Ghea membawa Gemma keluar. Di luar dilihatnya temannya sedang menyiapkan makanan yang diyakininya dipesannya di layanan aplikasi pesan antar.
“Ayo, kita makan.” Ghea mengajak Gemma untuk makan bersama.Gemma begitu senang sekali. Dia ikut duduk di samping Ghea. Makan makanan yang disiapkan untuknya. Ghea dengan telaten menyuapi Gemma dengan telaten. Raya yang melihat pemandangan itu hanya tersenyum. Temannya itu sudah seperti ibu satu anak.“Kalau Ghea ke sini apa daddy tidak marah?” Ghea begitu penasaran.“Pak Kavin pulang malam, Bu, jadi Beliau tidak tahu jika kami pergi.” Asisten yang ikut duduk dan makan menjawab.“Tapi, tidak baik, Bi, jika Bibi mengajak tanpa mengatakan pada daddy Gemma. Aku harap Bibi mengatakannya agar tidak menjadi salah paham nanti.” Ghea tidak mau jadi sasaran jika sampai terjadi apa-apa.“Baik, Bu.”Ghea beralih menyuapi Gemma. Melihat Gemma begitu lahap, membuatnya gemas. Sesekali mendaratkan kecupan di pipinya. Mereka sudah seperti ibu dan anak. Hanya kurang sosok ayah saja.Gemma yang tidak mau langsung pulang membuat Ghea akhirnya memutuskan untuk mengantarkan sekalian ke klinik. Di rumah Ghea dan Gemma menghabiskan waktu bersama. Ghea begitu gemas dengan rambut lurus dan panjang dari Gemma, dia pun mengepang rambut Gemma.“Lihat kamu seperti Princes Elsa.” Ghea tertawa melihat cantiknya Gemma. Dia begitu penasaran wanita yang melahirkan Gemma. Anaknya saja secantik ini pasti orang tuanya juga begitu cantik.“Gemma mau gaun princes, Mommy,” pinta Gemma saat melihat pantulan wajahnya di cermin.“Baiklah, kita akan beli nanti, oke.” Ghea tersenyum. Dia juga tidak sabar melihat Gemma memakai gaun princes.“Hore ….” Gemma begitu bersemangat. Dia tidak sabar akan memakai gaun princes.Dua jam bersama Gemma, membuat Ghea begitu senang. Gemma membuatnya selalu tertawa. Terlebih ketika menceritakan teman-teman sekolah. Menceritakan seru sekolah. Begitu mengemaskan.Ghea bersiap ke klinik. Gemma yang menunggu di kamar Ghea hanya melihat ketika sang mommy berdandan. Sorot matanya terlihat jelas begitu mengagumi Ghea. Entah kenapa Gemma langsung memeluk Ghea dari belakang.“Mommy tidak akan tinggalkan aku ‘kan?” ucap Gemma.Ghea berbalik dan berjongkok. “Mommy janji tidak akan tinggalkan Gemma.” Dia membawa Gemma dalam pelukan. Entah janji apa yang telah diberikan oleh Ghea. Itu terucap begitu saja. Mungkin itu dorongan dari hatinya yang merasa iba pada Gemma.Usai menghabiskan waktu bersama, akhirnya Ghea mengantarkan Gemma pulang. Dia juga berpesan untuk asisten rumah tangga menceritakan jika dia pergi ke mana. Lalu meminta izin dulu pada majikannya jika ingin pergi menemuinya. Terutama izin untuk besok mereka yang akan pergi mencari gaun princes. Asisten rumah tangga pun mengiyakan apa yang diminta oleh Ghea.“Kita bertemu besok lagi, Sayang,” ucap Ghea seraya mendaratkan kecupan di dahi Gemma.“Oke, Mommy.” Gemma tersenyum. Kemudian turun dari mobil.Setelah mobil Ghea melaju meninggalkan rumahnya, asisten rumah tangga membawa Gemma ke dalam. Gemma begitu riang ketika masuk ke rumah. Sudah tidak sabar membayangkan hari esok akan bertemu dengan mommy-nya dan berbelanja baju princes.“Dari mana kalian?” Suara bass terdengar menyambut Gemma dan asisten rumah tangga saat masuk ke rumah. Suara siapa lagi jika bukan suara daddy Gemma-Rowan Adlino Kavin. Pria dua puluh enam tahun itu tadi berniat menjemput Gemma ke sekolah, akan tetapi justru tidak mendapati anaknya. Sang guru memberitahu jika Gemma sudah pulang. Mendengar jika Gemma sudah pulang, akhirnya Rowan bergegas pulang. Sayangnya, saat sampai di rumah, dia tidak mendapati asisten rumah tangga dan anaknya di rumah. Dia begitu panik. Mencoba menghubungi asisten rumah tangga, tetapi ponsel tidak dapat dihubungi.Rowan yang duduk langsung berdiri menghampiri asisten rumah tangga dan anaknya. Dia benar-benar geram ketika asisten rumah tangganya membawa anaknya sesuka hati. Tanpa mengabarinya. Dia patut was-was ketika anaknya pergi tanpa izinnya.