Ghea menunggu di dalam mobil anak-anak keluar dari sekolahnya. Pandangannya fokus memerhatikan setiap anak yang pulang. Kemarin dia sudah membuat janji dengan asisten rumah tangga, tetapi sejak tadi dia tidak melihat asisten rumah tangga dan Gemma. Hal itu membuat Ghea khawatir.
Rasa penasaran membuatnya akhirnya turun dari mobil. Menemui guru Gemma. Untuk menanyakan keberadaan Gemma.
“Permisi, Miss,” ucap Ghea menyapa guru Gemma.
“Bu Dokter, ada yang bisa saya bantu?” tanya guru Gemma.
“Tadinya saya ingin bertemu dengan Gemma, tetapi tampaknya Gemma tidak ada.”
“Gemma, tadi daddy-nya mengabari jika dia tidak masuk hari ini, Bu Dokter.”
“Tidak masuk?” Ghea begitu terkejut. “Apa dia sakit?”
“Maaf saya kurang tahu, Bu. Daddy Gemma tidak menjelaskan.”
Ghea mengangguk. “Terima kasih, Miss. Kalau begitu permisi.”
Mendapatkan informasi itu akhirnya, Ghea merasa khawatir. Menebak-nebak apakah Gemma sakit. Untuk menghilangkan pikirannya itu, akhirnya Ghea memilih untuk segera pergi ke rumah Gemma. Mengecek keadaan anak itu.
Ghea melajukan mobilnya ke rumah Gemma. Sepanjang perjalanan dia berdoa jika Gemma baik-baik saja. Entah kenapa, dia begitu takut anak kecil yang memanggilnya mommy itu sampai sakit.
Mobil sampai di rumah Gemma. Rumah dengan model minimalis modern itu tidak memiliki gerbang jadi dengan mudah mobil Ghea masuk. Dia langsung turun mobil setelah memarkirkan mobilnya. Mengetuk pintu rumah mewah di depannya.
Asisten rumah tangga membuka pintu. Dia terkejut melihat Ghea yang datang ke rumah. “Bu Dokter ke sini?” tanyanya.
“Iya, tadi saya ke sekolah, tetapi Gemma tidak masuk sekolah. Apa dia sedang sakit?”
Tadi pagi majikannya mengatakan jika Gemma tidak boleh sekolah. Hal itu membuat gadis kecil itu menangis. Namun, asisten rumah tangga tidak bisa berbuat apa-apa mengingat kemarin dia sudah melakukan kesalahan. Jadi dia membiarkan Gemma menangis dan mengurung diri di rumah. Majikannya yang di rumah juga membuatnya tidak bisa ke sekolah untuk menemui dokter yang dianggap mommy oleh Gemma.
“Tidak, Bu.”
“Lalu kenapa dia tidak masuk?” Ghea begitu khawatir.
“Siapa, Bi?” Suara bass terdengar dari dalam.
Mendengar suara yang tak asing di telinganya, Ghea terdiam. Jantungnya begitu berdebar mendengar suara yang dia yakini mirip dengan mantan kekasihnya. Namun, sekuat tenaga dia meyakini jika mungkin hanya kebetulan saja.
“Bu Dokter, Pak.” Asisten rumah tangga memiringkan tubuhnya sambil membuka lebar pintu.
Alangkah terkejutnya Ghea melihat pria yang sudah lama tidak ditemuinya. Pria yang mematahkan hatinya enam tahun lalu. Pria yang sampai detik ini masih ada di relung hatinya. Rowan Adlino Kavin. Mengingat nama belakang mantan kekasihnya, Ghea baru tersadar jika sejak kemarin asisten rumah tangganya sudah mengatakan nama itu. Namun, dia benar-benar tidak ingat sama sekali jika itu adalah nama Rowan. Sejak dulu, Ghea memang memanggil nama depan Rowan. Jadi dia jelas tidak ingat.
Rowan yang melihat Ghea begitu terkejut. Sudah sejak enam tahun lalu dia tidak ditemuinya. Wajah Ghea masih secantik dulu. Hanya saja dia lebih terlihat dewasa. Beda sekali dengan dulu Ghea yang dikenalkanya. Yang terlihat manja dan kekanak-kanakan.
Rowan menghampiri Ghea yang berada di depan pintu. Melihat majikannya sudah ada, asisten rumah tangga pun bergegas pergi. Meninggalkan dua orang yang saling kenal itu saling berbicara.
Rowan dan Ghea masih saling pandang. Tak ada satu patah kata pun yang terucap dari mulut keduanya. Mereka masih dalam pikiran masing-masing. Merasa masih aneh kenapa mereka bisa bertemu.
