Share

Bab 2 Pergi Lagi

Ghea melihat anak kecil itu begitu cantik. Wajahnya yang putih serta rambutnya yang lurus begitu menarik perhatiannya. Belum lagi matanya juga indah yang dihiasi bulu mata lentik. Sebagai orang dewasa, dia iri dengan anak kecil di depannya itu.

“Halo, Sayang, siapa nama kamu?” Ghea dengan lembut bertanya. Terbiasa menghadapi keponakannya, membuatnya tidak terlalu terkejut dengan ulah anak-anak.

“Gemma Adlina Kavin,” jawab bocah kecil yang berusia lima tahun itu.

“Oke, Gemma, kapan kamu masuk ke mobil?” Ghea benar-benar tidak tahu kapan anak kecil itu masuk, dan bagaimana anak kecil itu bersembunyi tanpa ketahuan.

“Tadi saat pintu dibuka dan bunyi ‘klik … klik …’ langsung aku masuk.” Gemma menjelaskan dengan lancar sekali.

Ghea mengingat memang tadi membuka pintu mobil dari jauh. Dia juga sempat berhenti sebentar untuk berterima kasih pada ibu guru yang mengantarkannya sampai di tempat parkir. Jadi mungkin anak kecil ini memanfaatkan momen itu untuk masuk ke mobil.

“Lalu, kenapa kamu masuk ke sini?” Pertanyaan itu kembali dilemparkan Ghea.

“Aku ingin bertemu, Mommy.” Gemma langsung memeluk Ghea.

Ghea merasa anak yang sedang memeluknya ini begitu merindukan ibunya. Terlihat jelas pelukannya begitu penuh kerinduan. Untuk sesaat Ghea membiarkan anak kecil itu untuk melakukan apa yang dia inginkan. Mungkin dengan begitu kerinduan itu tersalurkan.

Saat merasa pelukan itu cukup lama, Ghea melepaskan pelukan itu perlahan. “Ibu guru di sekolahan pasti sangat terkejut kamu tidak ada di sekolah. Jadi sebaiknya kita kembali ke sekolah.” Ghea berpikir untuk segera mengembalikan anak tersebut ke sekolah.

“Baik, Mommy.”

Ghea masih bingung kenapa anak ini memanggilnya mommy. Padahal anak kecil itu bukan anaknya. Lagi pula, dia tidak mungkin bukan hamil tanpa tahu anaknya. Karna Ghea seorang wanita, bukan pria yang bisa meninggalkan benih di mana saja, tanpa tahu ada anak yang tumbuh di rahim atau tidak. Namun, Ghea tidak mau memikirkan itu lebih dulu. Yang perlu dilakukannya adalah mengembalikan anak itu ke sekolah. Pasti satu sekolah heboh karena satu anak hilang. Bisa-bisa nanti dirinya dituduh menculik anak tersebut.

“Sekarang ikut turun dulu.” Ghea menegakkan tubuhnya. Kemudian membuka pintunya untuk keluar. Bersamaan dengannya, Gemma juga ikut keluar. Sebelum kembali ke sekolah, Ghea harus izin dulu. Tidak bisa main kabur begitu saja pergi dari klinik.

Ghea menautkan jari jemarinya. Menggandeng Gemma masuk ke klinik.

Gemma memerhatikan klinik tersebut. Klinik yang didatangi ini adalah klinik yang biasa datanginya.

“Kalau sakit, aku juga ke sini.” Gemma berceloteh menceritakan kebiasaannya.

Dari ucapan Gemma, Ghea menangkap jika gadis kecil itu tinggal di daerah ini. Terbukti jika dia ke klinik-tempatnya bekerja.

Ghea masuk ke klinik menemui Raya. Kebetulan Raya sedang mengobrol dengan seorang dokter laki-laki di lobi.

“Ghe, bukan ini anak di sekolah tadi?” Raya yang melihat Gemma dengan seragam sekolah yang sama dengan sekolah yang tadi baru saja dikunjungi.

“Iya, ternyata dia tadi masuk ke mobilku.” Ghea menjelaskan bagaimana anak ini berada di klinik. “Aku harus antarkan dulu dia ke sekolah. Sampaikan pada Dr. Luwis jika aku kembali ke sekolah,” lanjutnya bicara.

“Kita akan praktik sore. Jadi kamu antar dan langsung pulang saja. Nanti aku akan pulang dengan Ray.” Raya melihat pria yang berada di sebelahnya.

“Baiklah kalau begitu.” Ghea pun bergegas mengantarkan anak kecil tersebut ke sekolah. Menggandeng tangan Gemma, dia mengajak anak itu ke mobilnya. Di dalam mobil Ghea memasangkan sabuk pengaman sebelum melajukan mobilnya. Tampak Gemma begitu senang ketika bersamanya, hal itu terlihat dari senyumnya yang begitu ceria.

