melakukan panggilan, musik berhenti. Terdengar langkah kaki mendekat, lalu pintu terbuka. Quitta hanya bersembunyi di baliknya.

“Apa?”

“Buka pintunya, kita harus bicara.” Alo mencoba bernegosiasi, dia akan menyiasati situasi tak terduga ini dengan bekerja sama dengan sang calon istri.

“Kakak enggak bisa membaca suasana hatiku?” tanya Quitta dengan nada kesal, “aku sedang enggak minat mengobrol!”

“Keluar atau aku yang masuk?”

“Bicara saja dari sana!”

Alo berteriak, ingin sekali menjitak Quitta. Benar-benar gemas dengan tingkah sang gadis yang sangat sulit dikendalikan, kenapa dirinya begitu mudah terjebak pada kesepakatan? Jika tahu akan serumit ini, lebih baik membiarkan Galen yang maju.

Dijamin, sang sepupu akan kewalahan menangani Quitta. Dia tak memperhitungkan sejauh ini, hanya melihat sekilas. Ternyata jauh lebih rumit dari perkiraan.

“Kita bertiga, sedangkan kamar utama hanya ada dua. Apa aku harus tidur di ruang tamu?”

Why  not?” timpal Quitta cepat dengan tampang super cuek yang khas, “bukankah tamu adalah raja?”

“Jadi, aku harus mengalah?” Alo mulai terlihat gusar dengan tatap serius, Quitta mengangguk cepat.

Pria itu hendak membuka mulut kembali, tetapi pintu sudah tertutup rapat. Alo menendang udara kosong, lalu kembali berteriak. Namun, terlonjak kaget saat melihat Bobby sudah bersandar di sisi lain.

“Apa dia sangat menyusahkan?” tanya Bobby yang menyilangkan kedua tangan di depan dada bidang miliknya, “yakin mau tinggal bersama Quitta? Setahun bukan masa singkat, kira-kira kuat menghadapi gadis itu?”

Alo tak segera menjawab, dia memilih untuk mendekat pada Bobby. Satu-satunya cara terbaik untuk bertahan demi mendapatkan warisan adalah dengan tetap tinggal di rumah ini, tetapi jika harus tidur selama satu tahun di ruang tamu, tentu bukan pilihan bijak. Jadi, dia sudah memutuskan menerima tawaran sang tamu.

“Ayo, kita tidur bersama!” ajak Alo tanpa keraguan, membuang wajah untuk menyembunyikan gengsi.

Bobby hanya tergelak, model manusia arogan yang tumpul. Kehilangan taring hanya karena seorang Quitta, dia mulai memindai sosok seorang Alo. Tidak seperti yang dirumorkan, mungkin telah berubah.

“Kamu tahu kalau kami dekat?” Pertanyaan Bobby membuat wajah Alo mengerut, “aku dan mantan istri kontrakmu?”

Alo menoleh seketika, dia tak tahu harus mengatakan apa sekarang. Perlu ditanggapi atau mengabaikan saja. Jika menyangkut Anya, perasaan yang tenang mulai bergejolak.

“Lalu?” Hanya ini yang mampu keluar dari mulut Alo, tak bisa lagi melanjutkan kata-kata. Sebab, kerongkongan mendadak sulit diajak berkompromi.

“Quitta tak akan melepas kami, dia bukan gadis manis yang penurut. Apa itu baik-baik saja untuk kalian?”

“Kalian?” ulang Alo dengan sedikit penekanan, tak mau salah mengambil kesimpulan.

“Kalian bertiga.”

Alo sendiri tak tahu, entah semua akan baik-baik saja atau malah membuat situasi memburuk. Jika selama ini ambisinya hanya tentang mewarisi kekayaan sang kakek demi membuktikan keberadaan yang selama ini diabaikan, sekarang keinginan tersebut seolah menguap. Kenapa harus kembali muncul nama Anya?

Sama seperti Quitta, kemungkinan dirinya masih belum bisa terlepas dari kenangan masa lalu. Namun, mengakui perasaan tersebut sebagai cinta, sedikit berlebihan. Kalaupun mungkin memang dia tengah memiliki rasa tersebut tanpa disadari.

Alo hanya ingin fokus bekerja, menunjukkan identitas yang bisa diakui semua orang. Tak tega jika sang ayah terus dijadikan alasan untuk menjatuhkan martabat keluarga, dia harus bisa menepis apa pun yang menghalangi jalan tersebut. Termasuk tidak terpengaruh oleh nama mantan istri kontraknya.

“Aku sedang tak ingin membahasnya, bisakah kita hidup tanpa perlu mengungkit orang-orang dari masa lalu?” Alo mencoba meminta pengertian, Bobby yang melihat keseriusan serta luka di sorot mata itu hanya mengangguk penuh pengertian.

“Baiklah, aku tak akan membahas apa pun lagi. Namun, bukan berarti kehidupanmu bisa mulus tanpa bayang-bayang masa lalu, bagaimana caramu mengatasi semua itu?”

Bobby benar, dia di kota yang sama dengan Anya sekarang. Apalagi pekerjaan di bidang serupa akan membuat intensitas pertemuan lebih berpeluang sering terjadi, ditambah keberadaan Bobby di rumah yang sama. Alo menggeleng pelan, benar-benar kebingungan!

“Bisakah tentang kita tak usah ada yang tahu?”

“Aku bisa menjamin, tapi ….” Bobby menggantungkan kalimat, dia menatap pintu kamar yang tertutup rapat.

Di baliknya, seorang gadis keras kepala yang susah diatur tidak bisa menjamin rahasia mereka tetap tersimpan rapat. Quitta mampu mengacaukan semua rencana, kemungkinan mengguncang hubungan dengan Anya yang baru menapaki tahap pendekatan pun sangat besar. Sebab, sang anak asuh memiliki watak paling mengerikan, obsesi terhadap dirinya!

“Lalu, tak bisakah kalian bersama?” tanya Alo pelan membuat kening Bobby mengerut, “Anda dan Quitta, kenapa tidak bersatu?”

“Jawabannya sama dengan pertanyaan … kenapa kamu tak kembali pada Anya?”

Kedua lelaki itu terdiam, terbawa oleh pikiran masing-masing. Mungkin sama-sama sibuk mencari jawab atas tanya yang begitu menyudutkan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status