“Mommy.” Suara Gemma terdengar. Gadis kecil yang diberitahu asisten rumah tangga jika mommy-nya datang, langsung berlari keluar. Gemma menghampiri Ghea. Memeluk erat tubuh Ghea.
Apa yang dilakukan Gemma membuat Rowan terkejut. Terlebih lagi, anaknya itu memanggilnya dengan panggilan ‘mommy’.
Ghea berusaha menetralkan detak jantungnya yang sedari tadi tak beraturan. Membalas pelukan Gemma. Membelai lembut rambut Gemam. Rowan yang melihat pemandangan itu semakin dibuat bingung. Memikirkan bagaimana anaknya itu seakrab itu dengan Ghea.
Ghea melepaskan pelukannya. Berjongkok dan mensejajarkan tubuhnya. “Gemma tidak sekolah? Apa Gemma sakit?” tanya Ghea membelai lembut wajah Gemma.
Gemma menoleh. Melihat daddy-nya yang berdiri di belakangnya. “Daddy bilang Gemma tidak boleh sekolah, takut diculik orang asing.”
Panggilan Gemma itu membuat hati Ghea hancur. Ternyata mantan kekasihnya itu sudah memiliki anak. Jika dihitung usia Gemma lima tahun dan waktu perpisahaannya dengan Rowan enam tahun, sudah bisa dipastikan setelah Rowan meninggalkannya, pria itu menikah. Ghea ingin menangis, tapi apa yang mau ditangisi, melihat mantan kekasihnya menikah, atau karena kenapa takdir mempermainkannya karena harus mempertemukannya kembali dengan mantan sialan yang meninggalkannya itu.
“Apa orang lain itu adalah aku?” Ghea memandang Rowan. “Apa Daddy-mu takut aku menculikmu?” tanya mengalihkan pandangan pada Gemma.
Rowan sungguh tidak tahu jika yang ditemui anaknya beberapa hari ini adalah Ghea. Entah bagaimana mereka berdua bisa bertemu, dia begitu penasaran.
“Mengajak anak orang tanpa izin apa itu bukan dibilang penculik?” tanya Rowan menyindir.
Dia masih sama seperti dulu dinginnya!
Ghea sadar jika dirinya memang salah. Sejak kemari mengajak Gemma dia tidak meminta izin pada orang tua Gemma. Namun, Ghea tidak mau disalahkan begitu saja.
“Jadi Gemma tidak sakit?” Ghea mengalikan perhatian. Mengabaikan Rowan yang ketus padanya.
“Tidak.”
“Baiklah kalau Gemma baik-baik saja.” Ghea membelai lembut pipi Gemma. Bersiap untuk pulang.
“Mommy mau ke mana?” Gemma langsung menarik tangan Ghea.
Mommy? Menjadi anak dari mantan kekasihnya terasa begitu menyakitkan, dan dia harus mengakhiri semuanya. Agar tidak melukainya atau pun melukai Gemam.
Ghea membelai lembut pipi Gemma. “Sayang, aku bukan mommy-mua,” ucapnya dengan lembut.
Mendengar ucapan Ghea, Gemma langsung mencebikkan bibirnya. Sesaat kemudian tangisnya terdengar. Dia menoleh pada daddy-nya. “Mommy … Mommy,” ucapnya terisak. Dia tidak terima mendengar jika Ghea tidak mengakui dirinya mommy-nya.
Rowan berjongkok. Mensejajarkan tubuhnya dengan Gemma. Matanya memandang Ghea dengan lekat. “Dia mommy-mu, Sayang,” ucapnya.
Kedua bola mata Ghea membulat sempurna. Dia tidak mengerti kenapa bisa Rowan mengatakan hal itu. Mengatakan sesuatu yang bukanlah kenyataan.
