Kiara dan Kafi sampai di hotel. Hotel bertema Santorini tampak begitu indah sekali. Dominasi warna putih dan biru tampak cantik.“Cantik sekali.” Kiara yang melihat kamar yang dapat melihat laut, begitu terpesona. Apalagi suasananya benar-benar serasa di luar negeri.Dia segera membuka pintu balkon. Kolam renang yang berada di depan kamar menghadap ke laut. Warna air yang biru seperti laut membuat hati menjadi begitu tenang sekali. Suasana ini benar-benar memberikan kenyamanan luar biasa.“Kamu suka?” Kafi memeluk Kiara dari belakang. Mendaratkan kecupan di pipi Kiara.Pipi Kiara menghangat. Dia merasa malu dengan apa yang baru saja dilakukan Kafi.“Suka.” Kiara menjawab lirih.“Kita akan menikmati waktu di sini dan menikmati keindahan di sini.” Kafi akan menghabiskan waktu dengan sang istri nanti.Kiara tidak sabar untuk melihat keindahan tempat ini. Apalagi semua orang tahu laut di sini menyajikan keindahan yang luar biasa.Kafi memutar tubuh Kiara. Membuat sang istri berhadapan den
Hari pertama bekerja di klinik Edelwis, Ghea diminta untuk ke sekolah KB-TK di kompleks dekat rumah yang disewanya. Dokter yang kebetulan bertugas hari ini berhalangan hadir, jadi Ghea diminta untuk menggantikannya. Ghea pikir hari pertamanya akan bekerja melayani pasien di ruangan barunya. Sayangnya dia justru mendapat tugas lain. Kunjungan rutin yang dilakukan oleh klinik tempatnya bekerja. Ghea melajukan mobilnya ke sekolah yang dituju. Sekolah TK yang didatangi Ghea adalah sekolah KB-TK Internasional. Sudah bisa dipastikan jika yang sekolah adalah anak-anak orang kaya.“Hari pertama yang berkesan,” ucap Ghea saat memarkirkan mobilnya di tempat parkir sekolah. “Semoga menjadi hari indahmu.” Raya tersenyum. Ghea mengembuskan napasnya. Memberikan semangat dalam dirinya jika hari ini akan menjadi hari indah untuknya. Berharap ini akan menjadi awal mula perjalanan di kota yang jauh dari keluarganya. Mereka berdua keluar dari mobil. Saat masuk ke area sekolah, mereka disuguhkan deng
Ghea melihat anak kecil itu begitu cantik. Wajahnya yang putih serta rambutnya yang lurus begitu menarik perhatiannya. Belum lagi matanya juga indah yang dihiasi bulu mata lentik. Sebagai orang dewasa, dia iri dengan anak kecil di depannya itu. “Halo, Sayang, siapa nama kamu?” Ghea dengan lembut bertanya. Terbiasa menghadapi keponakannya, membuatnya tidak terlalu terkejut dengan ulah anak-anak. “Gemma Adlina Kavin,” jawab bocah kecil yang berusia lima tahun itu. “Oke, Gemma, kapan kamu masuk ke mobil?” Ghea benar-benar tidak tahu kapan anak kecil itu masuk, dan bagaimana anak kecil itu bersembunyi tanpa ketahuan. “Tadi saat pintu dibuka dan bunyi ‘klik … klik …’ langsung aku masuk.” Gemma menjelaskan dengan lancar sekali. Ghea mengingat memang tadi membuka pintu mobil dari jauh. Dia juga sempat berhenti sebentar untuk berterima kasih pada ibu guru yang mengantarkannya sampai di tempat parkir. Jadi mungkin anak kecil ini memanfaatkan momen itu untuk masuk ke mobil.“Lalu, kenapa
Pagi ini cuaca begitu cerah. Hari kedua Ghea bekerja, membuatnya begitu bersemangat. Apalagi kemarin ada banyak pasien di sore hari. Hal itu membuatnya senang. Bertemu dengan pasien adalah hal yang paling dia suka. Terlebih lagi setelah melihat mereka sembuh setelah memeriksakan diri. Ghea yang sedang bersiap mendapati ponselnya berdering. Saat dilihat, ternyata sang mommy yang menghubunginya. Sejenak Ghea merutuki kesalahannya karena kemarin seharian tidak menghubungi sang mommy itu. Seharian kemarin, dia begitu sibuk. Hingga membuatnya lupa mengabari sang mommy.Dengan segera Ghea mengangkat sambungan telepon. Tak mau sampai sang mommy menunggu lama. “Sayang, kenapa kamu tidak menghubungi kemarin?” Mommy Shea yang kesal langsung mencecar dengan pertanyaan tersebut. “Kemarin aku sibuk, Mom. Pagi aku ke sekolah TK untuk melakukan pemeriksaan rutin.” Ghea lebih memilih memberikan alasan pada sang mommy. “Lalu, apa kamu makan dengan teratur? Apa kamu bisa tidur nyenyak di sana?” Mo
