Enam tahun lalu. Hujan begitu deras mengguyur ibu kota siang itu. Sesekali suara petir terdengar. Beberapa hari ini memang kota sedang dilanda hujan deras. Beberapa pohon tumbang pun sering terjadi karena hujan yang disertai angin kacang terjadi. Ghea duduk menunggu kekasihnya untuk menjemputnya. Tadi, dia sudah bilang pada Dean jika dia akan pulang dengan Rowan. Jadi temannya itu sudah meninggalkannya sendiri di kampus. Kampus Ghea dan Rowan berada dalam satu wilayah, hanya berbeda beberapa blok, karena mereka berbeda jurusan. Rowan mengambil jurusan bisnis management, sedangkan Ghea mengambil kedokteran. Cukup lama Ghea menunggu, tetapi Rowan tak kunjung tiba. Hingga akhirnya dering telepon terdengar. Saat melihat ponselnya, dilihatnya itu adalah Rowan. Dengan segera Ghea mengangkat sambungan telepon. “Halo, Sayang.” Hujan deras membuat Ghea harus berteriak. Agar suaranya terdengar oleh Rowan. “Ghe, aku mau kita putus.” Sekali pun guyuran hujan begitu deras. Ghea jelas mende
Ghea yang mengingat semua kenangan itu hanya bisa menahan sesaknya. Mengingat pria yang meninggalkannya tanpa alasan itu membuatnya begitu sakit. Namun, kini dia harus kembali bertemu dengan pria itu lagi. Lebih sialnya lagi, harus terjebak dalam drama yang dibuat Rowan untuk anaknya. “Sebaiknya aku berhenti menemuinya. Lagi pula, jika aku tidak menemuinya semua akan selesai.” Satu jalan yang dipilih Ghea adalah hal itu. Tak mau terlalu dalam masuk ke dalam drama yang dibuat oleh mantan kekasihnya. Menurutnya, semakin drama berakhir, semakin dia akan terlepas dari semuanya. Ghea pikir pindah ke kota lain memberikannya ketenangan. Nyatanya tidak. Karena pada akhirnya, dia justru terlibat dengan Rowan dan anaknya. Suara ketukan kaca mobil mengalihkan Ghea. Dia yang melihat Raya di sana langsung membuka kaca mobil. “Kamu sudah sampai?” Jam praktik masih sekitar lima belas menit lagi, jadi dia sedikit terkejut ketika melihat temannya sudah datang. “Aku pergi berangkat Ray tadi. Jadi
Siang hari akhirnya El datang juga. Dia tak sendiri saat datang. Ada Freya dan anak-anaknya yang juga ikut datang. Rumah Ghea seketika begitu ramai sekali. Namun, beruntung dia sudah siap. Jadi tak butuh waktu lama dia segera pergi. “Apa kamu betah, Ghe?” Freya yang dalam perjalanan bertanya pada adik iparnya itu. Ghea sendiri bingung. Jika dibilang betah, mungkin dia sangat betah. Namun, dia sedikit terusik ketika bertemu dengan Gemma dan Rowan. “Ghe, kenapa diam?” Ghea tersadar dari pikirannya. “Aku betah, Kak,” jawabnya, “di sini perumahannya begitu asri. Ada taman rusa juga. Kamu harus membuat perumahan seperti ini juga, Kak.” Ghea yang duduk di samping kemudi, menatap sang kakak yang sedang menyetir. “Wah … konsepnya bagus, tapi jika aku buat, aku tidak mau buat taman rusa. Aku mau buat taman gajah saja.” El tertawa menjawab ide adiknya itu. “Dasar menyebalkan sekali!” Ghea membuang muka. Saat membuang muka, dia melihat Gemma dan asisten rumah tangga sedang berjalan kaki.