“Tadi kami pergi ke klinik, Pak.” Asisten rumah tangga yang ketakutan pun akhirnya memberikan alasan itu. Bukan berniat untuk berbohong, karena memang benar adanya dia dan Gemma ke Klinik.“Gemma sakit?” Rowan langsung menghampiri anaknya. Berjongkok-menyejajarkan tubuhnya dengan anaknya. Tangannya langsung bergerak mengecek suhu tubuh anaknya. Namun, sayangnya anaknya tidak demam sama sekali. “Dia tidak demam, lalu untuk apa kamu membawanya ke Klinik.” Rowan mendongak. Menatap asisten rumah tangga.Asisten rumah tangga ketakutan ketika majikannya menatapnya. “Gigi Nona Gemma sakit, Pak. Jadi saya bawa ke klinik, dan di sana mengantre cukup lama.” Dia terpaksa berbohong. Karena takut majikannya marah.“Kamu sakit gigi, Sayang,” ucapnya membelai lembut putrinya.“Iya, Daddy, gigi Gemma sakit sekaliiiii ….” Gemma memegangi giginya. Seolah giginya benar-benar sakit.“Baiklah, kalau begitu ayo kamu istirahat.” Rowan langsung mengendong anaknya. Membawanya ke kamar.Gemma yang digendong dan menghadap ke belakang, mengedipkan matanya pada asisten rumah tangga. Wanita empat puluh tahun itu pun mengangguk. Yakin jika Gemma pasti tidak akan mengatakan pada daddy-nya. Sebenarnya asisten rumah tangga tidak berniat untuk berbohong, tetapi dia ketakutan ketika melihat majikannya itu terlihat marah.Di kamar Rowan menurunkan anaknya di kamar. Dia melihat lekat putrinya. “Kenapa kamu wangi sekali?” tanyanya tersenyum. Sejak tadi menggendong, dia mengendus aroma parfum di tubuh Gemma. Aroma manis itu mengingatkannya pada seseorang. Siapa lagi jika mantan kekasihnya.“Tadi, Bu Dokter peluk Gemma.”Rowan mengangguk. Akhirnya tahu dari mana aroma parfum yang menempel di tubuh Gemma. Sejenak dia merutuki kebodohannya. Pemilik parfum itu bukan hanya mantan kekasihnya saja. Tak mau memikirkan hal itu, Rowan segera membuka seragam yang dipakai sang anak. Dia begitu panik melihat anaknya sakit. Pria yang merupakan pengusaha restoran mewah itu, tidak suka jika anaknya sampai sakit. Baginya, Gemma adalah prioritas utamanya.“Maafkan Daddy yang sibuk beberapa hari ini.” Rowan sangat menyesal. Beberapa hari ini, dia memang sangat sibuk. Pembukaan restoran baru membuatnya harus fokus dan mengabaikan anaknya.“Aku rindu, Daddy.” Gemma memeluk daddy-nya. Beberapa hari ini memang tidak bertemu dengan daddy-nya.“Daddy juga merindukanmu.” Rowan mengeratkan palukannya. “Sekarang kamu tidur, Sayang,” ucapnya seraya melepaskan pelukannya. Mengangkat anaknya ke atas tempat tidur. Menidurkan anaknya.Gemma menurut saja. Tak membantah sama sekali.Rowan membelai lembut rambut Gemma. Dia berjanji akan meluangkan waktu lebih banyak lagi, sehingga anaknya tidak akan sakit seperti sekarang. Gemma adalah sebuah titipan Tuhan yang harus dijaganya dengan sepenuh hati. Tak akan pernah dia menyia-nyiakan begitu saja.“Tidurlah, Sayang, Daddy akan temani.” Rowan mendekap erat tubuh anaknya. Sekali pun Gemma sudah mengganti baju, dia masih merasa aroma parfum. Hal itu membangunkan memori yang sudah ditutupnya rapat.Ghea yang selesai praktik pagi, menunggu Gemma di lobi klinik. Sayangnya, setelah lama menunggu, Gemma tak kunjung datang. Padahal mereka sudah membuat janji. Rencananya Ghea akan mengantarkan gadis kecil itu untuk membeli gaun Princes Elsa yang diinginkannya. Selang beberapa saat akhirnya gadis kecil itu datang bersama dengan asisten rumah tangga. “Mommy pikir kamu tidak akan datang, Sayang.” Ghea sudah mulai terbiasa dengan sebutan itu, membuatnya akhirnya lancar menyebut dirinya sendiri seperti itu. “Tadi tukang ojeknya lama, Bu.” Asisten rumah tangga menjelaskan. “Jadi selama ini kalian pulang dengan ojek?” Ghea baru tahu. Dia merasa heran, karena Gemma termasuk anak orang kaya. “Nona Gemma malas jika harus pakai mobil, karena kadang jam pulang sekolah itu macet, jadi membuat kami menunggu lama. Akhirnya Pak Kavin menyewa tukang ojek.” Ghea menganggukkan kepala. Tadinya dia sudah berpikir negatif pada daddy Gemma. Namun, untuk asisten rumah tangga langsung menjelaskan. Palin