Jadwal Ghea praktik hari ini adalah sore saja. Jadi dia bisa menikmati waktu di rumah. Pagi-pagi sekali dia sudah bersiap berolah raga. Dengan sepatu memakai sepatu olah raga dan topi di kepalanya, rencananya dia akan berlari keliling kompleks. Sambil memasang earphone di telinganya, Ghea berlari menyusuri jalanan kompleks. Sekali pun libur, dia tidak mau hanya berleha-leha saja di rumah. Sambil berlari, dia memerhatikan sekitar. Perumahan memang disusun dengan baik. Banyak sekali fasilitas yang diberikan di perumahan ini. Dekat dengan mal, ada kolam renang, dan terutama ada taman yang dihuni beberapa rusa. Ghea merasa perumahan ini benar-benar paket komplit. Ke depan, dia akan usulkan pada kakaknya perumahan seperti ini. “Sepertinya jika perumahan secantik ini, aku akan sangat betah.” Ghea sudah tidak merasa pindah ke kota ini adalah pilihan yang tepat karena dia tidak pusing mendengar suara sang mommy yang protes kapan dia akan menikah. Tepat saat melihat melintas rumah Gemma, dia
Ghea membawa Gemma keluar. Di luar dilihatnya temannya sedang menyiapkan makanan yang diyakininya dipesannya di layanan aplikasi pesan antar. “Ayo, kita makan.” Ghea mengajak Gemma untuk makan bersama. Gemma begitu senang sekali. Dia ikut duduk di samping Ghea. Makan makanan yang disiapkan untuknya. Ghea dengan telaten menyuapi Gemma dengan telaten. Raya yang melihat pemandangan itu hanya tersenyum. Temannya itu sudah seperti ibu satu anak. “Kalau Ghea ke sini apa daddy tidak marah?” Ghea begitu penasaran. “Pak Kavin pulang malam, Bu, jadi Beliau tidak tahu jika kami pergi.” Asisten yang ikut duduk dan makan menjawab. “Tapi, tidak baik, Bi, jika Bibi mengajak tanpa mengatakan pada daddy Gemma. Aku harap Bibi mengatakannya agar tidak menjadi salah paham nanti.” Ghea tidak mau jadi sasaran jika sampai terjadi apa-apa. “Baik, Bu.” Ghea beralih menyuapi Gemma. Melihat Gemma begitu lahap, membuatnya gemas. Sesekali mendaratkan kecupan di pipinya. Mereka sudah seperti ibu dan anak.
Ghea yang selesai praktik pagi, menunggu Gemma di lobi klinik. Sayangnya, setelah lama menunggu, Gemma tak kunjung datang. Padahal mereka sudah membuat janji. Rencananya Ghea akan mengantarkan gadis kecil itu untuk membeli gaun Princes Elsa yang diinginkannya. Selang beberapa saat akhirnya gadis kecil itu datang bersama dengan asisten rumah tangga. “Mommy pikir kamu tidak akan datang, Sayang.” Ghea sudah mulai terbiasa dengan sebutan itu, membuatnya akhirnya lancar menyebut dirinya sendiri seperti itu. “Tadi tukang ojeknya lama, Bu.” Asisten rumah tangga menjelaskan. “Jadi selama ini kalian pulang dengan ojek?” Ghea baru tahu. Dia merasa heran, karena Gemma termasuk anak orang kaya. “Nona Gemma malas jika harus pakai mobil, karena kadang jam pulang sekolah itu macet, jadi membuat kami menunggu lama. Akhirnya Pak Kavin menyewa tukang ojek.” Ghea menganggukkan kepala. Tadinya dia sudah berpikir negatif pada daddy Gemma. Namun, untuk asisten rumah tangga langsung menjelaskan. Palin
Ghea menunggu di dalam mobil anak-anak keluar dari sekolahnya. Pandangannya fokus memerhatikan setiap anak yang pulang. Kemarin dia sudah membuat janji dengan asisten rumah tangga, tetapi sejak tadi dia tidak melihat asisten rumah tangga dan Gemma. Hal itu membuat Ghea khawatir. Rasa penasaran membuatnya akhirnya turun dari mobil. Menemui guru Gemma. Untuk menanyakan keberadaan Gemma. “Permisi, Miss,” ucap Ghea menyapa guru Gemma. “Bu Dokter, ada yang bisa saya bantu?” tanya guru Gemma. “Tadinya saya ingin bertemu dengan Gemma, tetapi tampaknya Gemma tidak ada.” “Gemma, tadi daddy-nya mengabari jika dia tidak masuk hari ini, Bu Dokter.” “Tidak masuk?” Ghea begitu terkejut. “Apa dia sakit?” “Maaf saya kurang tahu, Bu. Daddy Gemma tidak menjelaskan.” Ghea mengangguk. “Terima kasih, Miss. Kalau begitu permisi.” Mendapatkan informasi itu akhirnya, Ghea merasa khawatir. Menebak-nebak apakah Gemma sakit. Untuk menghilangkan pikirannya itu, akhirnya Ghea memilih untuk segera pergi k