Suara ketukan pintu yang tak berhenti-henti membuat Ghea yang sedang menikmati tidurnya terbangun. Dia yang masih mengantuk terpaksa bangun. Untuk membuka pintu. Alangkah terkejutnya Ghea ketika keponakannya yang datang mengganggu. “Aunty, ayo kita ke mal.” Kean menarik tangan Ghea. “Astaga, ini masih pagi untuk mengajak Aunty ke mal.” Ghea hanya bisa menggeleng heran. Bisa-bisa keponakannya itu mengajaknya ke mal pagi-pagi. “Aunty ciap-ciap dulu caja.” Lean yang berada di sebelah Kean pun sok dewasa memberitahu Ghea. Ghea hanya bisa mendengus kesal. Niatnya beristirahat justru mendapatkan ajakan ke mal. “Iya, Aunty siap-siap dulu,” ucapnya. “Ye ….” Dua anak laki-laki yang begitu mirip itu bersorak senang. Ghea tersenyum. Hanya pergi ke mal bersamanya saja anak-anak itu begitu senang. “Sudah sana, ke bawah dulu.” Dia mendorong dua anak kecil itu, kemudian berbalik-menutup pintu kamar dan bersiap untuk mandi. Setengah jam kemudian, Ghea selesai. Dia sudah rapi sekali dengan sete
Daddy Bryan dan El yang kebetulan mengekor di belakang Ghea, berniat untuk menggoda Ghea justru dikejutkan oleh anak kecil yang tiba-tiba memanggil Ghea dengan panggilan ‘mommy’.“El, apa adikmu itu dalam seminggu bisa punya anak?” tanya Daddy Bryan berbisik.“Entah, Dad. Daddy sendiri dulu berapa lama?” tanya El balik. “Buatnya aku sehari jadi El, tapi tetap saja butuh waktu untuk bisa dapat sebesar itu,” ucap Daddy Bryan seraya mengarahkan matanya pada anak yang sedang memeluk Ghea. “Sepertinya itu seusia Kean dan Lean.” Ghea hanya termangu ketika Gemma memeluknya. Pelukan hangat dari tangan mungil itu memang sangat dirindukannya. Namun, tatapan sang mommy yang mengisyaratkan tentang sebuah pertanyaan siapa sebenarnya anak kecil itu membuat Ghea menjadi berdebar-debar. Panggilan ‘mommy’ yang disematkan oleh Gemma padanya, pasti memancing kecurigaan pada mommy-nya. Ghea melepas tangan mungil itu. Berangsur berjongkok untuk menjangkau wajah Gemma. “Gemma rindu, kenapa mommy pergi
Selesai makan Daddy Bryan mengajak Ghea untuk ke kamarnya. Mommy Shea yang melihat sang suami ingin mengajak bicara anaknya, akhirnya memilih untuk ikut. Mengekor di belakang mereka. Daddy Bryan langsung mendorong tubuh anak dan istrinya. Kemudian menutup pintu. Mommy Shea dan Ghea hanya pasrah. “Jelaskan siapa mereka?” Daddy Bryan langsung melemparkan pertanyaan pada anaknya. “Iya, kenapa anak itu memanggil kamu mommy?” Mommy Shea tak kalah bingung. Ghea bingung mulai dari mana menjelaskan. “Jadi begini, sewaktu aku berkunjung ke sekolah, anak itu memanggil aku mommy. Lalu dia sempat masuk ke mobilku. Beberapa setelah kejadian itu dia datang ke klinik, akhirnya kami dekat.” Ghea menatap Daddy dan momm-nya. Menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Daddy Bryan dan Mommy Shea mencerna apa yang dijelaskan oleh anaknya. “Lalu apa yang membuat dia memanggilmu ‘mommy’?” Mommy Shea masih belum mendapatkan alasan kenapa putrinya dipanggil ‘mommy’. Ghea sendiri bingung apa alasan Gemma
Ghea yang berada di samping Daddy Bryan langsung menyenggolnya. Mengingatkan untuk tidak membahas hal itu, mengingat yang ditahu Gemma adalah dirinya adalah mommy-nya. Tadi sebelum keluar, Ghea meminta orang tuanya untuk tetap berdrama sebagai kakek dan nenek. Tak boleh menyakiti anak kecil yang tak berdosa. Mommy Shea sangat bersemangat ketika diminta untuk menjadi nenek Gemma, sedangkan Daddy Bryan terpaksa mengikutinya begitu saja. “Bagaimana jika kita semua ke mal? Bukankah kita tadi berniat untuk ke mal?” Mommy Shea begitu antusias. Tak sabar mengajak Gemma juga. Semua? Kata itu membuat Daddy Bryan mendengus kesal. Artinya dia juga akan pergi bersama dengan Rowan juga. “Kami tidak ikut saja, Mom, karena rencananya kami akan segera pulang.” Rowan yang melihat raut wajah Daddy Bryan tidak suka, membuatnya menolak ajakan dari Mommy Shea. “Tidak apa-apa. Ikut saja. Lagi pula Gemma masih begitu senang bertemu teman.” Mommy Shea mencoba membujuk. Karena melihat jika Rowan masih ra
Gemma menarik tangan Ghea dan Rowan. Keduanya hanya pasrah ketika gadis kecil itu menarik. Gemma membawa mereka ke perosotan yang berisi bola-bola kecil. Mengajak mereka berdua untuk meluncur. Gemma berada di tengah-tengah antara Ghea dan Rowan. Mereka meluncur bersama ke dalam kolam bola-bola. Gemma begitu senang merasakan meluncur. Tak mau melepas kesempatan itu, dia langsung menarik tangan Ghea untuk kembali lagi meluncur. “Daddy, tunggu di bawah, nanti tangkap aku.” Gemma terus menarik Ghea. Dari atas Gemma duduk di pangkuan Ghea. Mereka bersiap meluncur ke bawah. Gemma terus berteriak untuk meminta daddy-nya menunggu di bawah. Bersiap untuk menerima kedatangannya. Gemma dan Ghea meluncur. Tepat saat di bawah, Rowan menangkap mereka berdua, dengan merentangkan tangannya. Tubuh Ghea dan Gemma pun masuk ke pelukan Rowan. Pria itu mendekap erat tubuh mereka. Rowan yang memeluk Ghea dan Gemma, membuatnya berada dalam satu garis pandang dengan Ghea. Mereka saling menatap. Tatapan