Ghea masih menatap tajam pada Rowan. Bisa-bisanya pria itu membohongi anaknya seperti itu. Hal ini jelas akan membuat keruh masalah yang ada. Akan melukai perasaan anak kecil yang tidak tahu apa-apa. “Mommy.” Gemma memeluk Ghea. Ghea tak bisa menolak sama sekali. Tak mau melukai anak kecil yang bersamanya itu. Posisi Gemma yang menghadap ke belakang membuat Ghea dapat menatap Rowan dengan tajam. Dia benar-benar akan membuat perhitungan dengan laki-laki itu. Rowan dengan tenangnya ketika Ghea menatapnya. Merasa jika tak bersalah sama sekali. “Mommy, jangan pergi.” Gemma yang memeluk merasa begitu sedih karena takut kehilangan mommy-nya lagi. “Mommy tidak akan meninggalkanmu.” Ghea membelai lembut punggung Gemma. “Jadi anak cantik jangan menangis.” Ghea melepaskan pelukannya. Kemudian menghapus air mata yang mengalir di wajah Gemma. “Gemma tidak akan menangis.” Gemma ikut menghapus air matanya. Ghea tersenyum. Tangannya membelai lembut pipi Gemma. “Mommy, ayo katanya Mommy m
Enam tahun lalu. Hujan begitu deras mengguyur ibu kota siang itu. Sesekali suara petir terdengar. Beberapa hari ini memang kota sedang dilanda hujan deras. Beberapa pohon tumbang pun sering terjadi karena hujan yang disertai angin kacang terjadi. Ghea duduk menunggu kekasihnya untuk menjemputnya. Tadi, dia sudah bilang pada Dean jika dia akan pulang dengan Rowan. Jadi temannya itu sudah meninggalkannya sendiri di kampus. Kampus Ghea dan Rowan berada dalam satu wilayah, hanya berbeda beberapa blok, karena mereka berbeda jurusan. Rowan mengambil jurusan bisnis management, sedangkan Ghea mengambil kedokteran. Cukup lama Ghea menunggu, tetapi Rowan tak kunjung tiba. Hingga akhirnya dering telepon terdengar. Saat melihat ponselnya, dilihatnya itu adalah Rowan. Dengan segera Ghea mengangkat sambungan telepon. “Halo, Sayang.” Hujan deras membuat Ghea harus berteriak. Agar suaranya terdengar oleh Rowan. “Ghe, aku mau kita putus.” Sekali pun guyuran hujan begitu deras. Ghea jelas mende
Ghea yang mengingat semua kenangan itu hanya bisa menahan sesaknya. Mengingat pria yang meninggalkannya tanpa alasan itu membuatnya begitu sakit. Namun, kini dia harus kembali bertemu dengan pria itu lagi. Lebih sialnya lagi, harus terjebak dalam drama yang dibuat Rowan untuk anaknya. “Sebaiknya aku berhenti menemuinya. Lagi pula, jika aku tidak menemuinya semua akan selesai.” Satu jalan yang dipilih Ghea adalah hal itu. Tak mau terlalu dalam masuk ke dalam drama yang dibuat oleh mantan kekasihnya. Menurutnya, semakin drama berakhir, semakin dia akan terlepas dari semuanya. Ghea pikir pindah ke kota lain memberikannya ketenangan. Nyatanya tidak. Karena pada akhirnya, dia justru terlibat dengan Rowan dan anaknya. Suara ketukan kaca mobil mengalihkan Ghea. Dia yang melihat Raya di sana langsung membuka kaca mobil. “Kamu sudah sampai?” Jam praktik masih sekitar lima belas menit lagi, jadi dia sedikit terkejut ketika melihat temannya sudah datang. “Aku pergi berangkat Ray tadi. Jadi
Siang hari akhirnya El datang juga. Dia tak sendiri saat datang. Ada Freya dan anak-anaknya yang juga ikut datang. Rumah Ghea seketika begitu ramai sekali. Namun, beruntung dia sudah siap. Jadi tak butuh waktu lama dia segera pergi. “Apa kamu betah, Ghe?” Freya yang dalam perjalanan bertanya pada adik iparnya itu. Ghea sendiri bingung. Jika dibilang betah, mungkin dia sangat betah. Namun, dia sedikit terusik ketika bertemu dengan Gemma dan Rowan. “Ghe, kenapa diam?” Ghea tersadar dari pikirannya. “Aku betah, Kak,” jawabnya, “di sini perumahannya begitu asri. Ada taman rusa juga. Kamu harus membuat perumahan seperti ini juga, Kak.” Ghea yang duduk di samping kemudi, menatap sang kakak yang sedang menyetir. “Wah … konsepnya bagus, tapi jika aku buat, aku tidak mau buat taman rusa. Aku mau buat taman gajah saja.” El tertawa menjawab ide adiknya itu. “Dasar menyebalkan sekali!” Ghea membuang muka. Saat membuang muka, dia melihat Gemma dan asisten rumah tangga sedang berjalan kaki.