Ghea menunggu di dalam mobil anak-anak keluar dari sekolahnya. Pandangannya fokus memerhatikan setiap anak yang pulang. Kemarin dia sudah membuat janji dengan asisten rumah tangga, tetapi sejak tadi dia tidak melihat asisten rumah tangga dan Gemma. Hal itu membuat Ghea khawatir. Rasa penasaran membuatnya akhirnya turun dari mobil. Menemui guru Gemma. Untuk menanyakan keberadaan Gemma. “Permisi, Miss,” ucap Ghea menyapa guru Gemma. “Bu Dokter, ada yang bisa saya bantu?” tanya guru Gemma. “Tadinya saya ingin bertemu dengan Gemma, tetapi tampaknya Gemma tidak ada.” “Gemma, tadi daddy-nya mengabari jika dia tidak masuk hari ini, Bu Dokter.” “Tidak masuk?” Ghea begitu terkejut. “Apa dia sakit?” “Maaf saya kurang tahu, Bu. Daddy Gemma tidak menjelaskan.” Ghea mengangguk. “Terima kasih, Miss. Kalau begitu permisi.” Mendapatkan informasi itu akhirnya, Ghea merasa khawatir. Menebak-nebak apakah Gemma sakit. Untuk menghilangkan pikirannya itu, akhirnya Ghea memilih untuk segera pergi k
Ghea masih menatap tajam pada Rowan. Bisa-bisanya pria itu membohongi anaknya seperti itu. Hal ini jelas akan membuat keruh masalah yang ada. Akan melukai perasaan anak kecil yang tidak tahu apa-apa. “Mommy.” Gemma memeluk Ghea. Ghea tak bisa menolak sama sekali. Tak mau melukai anak kecil yang bersamanya itu. Posisi Gemma yang menghadap ke belakang membuat Ghea dapat menatap Rowan dengan tajam. Dia benar-benar akan membuat perhitungan dengan laki-laki itu. Rowan dengan tenangnya ketika Ghea menatapnya. Merasa jika tak bersalah sama sekali. “Mommy, jangan pergi.” Gemma yang memeluk merasa begitu sedih karena takut kehilangan mommy-nya lagi. “Mommy tidak akan meninggalkanmu.” Ghea membelai lembut punggung Gemma. “Jadi anak cantik jangan menangis.” Ghea melepaskan pelukannya. Kemudian menghapus air mata yang mengalir di wajah Gemma. “Gemma tidak akan menangis.” Gemma ikut menghapus air matanya. Ghea tersenyum. Tangannya membelai lembut pipi Gemma. “Mommy, ayo katanya Mommy m
Enam tahun lalu. Hujan begitu deras mengguyur ibu kota siang itu. Sesekali suara petir terdengar. Beberapa hari ini memang kota sedang dilanda hujan deras. Beberapa pohon tumbang pun sering terjadi karena hujan yang disertai angin kacang terjadi. Ghea duduk menunggu kekasihnya untuk menjemputnya. Tadi, dia sudah bilang pada Dean jika dia akan pulang dengan Rowan. Jadi temannya itu sudah meninggalkannya sendiri di kampus. Kampus Ghea dan Rowan berada dalam satu wilayah, hanya berbeda beberapa blok, karena mereka berbeda jurusan. Rowan mengambil jurusan bisnis management, sedangkan Ghea mengambil kedokteran. Cukup lama Ghea menunggu, tetapi Rowan tak kunjung tiba. Hingga akhirnya dering telepon terdengar. Saat melihat ponselnya, dilihatnya itu adalah Rowan. Dengan segera Ghea mengangkat sambungan telepon. “Halo, Sayang.” Hujan deras membuat Ghea harus berteriak. Agar suaranya terdengar oleh Rowan. “Ghe, aku mau kita putus.” Sekali pun guyuran hujan begitu deras. Ghea jelas mende