“Besok, jangan masuk ke mobil orang tanpa izin.” Sambil melajukan mobilnya, Ghea menoleh sejenak pada Gemma. Membagi konsentrasinya pada jalanan yang dilaluinya. “Jika sampai mobil itu milik penjahat bagaimana?” tanyanya.

“Maaf, Mommy.”

Panggilan itu masih tersemat. Membuat Ghea benar-benar heran. “Kenapa memanggil mommy?” Rasa penasarannya membuatnya bertanya.

“Karena memang mommy aku.”

Dalam setiap ucapan Gemma tidak ada keraguan sama sekali. Membuat Ghea semakin dibuat pusing. Masih bertanya-tanya bagaimana dirinya bisa punya anak.

Tak mau memikirkan hal itu, dia memilih fokus pada jalanan di depannya. Untung jarak sekolah tersebut tidak jauh, jadi Ghea sampai dengan cepat.

Ghea turun bersama dengan Gemma. Dengan lembut, dia menarik tangan gadis kecil itu. Tampak sang guru begitu senang melihat Gemma yang datang. Guru itu pun langsung memeluk Gemma.

“Maaf, Miss, tadi Gemma masuk ke mobil saya, jadi saya antarkan kembali ke sekolah.” Ghea tidak mau dianggap penculik anak. Jadi mau tidak mau dia harus menjelaskan.

“Terima kasih, Dok. Ini kesalahan kami karena lalai mengawasi. Semoga ini tidak terjadi lagi.”

Ghea mengangguk dan tersenyum.

“Sayang, kita masuk ke kelas.” Guru itu mengulurkan tangan pada Gemma.

Gemma masih diam saja. Tak bereaksi apa-apa. Dia melihat Ghea. Seolah tak mau pisah dengan wanita cantik yang dianggapnya mommy itu. Ghea yang melihat hal itu langsung berjongkok, menyejajarkan tubuhnya.

“Anak pintar, harus dengar kata Miss.” Ghea membelai lembut rambut Gemma.

“Apa Mommy akan pergi lagi?”

Pergi lagi? Kalimat itu seperti dirinya yang pernah hadir di kehidupan Gemma, dan kemudian pergi lagi.

“Aku kerja di Klinik Edelwies, kamu bisa mencariku di sana.”

Satu anggukan diberikan Gemma. Kemudian, mendaratkan satu kecupan di pipi Ghea. Gemma melambaikan tangan ketika gurunya mengajaknya masuk. Ghea masih berjongkok dan memerhatikan Gemma. Masih berpikir kenapa gadis kecil itu menganggapnya ibunya.

“Apa aku pernah terlahir sebelum ini?” Pertanyaan bodoh itu dilemparkannya pada dirinya sendiri ketika tidak menemukan jawaban kenapa Gemma memanggilnya mommy.

Tak mau pusing Ghea segera pulang. Ingin beristirahat sebentar sebelum nanti sore dia akan kembali praktik lagi.

⭐⭐⭐

“Kenapa bisa anak itu masuk tanpa kita tahu?” Raya yang sedang menikmati makan siang dengan Ghea merasa benar-benar heran.

“Kamu pikir, kamu saja yang tidak tahu dia ada di dalam mobil.” Ghea memasukkan makanan di dalam mulutnya dan mengunyahnya.

“Apa sebelumnya kamu pernah hamil?”

Ghea langsung tersedak mendapat pertanyaan dari temannya itu. “Kamu tahu bukan jika aku tidak punya pacar, bagaimana bisa aku hamil?”

“Siapa tahu kamu bereksperimen menyatukan sel telur dengan sel—” Belum selesai Raya melanjutkan ucapannya, Ghea sudah menjejalinya dengan selada.

“Kamu pikir aku segila itu?” Ghea kesal sekali.

Raya hanya tertawa mendapati reaksi temannya itu. “Lalu kenapa dia memanggilmu seperti itu?”

Itulah yang menjadi pertanyaan Ghea sejak tadi, tetapi dia tidak mendapati jawaban apa-apa. Saat tadi tanya dengan Gemma saja, dia hanya mendapati jika Gemma dengan yakinnya menjawab jika dirinya adalah mommy-nya.

Ghea tidak menyangka hari pertamanya bekerja sudah dihadirkan dengan masalah pelik anak kecil yang memanggilnya mommy. Dia berharap ini bukan pertanda buruk jika hidupnya akan mendapatkan kemalangan.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ella rayyan
Mungkin masih kerabat
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
apa mommy nya mirip sama Ghea ya
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
Ghea pasti lagi bingung banget itu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status