Suara ketukan pintu yang tak berhenti-henti membuat Ghea yang sedang menikmati tidurnya terbangun. Dia yang masih mengantuk terpaksa bangun. Untuk membuka pintu. Alangkah terkejutnya Ghea ketika keponakannya yang datang mengganggu. “Aunty, ayo kita ke mal.” Kean menarik tangan Ghea. “Astaga, ini masih pagi untuk mengajak Aunty ke mal.” Ghea hanya bisa menggeleng heran. Bisa-bisa keponakannya itu mengajaknya ke mal pagi-pagi. “Aunty ciap-ciap dulu caja.” Lean yang berada di sebelah Kean pun sok dewasa memberitahu Ghea. Ghea hanya bisa mendengus kesal. Niatnya beristirahat justru mendapatkan ajakan ke mal. “Iya, Aunty siap-siap dulu,” ucapnya. “Ye ….” Dua anak laki-laki yang begitu mirip itu bersorak senang. Ghea tersenyum. Hanya pergi ke mal bersamanya saja anak-anak itu begitu senang. “Sudah sana, ke bawah dulu.” Dia mendorong dua anak kecil itu, kemudian berbalik-menutup pintu kamar dan bersiap untuk mandi. Setengah jam kemudian, Ghea selesai. Dia sudah rapi sekali dengan sete
Daddy Bryan dan El yang kebetulan mengekor di belakang Ghea, berniat untuk menggoda Ghea justru dikejutkan oleh anak kecil yang tiba-tiba memanggil Ghea dengan panggilan ‘mommy’.“El, apa adikmu itu dalam seminggu bisa punya anak?” tanya Daddy Bryan berbisik.“Entah, Dad. Daddy sendiri dulu berapa lama?” tanya El balik. “Buatnya aku sehari jadi El, tapi tetap saja butuh waktu untuk bisa dapat sebesar itu,” ucap Daddy Bryan seraya mengarahkan matanya pada anak yang sedang memeluk Ghea. “Sepertinya itu seusia Kean dan Lean.” Ghea hanya termangu ketika Gemma memeluknya. Pelukan hangat dari tangan mungil itu memang sangat dirindukannya. Namun, tatapan sang mommy yang mengisyaratkan tentang sebuah pertanyaan siapa sebenarnya anak kecil itu membuat Ghea menjadi berdebar-debar. Panggilan ‘mommy’ yang disematkan oleh Gemma padanya, pasti memancing kecurigaan pada mommy-nya. Ghea melepas tangan mungil itu. Berangsur berjongkok untuk menjangkau wajah Gemma. “Gemma rindu, kenapa mommy pergi
Selesai makan Daddy Bryan mengajak Ghea untuk ke kamarnya. Mommy Shea yang melihat sang suami ingin mengajak bicara anaknya, akhirnya memilih untuk ikut. Mengekor di belakang mereka. Daddy Bryan langsung mendorong tubuh anak dan istrinya. Kemudian menutup pintu. Mommy Shea dan Ghea hanya pasrah. “Jelaskan siapa mereka?” Daddy Bryan langsung melemparkan pertanyaan pada anaknya. “Iya, kenapa anak itu memanggil kamu mommy?” Mommy Shea tak kalah bingung. Ghea bingung mulai dari mana menjelaskan. “Jadi begini, sewaktu aku berkunjung ke sekolah, anak itu memanggil aku mommy. Lalu dia sempat masuk ke mobilku. Beberapa setelah kejadian itu dia datang ke klinik, akhirnya kami dekat.” Ghea menatap Daddy dan momm-nya. Menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Daddy Bryan dan Mommy Shea mencerna apa yang dijelaskan oleh anaknya. “Lalu apa yang membuat dia memanggilmu ‘mommy’?” Mommy Shea masih belum mendapatkan alasan kenapa putrinya dipanggil ‘mommy’. Ghea sendiri bingung apa alasan Gemma
Ghea yang berada di samping Daddy Bryan langsung menyenggolnya. Mengingatkan untuk tidak membahas hal itu, mengingat yang ditahu Gemma adalah dirinya adalah mommy-nya. Tadi sebelum keluar, Ghea meminta orang tuanya untuk tetap berdrama sebagai kakek dan nenek. Tak boleh menyakiti anak kecil yang tak berdosa. Mommy Shea sangat bersemangat ketika diminta untuk menjadi nenek Gemma, sedangkan Daddy Bryan terpaksa mengikutinya begitu saja. “Bagaimana jika kita semua ke mal? Bukankah kita tadi berniat untuk ke mal?” Mommy Shea begitu antusias. Tak sabar mengajak Gemma juga. Semua? Kata itu membuat Daddy Bryan mendengus kesal. Artinya dia juga akan pergi bersama dengan Rowan juga. “Kami tidak ikut saja, Mom, karena rencananya kami akan segera pulang.” Rowan yang melihat raut wajah Daddy Bryan tidak suka, membuatnya menolak ajakan dari Mommy Shea. “Tidak apa-apa. Ikut saja. Lagi pula Gemma masih begitu senang bertemu teman.” Mommy Shea mencoba membujuk. Karena melihat jika Rowan masih ra