Ghea yang mengingat semua kenangan itu hanya bisa menahan sesaknya. Mengingat pria yang meninggalkannya tanpa alasan itu membuatnya begitu sakit. Namun, kini dia harus kembali bertemu dengan pria itu lagi. Lebih sialnya lagi, harus terjebak dalam drama yang dibuat Rowan untuk anaknya. “Sebaiknya aku berhenti menemuinya. Lagi pula, jika aku tidak menemuinya semua akan selesai.” Satu jalan yang dipilih Ghea adalah hal itu. Tak mau terlalu dalam masuk ke dalam drama yang dibuat oleh mantan kekasihnya. Menurutnya, semakin drama berakhir, semakin dia akan terlepas dari semuanya. Ghea pikir pindah ke kota lain memberikannya ketenangan. Nyatanya tidak. Karena pada akhirnya, dia justru terlibat dengan Rowan dan anaknya. Suara ketukan kaca mobil mengalihkan Ghea. Dia yang melihat Raya di sana langsung membuka kaca mobil. “Kamu sudah sampai?” Jam praktik masih sekitar lima belas menit lagi, jadi dia sedikit terkejut ketika melihat temannya sudah datang. “Aku pergi berangkat Ray tadi. Jadi
Siang hari akhirnya El datang juga. Dia tak sendiri saat datang. Ada Freya dan anak-anaknya yang juga ikut datang. Rumah Ghea seketika begitu ramai sekali. Namun, beruntung dia sudah siap. Jadi tak butuh waktu lama dia segera pergi. “Apa kamu betah, Ghe?” Freya yang dalam perjalanan bertanya pada adik iparnya itu. Ghea sendiri bingung. Jika dibilang betah, mungkin dia sangat betah. Namun, dia sedikit terusik ketika bertemu dengan Gemma dan Rowan. “Ghe, kenapa diam?” Ghea tersadar dari pikirannya. “Aku betah, Kak,” jawabnya, “di sini perumahannya begitu asri. Ada taman rusa juga. Kamu harus membuat perumahan seperti ini juga, Kak.” Ghea yang duduk di samping kemudi, menatap sang kakak yang sedang menyetir. “Wah … konsepnya bagus, tapi jika aku buat, aku tidak mau buat taman rusa. Aku mau buat taman gajah saja.” El tertawa menjawab ide adiknya itu. “Dasar menyebalkan sekali!” Ghea membuang muka. Saat membuang muka, dia melihat Gemma dan asisten rumah tangga sedang berjalan kaki.
Suara ketukan pintu yang tak berhenti-henti membuat Ghea yang sedang menikmati tidurnya terbangun. Dia yang masih mengantuk terpaksa bangun. Untuk membuka pintu. Alangkah terkejutnya Ghea ketika keponakannya yang datang mengganggu. “Aunty, ayo kita ke mal.” Kean menarik tangan Ghea. “Astaga, ini masih pagi untuk mengajak Aunty ke mal.” Ghea hanya bisa menggeleng heran. Bisa-bisa keponakannya itu mengajaknya ke mal pagi-pagi. “Aunty ciap-ciap dulu caja.” Lean yang berada di sebelah Kean pun sok dewasa memberitahu Ghea. Ghea hanya bisa mendengus kesal. Niatnya beristirahat justru mendapatkan ajakan ke mal. “Iya, Aunty siap-siap dulu,” ucapnya. “Ye ….” Dua anak laki-laki yang begitu mirip itu bersorak senang. Ghea tersenyum. Hanya pergi ke mal bersamanya saja anak-anak itu begitu senang. “Sudah sana, ke bawah dulu.” Dia mendorong dua anak kecil itu, kemudian berbalik-menutup pintu kamar dan bersiap untuk mandi. Setengah jam kemudian, Ghea selesai. Dia sudah rapi sekali dengan sete
Daddy Bryan dan El yang kebetulan mengekor di belakang Ghea, berniat untuk menggoda Ghea justru dikejutkan oleh anak kecil yang tiba-tiba memanggil Ghea dengan panggilan ‘mommy’.“El, apa adikmu itu dalam seminggu bisa punya anak?” tanya Daddy Bryan berbisik.“Entah, Dad. Daddy sendiri dulu berapa lama?” tanya El balik. “Buatnya aku sehari jadi El, tapi tetap saja butuh waktu untuk bisa dapat sebesar itu,” ucap Daddy Bryan seraya mengarahkan matanya pada anak yang sedang memeluk Ghea. “Sepertinya itu seusia Kean dan Lean.” Ghea hanya termangu ketika Gemma memeluknya. Pelukan hangat dari tangan mungil itu memang sangat dirindukannya. Namun, tatapan sang mommy yang mengisyaratkan tentang sebuah pertanyaan siapa sebenarnya anak kecil itu membuat Ghea menjadi berdebar-debar. Panggilan ‘mommy’ yang disematkan oleh Gemma padanya, pasti memancing kecurigaan pada mommy-nya. Ghea melepas tangan mungil itu. Berangsur berjongkok untuk menjangkau wajah Gemma. “Gemma rindu, kenapa mommy pergi